Mas Alan masih memandangku dengan kesal. dia memang selalu tidak bisa lembut dan romantis padaku sejak kami menikah.
"Katakan Tari ada apa?! jangan membuatku semakin kesal!"
"Aku sudah tahu kalau kamu main belakang dariku mas!" kataku sedih.
"Main belakang apa?!"
"Kamu pikir aku belum tahu tentang hubungan kalian mas?!"
"Kalau bicara yang jelas Tari jangan berputar-putar, aku pusing mendengarnya!"
"Mas dan Larisa masih berhubungan sampai sekarang bukan?" tanya ku getir.
Mas Alan terdiam kini wajahnya sedikit panik.
"Sudahlah Tari bukankah aku sudah bilang kalau Larisa cuma masalalu ku?! kmu hanya salah paham saja"
Mas Alan melangkah pergi ke kamar. aku tahu dia sengaja menghindari serentetan pertanyaan dariku.
Lihat saja mas, aku akan mencari tahu soal wanita itu lalu aku akan melabraknya!
aku kesal setengah mati.
🌵🌵🌵
Keesokan paginya mas Alan sudah sarapan lebih dulu, ia langsung berangkat ke kantor dengan pak Teddy.
Aku menyendok nasi dengaan malas di piringku. hari ini aku tidak ke toko karena akan ke rumah ayah sementara mas Alan belum ku beritahu jika aku akan berkunjung ke rumah ayahku.
Selesai sarapan aku langsung berganti baju dan merias wajahku agar terlihat segar dan bahagia. aku tidak mau ayah sakit karena memikirkan ku.
Aku bergegas menuju rumah ayah yang berjarak satu jam dari rumah ku. ponselku terus berdering ada panggilan telepon dari mas Alan.
"Halo, ya mas?!" jawab ku ketus.
"Kamu dimana?! kenapa tidak ada di toko?"
Pasti mas Alan menelpon pegawai ku Erna dan aku tidak ada di toko kain milikku.
"Aku di jalan mau ke rumah ayah" jawabku datar.
"Ke rumah ayahmu? kenapa tidak bilang kalau mau kesana?"
"Untuk apa? bukankah mas sibuk di kantor?" sindir ku.
Aku tahu mas Alan hanya menganggap mengunjungi ayahku adalah sebuah tugas. papa mertuaku sudah berpesan agar mas Alan menjaga silaturahmi antar keluarga dengaan baik. ia selalu saja patuh pada papanya karena takut tidak di bagi warisan.
"Maaf mas aku sedang di jalan nanti saja berdebatnya" aku menutup telepon dan menambah sedikit kecepatan mobilku. tidak berapa lama aku tiba di rumah ayah.
Rumah yang ayah tempati sekarang adalah rumah kuno bergaya Belanda warisan dari nenekku dulu. sementara rumah mewah kami sudah terjual untuk membayar hutang saat usaha ayah bangkrut.
Ku parkir mobilku di halaman dan berjalan perlahan memasuki teras rumah yang asri.
"Eh Tarina, ayo masuk ayah sudah menunggu dari tadi" kata ibu Nani dengan ramah seperti biasanya. ibu Nani ini adalah ibu sambung ku yang jauh dari drama ibu tiri kejam. ia malah menyayangiku seperti anak kandungnya sendiri. selama menikah dengan ayah ku Bu Nani tidak memiliki anak.
"Iya Bu, ibu sehat?" tanya ku pada Bu Nani seraya ku rangkul dan ku peluk bahunya dengan hangat.
"Alhamdulillah sehat, itu ayah"
Ayah bangkit dari duduknya berdiri dengan tongkat klasik menopang tangannya.
"Tari! ayah kangen kenapa lama sekali tidak pulang?"
"Maaf ayah Tari sibuk akhir-akhir ini, toko juga sedang ramai"
"Syukurlah kalau bisnis mu berhasil Ayah ikut senang" aku memeluk ayahku yang badannya sudah terlihat ringkih.
"Mana Alan?" tanya ayah, ibu Nani melirikku seolah ingin mempertanyakan hal yang sama.
Ayah masih memandang wajahku, ia seolah menelisik apakah ada masalah antara aku dan suamiku.
"Mas Alan sedang ada meeting yah jadi tidak bisa ikut"
"Oh begitu, yasudah tidak apa, ayo kita makan ibumu sudah masak makanan kesukaan mu Tari"
Aku tersenyum dan mengikuti langkah ayah menuju meja makan.
Di atas meja kayu dengan cat coklat mengkilat itu tersaji beberapa hidangan seperti sob buntut, sambal goreng lengkap dengan kerupuk udang dan beberapa camilan kesukaanku.
Tidak berapa lama terdengar suara seseorang memberi salam. Ibu berjalan membuka pintu.
"Nak Alan ayo masuk, kita sedang makan" kata Bu Nani.
Aku sedikit terkejut melihat mas Alan menyusul ke rumah ayah.
"Alan ayo duduk kita makan bersama" kata Ayah sumringah.
"Iya yah, maaf tadi Alan ada meeting dulu jadi kesini tidak bareng dengaan Tari"
"Oh tidak masalah nak Alan, yang penting sekarang kita berkumpul nanti kita main catur ya?" tanya ayah.
Mas Alan melirikku, sembari menyendok makanan ke mulutnya. ada sedikit rasa canggung yang terlihat diantara kami berdua. sesekali ayah melihatku tapi beliau tidak bertanya apapun.
Selesai makan aku melihat-lihat bekas kamar ku dulu yang ada di rumah ayah. aku duduk di tepi ranjang terdiam memandang ke luar jendela yang terbuka.
"Tari setelah ini mari kita bicara" mas Alan mendekatiku. ia duduk di sampingku.
"Apa yang mau di bicarakan mas?!"
"Kamu jangan seperti anak kecil begini Tari!"
Lagi-lagi mas Alan mengataiku seperti anak kecil, kalau dulu aku tidak tersinggung dengan perkataannya itu tapi sekarang rasanya perkataan itu sungguh menyakitkan bagiku.
"Sejak dulu mas memang menganggap ku kekanakan bukan? manja, tidak dewasa dalam menyelesaikan masalah dan segudang sikap negatif ku lainnya!"
Wajah mas Alan jadi masam mendengar perkataan barusan. ia mungkin tidak akan menyangka jika aku berani berkata demikian padanya.
tuk...tuk...
"Tari....Alan..." terdengar suara ayah memanggil kami.
Segera ku sapu air mataku dan kembali memasang senyum ceria, begitu juga mas Alan ia nampak biasa saja seolah tidak ada permasalahan diantara kami.
Untuk hari ini kami gencatan senjata dulu karena sedang berada di rumah ayahku. tapi untuk perempuan bernama Larisa aku akan tetap mencari tahu dan memperingatkannya agar tidak mengganggu rumah tanggaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments