Pagi sekali Viana terbangun setelah mendapati Willy mengigau di saat tengah tertidur.
“Hmm...mama...mama jangan tinggalin Willy ma..huuu.”
Willy bocah berusia 5 tahun itu terus mengigau sambil menangis. Viana pun mencoba membangunkan Willy dari tidurnya.
“Willy sayang, bangun dek. Kak Via ada disini kakak tidak kan ninggalin Willy kakak janji.”
Viana pun menyentuh dahi Willy yang basah oleh air keringat. Dan mengelapnya.
“Ya Tuhan, Willy panas sekali. Apa yang harus ku lakukan?”
Viana pun beranjak mengambil baskom kecil dan handuk kecil yang biasa ia gunakan. Lalu menuang air dari termos yang masih panas dan mencampurkannya dengan air hangat.
Setelah di rasa cukup, Viana pun menuju ke tempat Willy yang masih terbaring di atas kasur lantai yang sudah lusuh. Kemudian mencelupkan handuk kering itu ke dalam air hangat yang ia bawa. Lalu menempelkan ke dahi Willy.
“Kak Via, Willy kenapa?” tanya Aisyah sambil mengucek-ngucek matanya khas bangun tidur.
“Willy sakit Ai, tolong bangunkan Tino untuk bersiap-siap. Kalau sampai siang panas Willy belum juga turun, terpaksa kita harus membawanya ke rumah sakit,” ujar Viana dengan nada risau dan khawatir.
“Baik kak.”
Aisyah gadis perempuan berusia 14 tahun itu segera membangunkan Tino, bocah laki-laki yang berusia 1 tahun lebih tua di atasnya.
“Tino, bangun. Willy sakit Tino.”
“Apa Willy sakit?”
Tino pun segera bangun untuk memastikan apa yang Aisyah ucapkan itu benar.
“Kak Via , kenapa Willy bisa sakit?” tanya Tino seraya mendekat.
“Kakak juga tidak tahu, Tino bersiaplah. Kita akan membawa Willy ke klinik kesehatan. Tepat jam 7 pagi nanti,” perintah Viana kepada Tino.
“Baik kak.”
“Aisyah, tolong jaga Willy sebentar. Kakak akan masakan nasi untuk sarapan kita nanti. Dan jangan berisik, biarkan Rosy dan Roby tidur sebentar lagi.”
“Baik kak Via.”
Di dalam rumah sederhana itu, Viana dan kelima anak asuh yang ia rawat hidup secara bergotong royong dan saling menyayangi. Seperti di saat mereka sakit, Viana akan menjadi seorang ibu yang akan merawatnya. Dan akan menjadi seorang ayah yang menegur, jika mereka melakukan salah.
Meski belum pernah berumah tangga, namun Viana mampu menjalankan perannya sebagai orang tua dengan baik. Karena Viana merasa kasihan dan berharap kelak anak-anak itu memperoleh haknya untuk hidup dan berbahagia meski nyatanya kehadiran mereka tidak pernah orang tuanya harapkan.
Viana pun mengisi wadah magicom dengan beras dan air. Lalu memasukan wadah yang sudah berisi beras dan mulai menyalakan penanak nasi itu.
Kehidupan di metropolitan yang serba mahal. Dan pekerjaan yang sulit di dapat apalagi ia hanya lulusan SMP membuat Viana terpaksa menjalani pekerjaan lewat jalur pintas. Yaitu menjadi penjambret. Mengikuti ayah angkatnya meski sang ayah sudah melarangnya.
Karena Viana harus memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Membayar air dan listrik yang sudah menunggak selama 3 bulan. Beruntung hasil jambretnya kemarin bisa melunasi tunggakan yang sudah menggunung dan untuk membeli bahan kebutuhan pokok sehari-hari.
Setelah selesai membersihkan dapur, Viana kembali ke ruang depan dimana ia dan anak-anak yang lain tidur bersama.
“Kak Via! Kak Via! Willy kejang kak!” teriak Aisyah dari dalam.
“Apa?!”
Viana pun berlari menuju tempat Willy yang terbaring kaku. Mulutnya berubah warna menjadi biru, tangannya menggenggam kuat-kuat tangannya seolah tengah menahan rasa sakit.
