Orc sial itu jatuh berdebum di tanah, tanpa nyawa. Tubuhnya menggelepar sebentar, sebelum berhenti untuk selamanya.
Gilang menarik pedangnya yang penuh dengan darah. Di sekelilingnya orang-orang sibuk bertarung. Matanya sibuk mencari-sari bayangan Cristal di antara kerumunan.
"Tolong! Tolong ...!"
Pendengarannya menangkap suara teriakan kecil seorang wanita. Dilompatinya beberapa Orc sambil menebas dan melukai mereka. Akhirnya dia sampai di luar arena pertarungan.
"Tidak! Jangaan!"
Gilang mencari asal suara itu. Dia menemukan seorang Orc sedang melecehkan salah satu pelayan istana di balik pohon besar. Gilang mengejarnya dengan marah dan langsung melemparkan pisaunya pada Orc yang masih sejauh dua puluh meter, untuk menggagalkan rencana bejatnya.
Pedang itu hanya melukai tangan si Orc yang mencoba menepis senjata yang terbang ke arahnya hingga terpelanting.
Orc itu memukul si pelayan hingga pingsan, lalu berbalik dan menghadapi Gilang dengan gusar.
Kedatangan Gilang mendapat sambutan hangat berupa pukulan gada besar yang diayunkan Orc bertubuh raksasa itu.
Dengan lincah dia melompat tinggi untuk mengelakkan pukulan. Lalu menjejak batang pohon, kemudian lanjut melentingkan tubuh ke belakang si Orc sambil menetakkan gagang pedangnya dengan keras di kepala lawan.
Gilang mendarat di sebelah pelayan wanita yang pingsan. Dia melihat sekitar, tapi tak menemukan Cristal.
"Kau mencari gadis cantik itu?" ejek si Orc yg dapat menebak gelagatnya.
"Kalian bawa ke mana dia!" teriak Gilang marah.
"Dia sudah jauh dari sini. Dibawa sebagai persembahan untuk yang mulia pemimpin kami!" katanya dengan bangga.
"Keterlaluan! Kalian tak pantas menyentuh kulitnya!" murka Gilang.
Kali ini, pedang tajamnya sudah dihunus ke depan. Raksasa di depannya harus dihajar, barulah gadis pelayan dan Cristal bisa diselamatkan.
Orc itu bersiap dengan gadanya menyambut serangan pria dari bangsa Elf di depannya.
Pertarungan sengit tak terelakkan. Serangan gencar Gilang berkali-kali ditepis Orc itu. Sepertinya dia adalah Orc yang terlatih. Mungkin menjadi pimpinan dalam kelompok yang mencegat rombongan kecil Gilang.
Setengah jam berlalu. Kelompok prajurit banyak yang gugur. Komandan pasukan sudah terdesak. Dia harus menghadapi dua Orc sekaligus. Di dekatnya, seorang prajurit terlihat sudah hampir tumbang. Namun, tetap meneguhkan diri berdiri saling membelakangi untuk menghadapi empat orc yang terus mendesak.
Tak lama Gilang masuk dalam arena. Membuat pertarungan jadi lebih seimbang, tiga lawan empat.
"Kau! Lihat pelayan wanita itu. Bawa dia pulang dan laporkan kejadian ini!" perintah Gilang pada komandan yang terlihat masih cukup kuat untuk berjalan.
"Bagaimana denganmu?" tanyanya sambil terus bertarung.
"Biar kubereskan mereka!" jawab Gilang teguh.
"Baik!" jawab komandan itu. Dia mencari kesempatan untuk keluar dari arena pertarungan brutal itu.
"Jangan lewat tanah tak bertuan. Pergilah lewat tanah Bangsa Peri!" pesan Gilang.
"Ya!"
Komandan itu menebaskan pedangnya kearah wajah Orc di samping, sambil salto. Orc itu terlalu dekat, hingga tak bisa mengelakkan tebasan pedang yang dengan deras mengoyak wajahnya.
Raungan kerasnya, menghentikan tiga Orc lain. Mereka saling pandang. Kemudian merangsek makin ganas ke arah Gilang dan prajurit yang sudah tak berdaya di belakangnya.
Sang komandan melihat gadis pelayan yang dikatakan Gilang. Diangkatnya tubuh gadis itu ke atas kuda, lalu melompat naik dan menggebah kuda untuk pergi secepatnya. Tugasnya sekarang adalah pulang dan melaporkan kejadian penyergapan itu pada keluarga Pangeran Glenn.
Di arena pertarungan, praktis hanya Gilang seorang yang bertarung. Dia bahkan masih harus melindungi prajurit itu dari sambaran pedang Orc yang tak bermata.
Perlahan, tenaganya terkuras. Menghadapi satu Orc saja harus dengan tenaga besar. Apa lagi menghadapi tiga Orc sendirian. Prajurit yang ada bersamanya, sudah tumbang lima menit yang lalu.
