Part 2

Siang itu ku tinggalkan toko dan aku duduk di bangku taman menenangkan diri setelah seharian ini aku tidak bisa berkonsentrasi bekerja. ku tahan amarahku yang bergejolak di dalam hati.

"Tari?" sebuah sura membuyarkan lamunan ku.

Mas Alan tiba-tiba saja muncul di hadapanku entah kebetulan atau ia sengaja mencari ku di toko dan tidak menemukanku.

"Kog mas tahu kalau aku disini?"

"Dari siapa lagi memangnya?" jawabnya ketus.

Sudah pasti dari Erna pegawai di toko ku. aku tersenyum samar tapi tetap diam membisu. Mas Alan memandang wajahku dengan kesal.

"Sebenarnya kamu kenapa Tari?! jangan membuatku bingung seperti ini!"

"Aku tidak apa-apa, bukankah mas lebih senang kalau aku diam dan tidak cerewet seperti biasanya?!"

Dia memang sering mengataiku cerewet, manja, hobi belanja dan segudang keburukan lainnya.

Mas Alan membuang napas kasar, ia seolah tidak mau duduk di bangku taman itu karena takut jas mahalnya kotor.

Aku sengaja duduk berlama-lama dan tidak menghiraukannya.

"Ayo kita pulang, kita bicara di rumah"

"Aku tidak mau mas, tidak ada yang perlu di bicarakan"

"Menurutku perlu Tari, aku mau tahu perubahan sikapmu ini dari mana atau kamu sedang kesambet apa?"

"Maaf mas aku harus kembali ke toko masih banyak pekerjaan" kataku sembari meraih tas tanganku dan berjalan meninggalkan Mas Alan yang semakin kesal padaku.

Melihat Mas Alan aku jadi teringat pesan singkat dari Larisa untuknya. aku kesal bukan main karena di belakangku ia bermain api. kalau saja ia terang-terangan padaku meminta pernikahan ini berakhir aku akan setuju. toh diantara kami hanya aku yang jatuh cinta padanya.

"Bu tadi ada pak Alan kemari nanyain ibu"

"Iya Er saya sudah bertemu" jawabku sembari menarik kursi dan duduk manis di depan komputer.

Aku mencari kesibukan agar tidak perlu pulang lebih awal karena sedang malas berada di rumah.

Drtttt ..drrrt...

Ponselku berbunyi ada panggilan dari ayah.

"Halo iya ayah?"

"Tari kapan pulang? kog kamu nggak datang menjenguk ayah?" suara ayahku di telepon terdengar parau. ku ingat wajah sepuhnya kini yang terlukis di benakku.

"Iya yah besok ya Tari akan pulang jenguk ayah"

"Sama suami mu kan?" tanya Ayah.

Aku terdiam sejenak, aku tidak tahu apakah mas Alan mau ikut ke rumah ayah atau tidak karena ia pasti sekarang sedang kesal padaku.

"Mas Alan kan sibuk di kantor yah, nanti kalau sempat Tari akan ajak mas Alan"

"Yasudah, ayah tunggu ya Tari"

Telepon dimatikan, aku menghela napas perlahan. ayahku memang sudah sepuh dan tinggal di rumah bersama ibu sambungku.

Aku anak tunggal dan kebetulan setelah menikah suamiku langsung membawaku ke rumah baru kami. kata suamiku tidak nyaman jika tinggal ikut orang tua.

Aku melirik jam tangan lalu memutuskan pulang ke rumah. Erna sudah pulang lebih dulu karena jam kerjanya dari jam sembilan sampai jam empat sore. sekarang sudah jam lima sore, pasti mas Alan sudah berada di rumah.

Dengaan ragu aku segera tancap gas untuk pulang. ku amati jalanan sore yang ramai lalu lalang dengan para pekerja kantoran yang baru saja pulang.

Dulu mas Alan sempat menawariku bekerja di perusahaannya tapi aku tidak mau. karena terikat jam kerja dan aku merasa bekerja kantoran bukan passion ku.

Tidak terasa mobilku sudah sampai di halaman rumah. aku lirik mobil mas Alan yang sudah terparkir dan sedang di bersihkan oleh pak Teddy.

"Sore Bu baru pulang?" sapa pak Teddy sembari membersihkan mobil agar terlihat selalu mentereng seperti pemiliknya.

"Sore pak, saya masuk dulu ya" kataku pada pak Teddy.

"Silahkan buk"

Aku memasuki ruang utama rumah besar kami.

"Tari!" suara Mas Alan terdengar memanggil begitu aku membuka pintu rumah.

"Iya mas"

"Kita bicara sebentar di samping" Mas Alan memegang secangkir latte sembari berjalan menuju halaman samping rumah yang asri dan bersih.

Aku sempat memandangi penampilan mas Alan yang selalu rapi meski di rumah. sore itu ia mengenakan kaos oblong hitam dan celana kain yang juga berwarna hitam. ku pandangi dari belakang kulit lehernya yang terlihat putih bersih.

"Duduk" perintahnya sembari melihat wajahku dengan ekspresi datar.

Aku duduk di hadapannya di kursi rotan sembari memandangi tanaman hijau dan mengalihkan pandanganku dari wajah tampannya.

"Sekali lagi mas tanya sama kamu ada apa sebenarnya? sikap mu ini tidak biasa Tari!"

Aku meliriknya tajam dan menahan air mata yang hampir menganak sungai di pipiku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!