Satu jam berlalu. Kuda-kuda sudah mulai kelelahan karena dipacu sukup kencang. Bahkan Cristal yang berada di dalam kereta, berkali-kali protes. Namun, Gilang mengabaikannya. Dia lebih memilih keamanan sang putri, ketimbang kenyamanannya kali ini.
"Berapa lama lagi kita sampai perbatasan Negara Penyihir?" tanya Gilang pada komandan pasukan.
"Setengah jam lagi, kurang lebih. Tetapi, kuda-kuda sudah sangat lelah, karena dipacu lebih dari dua jam," katanya,
"Langit sudah menggelap. Tak ada waktu memikirkan para kuda. Kita harus sampai tepat waktu di sana, baru bisa istirahat!" tegas Gilang.
"Baik!" Komandan itu pergi memeriksa barisan belakang. Gilang tetap mengawasi ke depan.
Rombongan kecil itu harus melewati celah tebing tinggi, sebelum mencapai perbatasan negara Penyihir. Dan tebing itu mulai terlihat samar-samar dari balik bayang pepohonan lebat.
"Sebentar lagi kita sampai. Pertahankan kecepatan!" perintah Gilang.
Prajurit pengawal sudah merasa senang, saat melihat bayangan tebing di kejauhan. Memang sudah tak jauh lagi. Dan mereka akan aman.
Seperempat jam kemudian, rombongan itu berhasil mencapai perbatasan negara Penyihir, dengan tanah tak bertuan. Semua bersorak gembira. Seperti baru lolos dari lubang jarum
"Apa kita sudah sampai, Paman?" taya Cristal ingin tahu.
"Belum. KIta baru melewati perbatasan yang berbahaya. Sekarang lebih aman, karena kita sudah berada di tanah Bangsa Penyihir.
Rombongan itu masih berjalan perlahan hingga dua ratus meter dari perbatasan. Namun, tak ada satupun penjaga perbatasan yang terllihat.
"Tak ada satupun penjaga yang menyambut, di sini," kata Gilang heran. Padahal keluarga Glenn sudah mengirimkan pesan, bahwa Cristal akan datang hari ini.
"Apa kita perlu istirahat dulu, atau bagaimana?" tanya komandan pasukan pada Gilang.
"Di sini belum cukup aman, jika tak ada pasukan Bangsa Penyihir yang menunggu!" tolak Gilang.
Komandan mengangguk dan terus mengajak kudanya berjalan. Betul-betul hanya berjalan. Karena semua kuda sudah sangat kelelahan.
Brakk!
Kereta barang di belakang, tersungkur jatuh. Kudanya tergeletak dengan napas tersengal. Tak lama, dia mati. Gilang dan komandan pasukan sangat terkejut melihat kejadian itu.
Komandan memeriksa tubuh kuda. Dia harus meyakinkan hati bahwa sebelumnya kuda itu baik-baik saja.
Gilang membuka kereta belakang yang diisi oleh satu pelayan. Matanya melotot melihat keadaan di dalam.
"Hati-hati serangan!" teriak Gilang keras. Dia berlindung di balik kereta yang rubuh, untuk mengeluarkan pelayan yang sudah berlumuran darah. Lengan atasnya terkena panah kecil, hingga tak terlihat mata saat melintas.
"Lindungi kereta!" perintah komandan pasukan sambil memacu kudanya menuju kereta Cristal. Para prajurit pengawal itu berhamburan ke arah kereta yang sekarang terpaksa berhenti.
"Bawa sang Putri!" perintah Gilang pada komandan.
"Dia harus sampai di istana, malam ini!" kata Gilang penuh penekanan.
Putri Cristal dan dua pelayan turun dari kereta dan berlindung dari ancaman panah yang tak terlihat dalam keremangan senja.
"Tuan Puteri, Saya harus membawa Anda ke istana," kata komandan.
Cristal melihat keretanya dengan ngeri. Komandan seakan tahu apa yang tengah dipikirkannya, langsung mengabarkan. "Kita akan naik kuda saja. Itu jauh lebih cepat."
"barang-barangku di sini semua ...." ujar Cristal lirih. Dia merasa sayang dengan begitu banyak perhiasan, asesoris dan pakaian indah yang tertinggal di kereta, jika dia pergi naik kuda.
"Pergi bersama Paman Gilang?" tanyanya ragu.
"Tuan Gilang. Bertahan di sini. Kita harus segera ke istana dan meminta dikirimkan pasukan tambahan untuk menyelamatkan mereka semua!" jelas komandan itu lagi.
Tiga kuda dipilih, dan dua prajurit dibawa untuk menemani komandan menyelamatkan sang putri.
Sementara itu, serangan panah kembali meluncur. Karena para prajurit sudah mencari tempat berlindung, maka yang banyak kena adalah para kuda tunggangan mereka.