"Kau yakin masih ingin melawan? Tinggal kau sendiri, dari puluhan orang yang datang," ejek salah satu Orc.
Di depan tiga Orc, Gilang memperkuat pijakan kakinya. Tangannya yang terasa basah keringat bercampur darah, menggenggam gagang pedang yang mulai licin, dengan kuat. Dia bahkan meremasnya, untuk mendapatkan sedikit kekuatan.
"Jika aku harus mati, maka aku akan mati dengan terhormat!" balas Gilang tanpa rasa takut.
"Aku bukan pengecut yang hanya berani melawan wanita!" ejek Gilang pedas.
"Kalian harusnya mengganti gada dan pedang itu dengan panci dan sendok masak!" tambahnya memanas-manasi.
"Tutup mulutmu!"teriak salah satu Orc dengan gusar.
"Lalu pulang dan memakai rok serta hiasan bunga di kepala dan layani tuanmu dengan manis!"
Gilang mengakhiri kecamannya dengan menusukkan pedang kearah Orc yang emosi dan menyerbu ke depan tanpa kewaspadaan.
Orc itu menggeram dan mengeluh seperti orang yang sedang tidur mengorok. Tusukan pedang Gilang tepat mengenai jantungnya.
Dengan wajah puas, Gilang menambah tusukan lebih dalam, sebelum menariknya lepas dan melompat menghindari serangan gada berduri yang akan menyambar kepalanya.
Orc sial tadi berdebum jatuh ke tanah dan membuat debu-debu naik ke udara.
Gelap malam yang hanya diterangi kelip bintang di langit, membuat pandangan Gilang sedikit terganggu. Yang menjadi patokannya hanya bayangan tubuh gelap para Orc saja.
Dengan insting kuat, dia dapat merasakan serangan cepat ke arah pinggang. Jadi dia melompat menjauh, kemudian hinggap dahan pohon.
Dapat dilihatnya dua Orc di bawah mencarinya ke mana-mana. Gilang ingin menuntaskan pertarungan itu untuk mengejar Cristal. Jadi dia segera melompat dan mengayunkan pedang ke leher salah satu Orc. Tindakannya berhasil. Orc itu melengking nyaring sambil menutupi luka menganga di leher yang membuat darah mengucur deras.
Teriakan itu membuat Orc yang satu lagi jadi mengetahui posisi lawannya. Saat Gilang hampir mendarat di tanah, gada berdurinya menyambut perut Gilang yang tak ayal lagi, membuatnya terpelanting jauh dengan perut terkoyak.
Brukk!
"Ugh ...." keluhnya saat punggungnya dihentikan oleh sebatang pohon besar. Gilang jatuh terduduk, antara sadar dan pingsan. Dia meraba perutnya yang sudah basah dengan darah. Mulutnya juga ikut mengeluarkan darah segar, yang membuatnya terbatuk-batuk dengan rasa asin dan bau amis yang khas.
"Angel, maafkan aku tak bisa menjaga putrimu dengan baik," gumamnya lirih.
"Tuhan, jika sampai waktuku, maka penjagaan Cristal kuserahkan padaMu!" lirihnya.
Matanya yang memburam, melihat Orc datang mendekat. Tangannya meraba-raba mencari pedang. Tapi dia tak tahu di mana pedangnya terlepas.
"Maafkan aku, Mama, Papa. Kuharap kalian bangga karena aku sudah menjadi orang yang berguna di sini." Matanya terpejam, menunggu ajal datang menjemput!
*
***
"Lepaskan aku!" teriak seorang gadis cantik dengan marah. Tangan dan kakinya terikat.
Tubuhnya terayun-ayun dalam posisi menelungkup di punggung kuda. Guncangan keras membuat perutnya mual dan sakit. Kepalanya pening. Dia bahkan sudah dua kali muntah dan muntahan itu kena hidung, mata, serta rambutnya yang berada dalam posisi terbalik.
Tak ada yang mempedulikan jeritan marahnya. Penunggang kuda itu menggebah kudanya untuk berlari lebih cepat lagi.
Ada dua kuda yang melintasi malam gelap di tengah hutan itu. Kedua orang itu masing-masing membawa satu wanita di kudanya. Yang satu sudah terdiam karena pingsan setelah mendapat pukulan. Yang seorang lagi, terus ribut dan minta diperlakukan dengan hormat.
**********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
🍁мαнєѕ❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
angel, gilang, Silvia dan Leon ya yg blm berjumpa rombongan lainnya yg blm tau kalo rombongan lain udh sampai jakarta
2024-02-17
0
Rosnila Sari
Thor...harus ada yg selamatin Gilang yaa, sedih bgt baru ketemu Gilang dah meninggoy aja😇🤭, semoga prajurit bantuan dari bangsa elf bisa segera dtg
2023-03-05
10
nurul zakiyah
selamat jalan gilang🥺
2023-03-03
1