Berangkat membawa asa.

Setelah dari rumah Bu Sani, aku mengajak kedua anakku ke pasar. mulanya mereka bingung, tapi kuyakinkan pada mereka bahwa aku mendapat rejeki tak terduga.

"Kita mau ngapain, bu?" tanya Ilham, anak bungsuku yang berumur delapan tahun.

Ku genggam erat tangan kedua buah hatiku dan Bang Rusdi. Yayan hanya terdiam tak berkata sepatah katapun.

"Kita mau belanja keperluan sekolah kalian dan makan enak. Sesekali makan daging atau bakso juga enak, kan! Daun ubi dipinggir rumah udh botak dipetik mulu sama ibu." ujarku mengajak keduanya bercanda.

"Ye ...., Ilham mau makan daging!" Ilham kegirangan sembari melompat-lompat, aku hanya bisa tertawa kecil melihat tingkah bungsuku itu.

"Ibu ga buat aneh-aneh, kan?" celetuk Yayan, remaja enam belas tahun itu dapat membaca ketidak wajaran dari sikapku.

kupaksa tersenyum, meski getir. Meskipun diri ini tak melakukan perbuatan tercela, tapi meninggalkan mereka berdua membuatku susah bernafas karena sesak sekali dada ini.

"Ga kok, ini uang halal. Ibu ga mungkin memberi makan kalian uang haram. InsyaAllah halal," sahutku.

Hari itu kami makan bakso bersama, kubiarkan anakku memesan sampai masing-masing dua mangkuk dan membungkusnya lagi untuk makan nanti malam di rumah.

"Ini enak, bu! Ilham suka sekali," celoteh bungsuku itu.

Tak lupa kubelikan seragam sekolah yang baru, sepatu dan tas. Juga beberapa lusin buku tulis, saat kami melewati toko perabot. Yayan terpaku di depan toko sambil menyeka airmatanya.

Aku tahu anakku kenapa, dirinya teringat akan almarhum ayahnya. Dulu setiap kami berkeliling pasar, anak-anak selalu membeli celengan plastik di toko ini. Ayahnya ingin mereka jadi anak yang rajin menabung. Tak sampai enam bulan, mereka selalu membeli tabungan baru karena tabungan lama sudah penuh.

Gegas kuhampiri anak sulungku, kudekap dirinya.

"Yayan ga apa-apa kok, bu! Yayan hanya teringat bapak." celos anak sulungku itu, suaranya bergetar.

"Sudah, nak! Ikhlaskan bapakmu, perbanyaklah berdoa untuk bapak, ya!" Imbuhku mencoba menguatkan sulungku ini.

Yayan mengangguk dan kami kembali pulang ke rumah.

Malamnya, aku memanggil kedua anakku untuk duduk di teras. Aku ingin memandang langit bersama mereka, kebetulan malam ini malam purnama. Bulan begitu indah dan terlihat bulan sempurna, dimana bintang terhampar memenuhi langit.

"Ada apa, bu?" tanya Yayan sembari duduk disampingku.

"Iya, ibu ini aneh! Katanya suruh kita sekolah, tapi kok jam segini malah ngajak duduk di teras." Celoteh sang bungsu, Ilham.

"Sini, duduk dipangku ibu." Ujarku.

Sontak saja Ilham naik kepangkuanku, akupun merangkulnya manja.

"Ini, uang buat bayar sekolah Yayan. Lunasi, ya. Jadi Yayan bisa sekolah dengan tenang, mulai sekarang ga akan ada kata terlambat untuk bayaran." Kataku lembut sembari menyerahkan sejumlah uang di amplop putih pada anak sulungku.

"Kenapa ga ibu aja besok ke sekolah?" tanya Yayan, matanya menatap tajam padaku. Seolah merasakan ada sesuatu.

Aku hanya tersenyum dan kemudian berkata," Ibu ga bisa, nak!"

"Kenapa?" tanyanya lagi.

