Menjadi Dia
“Plak!!”
Sebuah tamparan terdengar menggaung di sebuah ruangan yang cukup luas.
Suara tamparan itu berasal dari sebuah tangan besar milik wanita paruh baya bernama Martha yang menampar Rachel, menantunya. Wajah Rachel langsung berpaling dan giginya terdengar menggeretak menahan sakit yang sangat dan tiba-tiba karena tamparan yang keras hingga menyisakan gambar tangan yang jelas dan kemerahan. Sudut bibirnya ikut berdarah dengan luka yang terbuka.
“Apa tamparan itu cukup menyadarkan kamu atas keteledoran yang kamu buat, Rachel?” tanya wanita itu dengan nada suara tinggi.
Mata Martha melotot, tidak habis pikir dengan keteledoran yang dilakukan oleh menantu bungsunya. Wajahnya sampai merah padam dengan sudut bibir yang berdenyut menahan geram.
“Mau sampai kapan kamu bertingkah bodoh seperti ini hah? Sampai kapan?!” kali ini Martha mendorong tubuh Rachel hingga terhuyung dan nyaris jatuh.
“Mah!” seru seorang laki-laki yang baru datang. Ia segera menahan tubuh Rachel agar tidak terjatuh. Ia adalah Nata, sang suami yang baru pulang bekerja. Refleksnya cepat dengan melempar tas kerjanya dan menahan tubuh Rachel.
“Ada apalagi ini?” Nata menatap dua orang ini bergantian. Sekilas ia melirik pipi Rachel yang merah, berbekas tamparan. Ia lalu membantu istrinya untuk berdiri.
“Istri kamu diminta jagain Brandon aja gak bisa. Liat kaki Brandon sampai berdarah karena menginjak pecahan gelas!” tunjuk Martha pada kaki bocah empat tahun yang berada di gendongan seorang asisten rumah tangga.
Anak itu memeluk sang ART dengan erat, tidak bersuara sedikitpun apalagi menangis.
Nata bisa melihat kaki Brandon yang terbungkus kain kasa dengan plester bergambar robot di atasnya.
“Tapi mamah gak perlu nampar Rachel seperti itu. Semua kan bisa dibicarakan baik-baik," bela Nata sambil menarik tangan Rachel agar berpindah ke belakangnya. Ia mengantisipasi kalau-kalau Martha kembali memukulnya.
“Sudah berapa kali mamah bilang baik-baik sama dia, hah? Coba kamu hitung! Heh Rachel, coba berapa kali saya ngomong baik-baik sama kamu?” Benar saja, dengan geram sambil mengeretakkan gigi, Martha berusaha menarik lengan Rachel tapi dengan cepat Nata menahannya.
“Kamu itu disini cuma numpang. Tibang diminta jaga keponakan saja, tidak becus. Ngerawat diri juga tidak bisa. Tinggal di rumah mewah tapi penampilan buluk, kayak babu!” Martha menatap Rachel dengan sinis dari atas hingga ke bawah.
Menantunya memang hanya mengenakan dress sederhana dengan rambut yang sengaja dicepol karena selalu menjadi sasaran tarikan sang keponakan yang istimewa dengan hiperaktif-nya.
Rachel mengusap rambutnya untuk ia rapikan tapi ternyata tidak semudah itu untuk terlihat lebih baik.
“Pantas saja kalian masih belum punya anak juga, dititipin ponakan aja kamu gak bisa jaga!” cetus Martha seperti tanpa menghela nafas.
Rachel hanya bisa menggigit bibirnya kelu, ia tahan sebisa mungkin agar tangisnya tidak pecah. Tapi rupanya ia gagal. Ia gagal mengendalikan perasaannya yang ternyata tidak sekuat itu. Bulir air mata menetes begitu saja dan segera ia usap dengan punggung tangan sambil memalingkan wajahnya.
Hatinya gemetar saat lagi-lagi Martha mengungkit masalah ia yang belum juga hamil padahal sudah satu tahun menikah. Andai ia bisa mengatakan kalau masalah kehamilan bukan karena ia tidak berusaha tapi semuanya bukan atas kuasanya.
"Nangis aja kamu bisanya!” imbuh Martha dengan mata mendelik. Sudah sangat bosan rupanya.
“Mah, udah cukup!” Nata sepertinya sudah jengah.
“Yang sebaiknya kita bahas sekarang adalah masalah Brandon, Mamah tidak perlu memperlebar masalah dengan membahas masalah aku dan Rachel yang belum juga punya anak.” Nata berujar dengan kesal.
Setiap hari di rumah ini selalu diramaikan dengan keributan antara Rachel dengan ibunya. Entah itu soal rasa masakan Rachel yang kurang pas, masalah mengasuh Brandon lah atau penampilan Rachel yang menurutnya memalukan. Gadis ini memang tidak ubahnya seperti salah satu ART di keluarga Wijaksono dibanding sebagai menantu. Semuanya menjadi tugas Rachel alih-alih menjadi tugas ART yang sudah mereka gaji.
