Semuanya ramah begitupun Non Olivia

"Jadi anda, yang akan menjadi suster untuk anak saya?" tanya tuan Atmaja, sang pemilik rumah.

Aku mengerjapkan mataku berulang kali, sebab tatapan mata orang-orang yang ada di depanku ini sungguh tajam dan menindas, seketika hatiku takut.

"I- iya, Tuan! Saya yang di foto itu, nama saya Rengganis." jawabku terbata-bata.

Seketika aku menunduk begitu menyadari tuan Atmaja memperhatikanku, entah mengapa aku begitu tak nyaman.

"Kau sudah tahu tugasmu, kan? Sekarang beristirahatlah, benahi barang dan kamarmu. Besok kau sudah bisa mulai bekerja." Jelas sang mpunya rumah.

Aku mengangguk dan segera berdiri begitu kulihat wanita cantik yang menyambutku tadi menghampiriku sembari menepuk bahuku, wanita cantik itu berkata," Mari sus, saya antar ke kamar suster."

"Saya permisi, tuan!" ucapku pamit sembari membungkuk tanda hormat pada tuan Atmaja yang kini duduk sembari menyulut rokok.

Tuan Atmaja hanya mengangguk menanggapi ucapanku.

Rumah itu begitu besar dan luas, terbukti aku harus memutar beberapa kali hingga sampai ke kamar khusus pembantu, setiap pembantu memiliki kamar masing-masing.

Dimana kamar itu begitu resik meskipun kosong tak berpenghuni, kasur springbed dan lemari kayu dengan full kaca. Belum lagi, kamarku ini rasanya begitu luas.

"Silahkan istirahat, Sus! Besok saya akan menjelaskan semua pekerjaan Sus Rengganis, semoga betah ya, oya! Saya hampir lupa, nama saya Olivia, calon istri tuan Atmaja." Wanita bernama Olivia itu begitu ramah memperkenalkan dirinya, aku bahkan tak menyangka dirinya baru 'calon', sebab wanita ini begitu cantik dan elegan.

"Iya, Non Olivia. Terima kasih sambutan hangatnya, insyaallah saya akan betah dan bisa bertanggung jawab dengan pekerjaan saya." Sahutku meyakinkan.

"Ya sudah, istirahatlah! Besok baru kita bincang serius tentang pekerjaan, ya!"

"Ya, Non!" sahutku.

Akhirnya aku beristirahat penuh hari ini, begitu nyenyak tidurku karena tidur di kasur empuk.

Menikmati kemewahan ini, membuatku teringat akan anakku. Seketika nafasku sesak, mataku berembun. Apa mereka sudah makan? Apa mereka baik-baik saja kutinggal?

Tak lama, adzan isya berkumandang. Gegas ku bangun dan berwudhu.

Ku hamparkan sajalah dan ku panjatkan doa sertaku sematkan nama kedua anakku, luruh airmata ini disaat menyebut nama mereka.

Buah hatiku yang terpaksa berjauhan dariku, karena kerasnya hidup.

"Nanti aku akan meminjam hape sama Non Oliv buat hubungi Bu Sani, mau nanya kabar Yayan sama Ilham, Ya Allah Gusti!" gumamku sambil menangis tergugu diatas sajadah.

Tak lama, terdengar ketukan di daun pintuku. Gegasku buka walau tak ada suara orang memanggilku.

Dan mataku terbelalak saat melihat wanita paruh baya tersenyum padaku dan membawa sebuah nampan berisi nasi dan lauk pauk.

"Neng, ini jatah makan! Dari tadi mbok tungguin kenapa ga keluar, takutnya neng segan jadi sama mbok di ambilin. Ini, makanlah!" Ujar wanita itu, sungguh ramah dan aku dengan rasa segan mengambil nampan itu.

"Terima kasih, mbok! Nanti saya antar piringnya ke dapur." Sahutku.

"Iya, neng. Silahkan makan," tukas mbok itu sembari undur diri.

Di dalam kamar, aku makan dengan lahapnya. dalam beberapa menit saja semua hidangan itu ludes tak bersisa. Ku antar semua piring ke dapur dan ku cuci, setelahnya aku jejerkan di tempat piring.