"Mulai besok ibu akan bekerja, jadi ga bisa terus ada di rumah bersama kalian." Jawabku mencoba anak-anakku ini mengerti.

"Bekerja? Bekerja dimana, bu?" Yayan tak henti-hentinya bertanya.

"Yan, Yayan udah besar. Tentunya paham akan kondisi kita yang sungguh prihatin ini. Ibu ga bisa terus menerus berdiam diri. Ibu harus bekerja, itu juga demi masa depan kita. Dan ibu mohon, Yayan dan Ilham menjadi anak yang mandiri dan pintar. Sekolah yang sungguh-sungguh, ingat apa perkataan bapak. Almarhum ingin kalian menjadi orang sukses, jadi kali ini ibu akan ke Jakarta, bekerja. Setiap bulan akan mengirim uang dan nanti kalian harus manut ya ke Bu Sani, dia berjanji akan menjaga kalian." Jelasku panjang lebar.

Yayan dan Ilham terdiam, kini keduanya memelukku erat.

"Yayan sudah menduga ibu akan pergi jauh, makanya bawa kami makan enak! Padahal ibu ga usah kemana-mana, biar Yayan yang cari kerja." Ucap Yayan sembari menangis dalam pelukanku, suaranya bergetar menahan isak tangisnya.

Sedang Ilham meraung dalam pelukanku.

"Ilham ga pengen makan enak kalau tahu ibu pergi, Ilham milih makan daun singkong aja ga apa-apa. Ilham ga sekolah juga ga apa-apa kok, bu!" ujar bungsuku dalam sesegukannya.

"Tak apa, nak! Doakan ibu, dan jadilah anak-anak yang mandiri. Ingat, jangan bolos sekolah! Bila ada sesuatu, sampaikan pada Bu Sani." pesanku malam itu.

Kami menangis sembari berpelukan. Tantangan hidup yang begitu besar membuatku harus berani melangkah.

Meninggalkan anak yang menjadi hartaku dan menginjakkan kaki di kota besar yang begitu asing bagiku.

Keberangkatanku pagi itu diantar Bu Sani dan kedua anakku. Yayan dan Ilham, mata mereka memerah tanda banyak menangis melepas kepergianku. Kutitipkan sejumlah uang pada Bu Sani agar Yayan dan Ilham dapat mengatur uang jajan dan resiko perhari. Jadi seharinya Bu Sani akan memberi uang lima puluh ribu pada Yayan, diluar uang jajan sekolah mereka.

Tepat pukul satu siang, aku sampai di terminal kota dan telah di jemput pihak yayasan yang merupakan kantor tempat Bu Sani bernaung.

Dua hari aku diberi pelatihan dan di hari ketiga, barulah aku diantar ke rumah megah layaknya istana. Halamannya luas dan penuh dengan bunga, pintunya besar layaknya gerbang.

"Silahkan masuk," sambut seorang wanita cantik berpakaian mewah yang telah berdiri di depan pintu seolah menyambut kedatanganku.

Aku menunduk dan tersenyum.

"Duduk dulu," Lanjut wanita itu begitu ramah mempersilahkan aku duduk di sofa empuk nan tinggi menjulang.

Tak lama, dari arah tangga yang berukuran indah. Turunlah seorang lelaki berumur dengan rambut putih berubah namun karisma pemimpin terlihat di wajahnya.

"Jadi anda suster untuk Dinda?" tanya pria itu memastikan, dirinya mencocokkan foto yang terkirim disebuah benda pipih yang dipegang wanita tadi dengan rupaku saat ini.

Terpopuler

Comments

EnKaHa

EnKaHa

ngelamar jadi suster nih ceritanya? Disinikah awal semuanya?

2023-04-12

0

Kariangau

Kariangau

kamu harus menjadia anak anak mandiri yayan dan ilham

2023-04-05

0

Nara

Nara

sekolah yang benar Yan,,jangan jadikan sia" pengorbanan ibu dengan pergi bekerja dan jauh dari kalian🥺

2023-02-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!