Pekik dan lenguhan kuda yang kesakitan, menambah kengerian di hati Cristal.
"Semua sudah siap!" Komandan memberi tanda pada Gilang.
Gilang mengangguk dan memberi kode pada pasukan yang tinggal, untuk membalas serangan, agar komandan dan Putri Cristal bisa punya kesempatan untuk menjauhi tempat penyergapan itu.
"Sesuai aba-abaku," ujar Gilang dengan kode. Komandan kembali mengangguk, dan bersiap.
"Satu, dua, Tiga!" Gilang berteriak keras. Semua prajurit yang bertahan, mengirimkan panah secara bergantian, ke arah asal mula senjata melesat mengenai mereka.
Di saat bersamaan, komandan pasukan dan dua prajurit lain, masing-masing membonceng seorang wanita bertudung di belakangnya, segera memacu kuda mereka. Memaksa binatang itu lari sekuat tenaga, untuk menjauh dari tempat kereta dan pasukan tertinggal.
Setelah serangan balasan tadi, Gilang tak mendengar reaksi apapun. Pasukan yang dibawanya bukan pasukan sembarangan. Mereka sangatlah terlatih. Jadi mustahil sekali jika mereka salah sasaran.
Gilang dan pasukan itu menunggu serangan balasan. Setelah cukup lama, tempat itu tetap sangat sunyi, tanpa ada satu pun panah meluncur.
"Sial!" Gilang bergegas berdiri. "Mereka mengecoh kita dan pasti sudah mencegat sang Putri serta komandan pasukan!"
Para prajurit itu terkejut mendengar kesimpulan tersebut. Mereka telah dibodohi. Dengan segera menaiki kuda yang ada dan mengejar Gilang seperti orang kesetanan.
Deru langkah kuda berderap di tanah kering. Debu-debu berhamburan. Tapi pasukan kecil itu tak peduli sama sekali. Mereka harus mengejar sang putri dan komandan pasukan yang bermaksud menyelamatkan diri.
"Dari kejauhan sudah terdengar denting pedang. Gilang mempercepat lari kudanya, nyaris seperti terbang. Di depan sana, tiga orang prajurit dikeroyok sekelompok Orc yang bertubuh tambun dan tinggi besar.
Pasukan itu langsung menyerbu ke dalam pertarungan dan membantu tiga orang mereka yang sudah sangat kepayahan.
Pertarungan itu mulai seimbang. Mereka bisa membat kedudukan yang sama. Saat ada kesempatan berdekatan dengan komandan, Gilang bertanya. "Di mana sang putri?"
Komandan itu jadi kebingungan. "Tadi di belakangku!" ujarnya heran.
"Sial!" umpat Gilang. Dia terus merangsek ke depan pria yang besar tubuhnya dua kali tubuh gilang sendiri. Namun, pria itu tak kenal takut.
Putri Cristal adalah tanggung jawabnya. Jadi dia harus bisa keluar dari kepungan dan mencari sang putri di sekitar.
Seperti bisa membaca pikirannya, Orc raksasa itu terus memepet Gilang, tak memberinya sedikitpun kesempatan untuk bisa melepaskan diri dari ayunan pedangnya.
"Kau jangan menganggapku remeh! Kalau masih sayang nyawa, fokuslah pada pertarungan di depanmu!" ejek Orc itu memanaskan hati Gilang.
"Bangsa perusuh! Ini masih tanah Bangsa Penyihir! Mau apa kalian di sini!" teriak Gilang marah.
"Sepertinya kau tak mendapat kabar terbaru. "Istana penyihir sudah kami kuasai!" ujarnya terbahak.
"Omong kosong! Itu hanya ada dalam mimpimu!" Gilang melompat tinggi sembari mengayunkan pedang ke arah pundak Orc di depannya.
"Kalau sedang bertarung, fokuslah. Terlalu banyak omong kosong, bisa membuatmu bodoh!"
Gilang menumpu tanah, kemudian melentingkan badan dan menjejak tingan di dahan pohon, untuk kemudian kembali melompat seperti terbang, ke arah Orc. Pedang besarnya mengayun sepenuh tenaga.
"Aaaahhhh ...!" jerit ngeri melengking, terdengar. Gilang berputaran sambil memegang gagang pedang dengan kuat agar tak jatuh. Sebab, Orc di bawahnya berputar-putar tak tentu arah. Pedang Gilang menacap telak di tengkuknya.
********
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
🍁мαнєѕ❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
jd putri selamat kah?
2024-02-17
0
ig: pocipan_pocipan
AK mampir ya
jgn lpa mampir d karya baru ak mksh
2023-04-02
3
Rosnila Sari
bener2 seru...👍
2023-03-05
1