Part 5

Jadilah Tristan mengantarkan ku pulang ke rumah. Ia sengaja tidak mampir karena malas bertemu mas Alan. hubungan kakak beradik itu memburuk bahkan sejak aku dan mas Alan belum menikah. aku sendiri tidak tahu persis penyebabnya dan tidak juga berani bertanya baik pada mas Alan maupun pada Tristan.

Mobil Tristan baru saja akan melaju pergi tapi sudah berpapasan dengan mobil mas Alan yang baru saja tiba. Mas Alan sengaja membawa mobilnya sendiri tanpa pak Teddy. ia turun dari mobil dan wajahnya terlihat sedikit cemas.

"Aku mencari mu kemana-mana Tari!" kata mas Alan geram sambil melirik tajam ke arah mobil Tristan.

"Kamu ini kemana saja sih? aku ke toko tapi sudah tutup, aku ke rumah ayah tapi kamu tidak disana!"

Aku masih diam memegangi pelipis ku mendengar mas Alan memarahiku rasanya kepalaku berkunang-kunang lagi. aku tidak tahu dia benar cemas karena khawatir padaku atau hanya pencitraan semata.

"Sudah tidak perlu marah!" Tristan keluar dari mobilnya tampaknya ia jengah melihat Omelan mas Alan padaku.

"Jangan ikut campur! kalau mau pergi dengan istri orang seharusnya meminta izin lebih dulu!" kata Mas Alan sambil memandang Tristan dengan marah.

"Sudah mas, jangan marah pada Tristan tadi aku pingsan saat di toko, Erna membawaku ke rumah sakit dan kebetulan Tristan yang menangani ku lalu ia mengantarku pulang karena khawatir kalau aku naik taxi" aku jelaskan panjang lebar agar mengakhiri perdebatan yang sungguh tidak perlu ini.

Tristan kembali masuk ke mobilnya dan menyalakan klakson. pertanda meminta mobil mas Alan untuk mundur karena menghalangi jalan.

Aku tinggalkan kedua kakak beradik itu karena aku pusing. Di ruang tengah aku ambruk di sofa sembari melemaskan semua otot yang terasa tegang.

"Tari kenapa kamu tidak menelpon mas kalau tadi kamu pingsan?" kata mas Alan sembari meraih tanganku. ia duduk di sampingku. tatapannya kali ini terlihat berbeda lebih lembut dan peduli.

"Maaf mas, tadi Tari tidak sempat meminta Tristan menelpon ke rumah. lagipula Tari nggak apa-apa kog mas"

"Yasudah kalau begitu kamu istirahat saja di kamar" mas Alan menuntun langkahku menaiki anak tangga menuju ke kamar.

"Mas tolong telepon ayah kalau Tari sudah pulang, pasti ayah cemas sekarang karena tadi mas kesana mencari Tari"

"Iya Tari nanti mas telepon ayah"

Aku merebahkan diri di kasur setelah berganti pakaian. mas Alan menyelimuti ku dengan selimut tebal.

Mas Alan memijat kakiku perlahan, ia memang sering melakukan itu jika aku tidak enak badan.

Pelupuk mataku terasa hangat, aku menahan sekuat tenaga agar air mata tidak jatuh ke pipiku. aku tidak mau mas Alan bertanya aku kenapa atau apa yang sedang aku pikirkan, karena aku tidak punya jawaban untuk berkelit. belum saatnya aku membuka terang dan gamblang tentang perasaanku yang sesungguhnya begitu mengetahui ada orang ketiga yang mencari celah di rumah tangga kami.

Hatiku perih mengingat sosok Larisa yang aku temui tadi siang. wanita itu tidak bisa dianggap enteng, ia memiliki daya tarik tersendiri menurutku meski aku masih menebak-nebak apa yang sebenarnya mas Alan sukai darinya.

"Tari kamu mau minum teh herbal? mas bikinkan?"

"Tidak perlu mas, nanti biar bibi saja yang buatkan teh. mas istirahat saja"

"Kalau begitu mas ke ruang kerja dulu ya ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan"

"Iya mas"

Aku memandangi mas Alan yang berjalan menjauh sembari membuka pintu kamar lalu menutupnya kembali dengan perlahan.

Jujur aku belum sanggup jika merelakan mas Alan memilih Larisa. tapi aku juga tidak tahu sampai kapan aku bisa menahannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!