Reiga hanya memperhatikan Anyelir saat merawat ibunya. Laki-laki itu begitu kagum dengan gadis itu. Meskipun ia telah kehilangan masa depan serta kebahagiaannya, namun Anyelir tidak membenci orang tuanya sama sekali. Justru gadis itu terlihat sangat mencintai ibunya.
"Aku dengar, Ayah memberikan hadiah berupa rumah. Kenapa tidak tinggal di sana?" tanya Reiga pada Seruni.
"Tidak, Nak. Kami sudah cukup hidup seperti ini. Kami tidak sedang menjual anak kami ataupun menukarnya dengan uang dan kekayaan," terang Seruni sambil mengusap bulir bening yang menetes di pipinya.
"Seharusnya itu semua sudah menjadi hak kalian."
"Tidak, kami tidak bisa menerimanya sementara anak kami tidak bahagia," ucap Seruni.
Meskipun Dorman telah memberikan sebuah rumah serta beberapa hewan ternak untuk kedua orang tua Anyelir, mereka lebih memilih untuk menolaknya secara halus. Merelakan Anyelir saja sudah membuat mereka menderita, mereka tidak mau mengambil keuntungan sementara Anyelir merasakan berbagai tekanan dan kesulitan.
Reiga tidak bisa berkata-kata. Ia merasa iba pada keluarga Anyelir. Di samping itu, ia juga merasa kesal dan marah pada ayahnya. Mengapa Dorman tega melakukan hal seperti ini pada keluarga Anyelir?
Setelah Anyelir selesai membereskan keperluan ibunya, gadis itu bersiap untuk kembali ke rumah Dorman. Namun Reiga menyadari wajah sedih gadis itu, Reiga paham jika Anyelir enggan meninggalkan ibunya dalam keadaan sakit.
"Bagaimana jika sementara kau tinggal di sini? Aku akan bicara pada ayah," ujar Reiga.
"Benarkah? Apa aku boleh?" tanya Anyelir. Ia hampir merasa senang, namun ingatannya kembali pada sifat Dorman yang keras dan kasar. Anyelir takut jika ia akan menerima amarah sang suami.
"Tentu." Reiga mengangguk.
"Tidak perlu, Nak. Tidak perlu. Pergilah, kau harus kembali agar suamimu tidak khawatir," sela Seruni. Ia tidak ingin terjadi sesuatu pada Anyelir. Ia tahu jika putrinya telah menjalani hidup yang berat di rumah barunya.
"Hmm, tidak. Aku akan pulang," ujar Anyelir.
"Baiklah kalau begitu." Reiga hanya mengangguk. Paling tidak, ia sudah berusaha memberi Anyelir kesempatan yang baik.
Setelah berpamitan, Reiga membonceng Anyelir kembali ke rumah. Sepanjang jalan, orang-orang terus memperhatikan mereka dengan berbagai tanggapan. Namun Anyelir mengabaikannya, ia tidak mau orang-orang salah mengira.
"Aku ingin minta maaf," ucap Reiga sambil mengendarai motornya. Anyelir yang sedang duduk di belakangnya pun menoleh.
"Kenapa?" tanya Anyelir.
"Maaf karena sudah berprasangka buruk padamu."
"Ah, tidak apa," ucap Anyelir sambil menghembuskan napas panjang.
"Apa kau tidak marah pada orang tuamu? Kenapa kau mau menikah dengan ayahku padahal kau tidak mau?" tanya Reiga.
"Kau bertanya seakan aku punya pilihan," jawab Anyelir.
"Maaf," ucap Reiga lirih.
Hanya dalam waktu lima belas menit, keduanya telah tiba di rumah besar milik Dorman. Anyelir langsung kembali ke dapur sementara Reiga menemui Dorman yang sedang sibuk menghitung uang untuk para pekerjanya.
"Mau ku bantu, Ayah?" tanya Reiga.
"Boleh, boleh. Kemarilah," jawab Dorman.
Reiga membantu Dorman untuk memasukkan beberapa lembar uang ke dalam amplop dan memberinya nama sesuai penerima. Meskipun Dorman adalah pengusaha kaya, namun untuk urusan keuangan ia berusaha mengurusnya sendiri karena tidak bisa mempercayai siapapun. Bagi Dorman, uang adalah senjata, maka ia tidak bisa percaya pada siapapun untuk mengelola keuangannya.
"Kau senang berkeliling desa hari ini?" tanya Dorman.
"Ya, Ayah. Suasana desa lebih nyaman dan tenang. Aku ingin lebih lama tinggal di rumah," jawab Reiga.
"Benarkah? Apa pekerjaanmu lancar?"
"Tentu saja. Aku sudah mengajukan cuti selama satu bulan. Aku ingin menenangkan diri di sini."
"Hmm." Dorman mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Ngomong-ngomong, aku penasaran, berapa hutang keluarga Anyelir kepada Ayah? Apa jumlahnya besar?" tanya Reiga.
Dorman mengehentikan gerakan tangannya untuk menghitung lembaran kertas persegi panjang di genggamannya, laki-laki paruh baya itu mendongak, menatap putra semata wayangnya.
"Kenapa kau ingin tahu?" tanya Dorman.
"Aku hanya penasaran."
"Hutang mereka delapan puluh juta!"
"Oh!" Reiga mengangguk. "Tapi, apakah pantas ayah memaksa anak mereka menjadi istri Ayah sebagai alat penebus hutang?" lanjut Reiga.
"Itu sepadan. Ayah menyelamatkan mereka dari kemiskinan dan membebaskan mereka dari hutang. Seharusnya mereka bersyukur Ayah masih berbaik hati."
"Aku akan mencarikan Ayah istri yang lebih baik, yang mau menerima Ayah dan mencintai Ayah sepenuh hati tanpa paksaan. Tapi maukah Ayah menceraikan istri Ayah saat ini?"
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Ita rahmawati
untung anaknya gk nurun 🤭
knp dìtolak semua pemberian pak dorman,,jd sia2 pengorbanan anyelir kalo ortunya masih aja hidup susah 🤔
2025-01-24
0
Q.M.19
Sikap Reiga keren nih
2023-04-10
0
Azizka Amelia Putri
Reiga kamu patut di acugin jempol
akan sifat mu
yang bertolak belakan dengan ayah mu
2023-03-06
0