Nata akui, sejak Rachel datang ke rumah ini, dua wanita ini memang tidak pernah bisa didekatkan. Meski sudah setahun berjalan, suasananya masih sama, ricuh. Ia sudah lelah melihat kejadian seperti ini yang berulang setiap hari. Martha dengan temperamennya yang keras dan Rachel dengan sikap selalu salahnya di depan Martha.
"Tapi ini jadi masalah di pernikahan kalian. Sudah Mamah bilang,"
“Stop Mah, aku udah muak dengernya!” timpal Nata dengan nada suara yang meninggi. Tidak membiarkan sang ibu meneruskan kalimatnya.
“Oh, jadi sekarang kamu sudah berani melawan Mamah gara-gara perempuan itu?!” tunjuk Martha pada Rachel.
“Kamu harus ingat, Mamah adalah wanita yang melahirkan kamu. Sementara dia-“ Tangan Martha menunjuk Rachel lurus dan tegas sampai gemetar karena kesal.
“Mah! Aku tau!” seru Nata memotong kalimat ibunya.
Melihat Nata yang juga tersulut emosinya, Rachel segera menahan tangan Nata. Ia tidak mau Nata semakin kasar pada ibunya sendiri.
Merasakan tangan Rachel yang menggenggam tangannya, Nata berusaha menenangkan dirinya. Ia menghela nafasnya dalam lalu menghembuskannya dengan kasar.
“Aku minta maaf, kalau istriku sudah membuat Mamah marah tapi, untuk menasehati Rachel, sekarang itu adalah tugasku. Mamah tidak perlu mencacinya dihadapan semua orang.”
Nata refleks mengangkat tangan Rachel yang sedang ia genggam. “Aku harap, mamah juga tidak terus menekan Rachel dengan masalah anak. Bisa kah Mah?” pinta Nata dengan sungguh.
Tangan Martha mengepal, tidak bisa berkata-kata. Kepalan tangan itu kini mengepal erat di sisi tubuhnya. Sungguh ia tidak suka setiap kali Nata membela Rachel.
Rachel, melihat apa yang dilakukan oleh suaminya, ia hanya bisa tertunduk. Hatinya berdesir setiap kali Nata pasang badan untuk membelanya. Tapi di belakang itu?
Lagi, Rachel hanya bisa meneteskan air mata. Ia sadar keberadaannya di rumah ini sudah salah sejak awal. Tapi apa ada gunanya jika ia menyesalinya saat ini?
Perlahan Rachel melepaskan tangan Nata dan Nata tidak menahannya.
“Aku lihat, Brandon baik-baik saja. Dia juga sudah diobati. Nanti biar aku yang ngomong sama kak Ivana soal keteledoran Rachel hari ini,” terang Nata. Tendensi suaranya mulai turun.
“Terserah kamu,” dengus Martha.
Wanita paruh baya itu segera menghampiri Brandon yang ada dalam gendongan ART dan segera mengambil alihnya.
“Aahhh ….” Brandon mengulat tidak mau. Ditepisnya tangan Martha yang hendak menyentuhnya.
“Sudah, ayo ikut sama Oma. Kalau sama tante kamu, bisa-bisa nanti kamu kehilangan kaki kamu," ucap Martha lagi, dengan sinis.
Tapi Brandon tetap bersikukuh memeluk ARTnya. Ia selalu ketakutan setiap kali ada nada suara tinggi di rumah ini.
“Astaga ….” Nata hanya bisa mengusap wajahnya kasar. Martha memang sangat sulit untuk dihadapi.
“Kamu masuk, nanti kita bicara," titah Nata tanpa menoleh Rachel. Lantas ia beranjak menghampiri Brandon.
“Brandon, sini sama papi ya,... Kita main di kamar Brandon," bujuk Nata pada keponakannya.
“Eemm, No … Mami Acen ….” rengek Brandon dengan manja memanggil Rachel.
“Udah gak usah sama mami Acen dulu. Masuk kamar sana, tunggu Mami kamu pulang!” hardik Martha yang mendelik kesal. Ia tidak suka Brandon yang begitu ketergantungan pada menantunya.
Beberapa saat ia menatap Rachel dengan tidak suka. “Kenapa masih di sini?” Dengan sudut matanya Martha menunjuk wanita itu.
“Iya Mah ….” Akhirnya Rachel pun pergi. Ia menoleh Brandon yang memandangnya dengan sedih.
“Mami .…” rengek Brandon sambil mengulurkan tangannya. Anak kecil itu tahu persis kalau Rachel tidak bersalah. Wanita itu juga yang mengobati luka di kakinya.
Tapi sayangnya Rachel tidak bisa mendekat. Sebenarnya ia tidak tega tapi akan lebih baik kalau ia pergi ke kamarnya daripada mengundang lagi amarah Martha.
“Maaf Brandon.” Rachel membatin. Langkahnya ia buat cepat untuk meninggalkan ruangan ini.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 160 Episodes
Comments
Cinnn
Jangan lupa mampir di karya aku juga ya Kak, judulnya Shanum Hanania. Terima kasih
2023-09-14
0
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
2023-09-14
0
Isma Ismawati
Semangat kak
2023-05-27
1