Karena keadaan yang sudah sepi, akupun kembali ke kamar dan tidur.

****

Pagi sekali pukul 04.00 WIB, aku sudah bangun dan bergegas mandi. Karena kamar mandi ada di kamar masing-masing memudahkan aku dalam beraktivitas, terlebih aku yang menggunakan hijab.

Pagi itu aku mandi dan sholat subuh, memulai hari dengan memohon kelancaran segalanya pada sang Khalik.

Aku memilih menggunakan atasan dan rok saja yang kubawa dari kampung meski lusuh.

Setidaknya menutupi auratku.

Pukul 05.10 WIB, lonceng dapur berbunyi. Tandanya sarapan bagi para pekerja di rumah ini.

Aku keluar setelah sempat mengintip ke kiri dan kanan di depan pintu, aku takut mereka tak suka kehadiranku. Namun aku salah, para pekerja disini yang dominan wanita baik muda maupun berumur sepertiku begitu hangat menyambutku.

Banyak yang bertanya asal dan kenapa tak keluar makan bersama mereka semalam.

Ternyata semua pekerja mempunyai tugas masing-masing, ada yang menjadi penjaga binatang. Bahkan kucing dan anjing memiliki pengurus sendiri, ada yang bertugas memasak untuk keluarga Atmaja, ada yang bertugas memasak untuk pekerja dan ada yang tugas membersihkan rumah.

"Mbak jadi susternya Dinda, ya! Yang sabar ya mbak, karena Dinda itu anaknya ngambekan serta suka itu, eek sama kencing sembarang. Kadang sengaja sebelum pake pampers dia malah eek di lantai, udah banyak yang mundur jadi susternya. Moga aja Mbak Rengganis betah, ya! Ingat Mbak, bayarannya gede!" Celetuk pembantu yang sarapan bersamaku, Oni namanya bekerja di bagian bersih-bersih rumah utama, yaitu rumah Tuan Atmaja.

Aku hanya mengangguk sembari mencoba tersenyum," InsyaAllah ...." Gumamku.

Tepat pukul 07.00 WIB, Non Oliv mengetuk kamarku dan betapa terperanjatnya dia mengetahui aku tak menggunakan baju suster yang dia berikan.

"Sus, pake bajunya. Nanti Dinda ga kenal, dia suka marah kalau yang dekat dia bukan pake seragam suster." Protes Non Oliv begitu melihatku mengenakan baju lusuh.

"Tapi Non, bukannya saya ga mau pake. Seragam itu begitu sempit untuk saya," keluhku sembari menunduk.

"Okh, kekecilan ya! Sebentar, " ucap Non Oliv, dirinya pergi entah kemana dan tak lama kemudian kembali membawa enam stel seragam suster.

"Ini, Sus! Seharusnya cukup ya, soalnya ini ukuran paling besar XXL. Dan Sus pakailah make up tipis, janga begitu pucat begitu. Saya yang wanita aja ga suka pucat gitu, ayo Sus cepetan!" Ungkap Non Oliv sembari melirik ke jam tangannya terus.

Gegas aku mengganti bajuku dan mengoleskan sedikit lipstik yang kupunya.

"Nah, begitu! Let's go," pekik wanita muda itu.

*****

Kini, aku berada di sebuah kamar seperti kamar bayi, dengan segala mainan berserakan di lantai, mainan hiasan bayi menggantung di atas tempat tidur berukuran King di kamar ini.

Pertama kali kumasuk ke dalam kamar ini, kurapikan kamar dan mainan yang berserakan. Dan beberapa sudut kamar menguar bau pesing dan bercak air, seolah baru saja seseorang kencing di tempat itu.

Gegasku ambil kain pel dan dalam sekejap kamar itu rapi dan wangi.

"Lalu, dimana Dinda?"

Terpopuler

Comments

EnKaHa

EnKaHa

jadi penasaran sama dinda.

2023-04-12

0

Kariangau

Kariangau

kudu kuat lah ganiss

2023-04-06

0

Naraaulia

Naraaulia

semangat ganis, si tuan atmaja galak banget

2023-04-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!