“Willy! Willy sadar dek, ini kak Via. Kita berobat ya, Tino cepat siapkan sepeda kakak. Kita harus segera membawa Willy ke klinik,” titah Viana dengan tenang meski hatinya sendiri sudah khawatir dan panik.
Namun Viana harus menjaga perasaan adik-adik asuhnya yang lain agar tidak ikutan panik. Sekuat hati Viana menahan derai air matanya agar yang menerobos tanggul pertahanannya.
“Aisyah, jaga adik-adikmu yang lain. Mandikan mereka seperti biasa. Terus jangan lupa sarapan, kakak sudah masak nasi dan telor dadar untuk kalian.”
“Baik ka, hati-hati di jalan,” sahut Aisyah.
Tino pun memboncengkan Viana yang menggendong Willy di pangkuannya. Namun tenaga Tino ternyata tidak sekuat itu, terpaksa Viana harus menggantikan Tino untuk mengayuh sepeda bututnya.
“Kamu bertahan ya Tino, kak Via akan ngebut."
“Siap kak.”
Tak lama sepeda yang Viana kayuh sampai di sebuah klinik, Viana langsung mengambil alih Willy dan membawanya untuk berobat ke dalam klinik itu.
Sementara dokter memeriksa Willy, Viana dan Tino menunggu di luar ruangan itu.
“Keluarga dek Willy.”
“Saya.” sahut Viana seraya mengajak Tino untuk ikut masuk ke dalam.
“Apa yang terjadi dengan adik saya dok? Kenapa kulitnya sampai membiru seperti itu?” tanya Viana sambil terisak.
“Maaf dengan berat hati saya ucapkan sebenarnya, bahwa adik anda mengalami gagal ginjal. Dan warna biru pada kulit itu di sebabkan racun dalam pembuluh darah yang tidak bisa di saring dengan baik oleh ginjal dan akhirnya menumpuk. Karena itu saya anjurkan untuk segera menjalani serangkaian operasi untuk mengoptimalkan fungsi ginjalnya kembali.”
“Apa?! Operasi dok?”
Viana nampak ling lung mendengar penuturan sang dokter itu. Untuk biaya kehidupan sehari-hari saja begitu sulit, apalagi untuk biaya operasi. Penghasilan jambretnya hanya mampu untuk menutupi kebutuhan harian. Sedangkan operasi membutuhkan biaya yang tak sedikit.
“Iya operasi, saya akan berikan surat rujukannya ke rumah sakit daerah karena klinik ini tidak mempunyai alat yang memadai untuk proses penyembuhan selanjutnya.”
“Baik dok.”
Viana menatap kosong kearah kertas yang di berikan oleh dokter barusan. Pandangannya pias seolah nyawanya ikut terlepas.
Bocah Bule yang ia asuh sedari umur 2 tahun itu kini nampak tidak berdaya dan terbaring lemah di atas brankar klinik itu. Kulitnya yang sudah putih semakin memucat. Selang infus menancap di lengannya, dan selang oksigen yang menutup sempurna indra penciumannya. Hati Viana begitu sakit melihatnya.
Viana meminta ijin untuk merawat Willy di klinik karena ia belum mempunyai uang untuk biaya operasi.
“Kak, apa yang harus kita lakukan?” tanya Tino yang sedari tadi memilih diam dan mendengarkan.
“Tino, Kamu jaga Willy dulu ya, kakak akan pergi keluar sebentar.”
“Baik kak Via.”
Viana pun beranjak keluar ruangan klinik itu. Fikiran gadis berusia 26 tahun itu nampak buntu. Sepertinya kali ini ia harus melakukan hal besar. Karena hasil jambretnya pun tak mungkin bisa membiayai operasi Willy.
TBC
Apa yang akan Viana lakukan selanjutnya? Jangan lupa subcribe ya..😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Rhmad Flash
bgs banget tor ceritanya.
2024-04-06
1
Sena judifa
like, fav, rate mendarat salam dari muara cint kita thor
2023-10-11
2
nowitsrain
😭😭 Kasian Willy, masih sekecil itu
2023-09-30
1