Malam semakin larut, udara sekitar terasa semakin dingin. Saat seperti ini apa yang biasa dilakukan oleh pasangan pengantin baru? Jawabannya adalah belah duren.
Agus duduk ditepi ranjang, dia tengah menunggu Dinda keluar dari dalam kamar mandi. Sudah hampir setengah jam Dinda mengurung diri di dalam ruangan berukuran 2x3 meter itu, entah apa yang sedang dia lakukan di dalam sana.
Klak,,,,,
Suara pintu kamar mandi terbuka, Dinda keluar dari dalamnya. Dia memegangi perutnya yang mengalami kram dan sedikit sakit.
"Kenapa dengan perutmu?" Tanya Agus.
"Kram dan sakit, ini hari pertama aku mendapatkan menstruasi bulan ini," sahut Dinda lemas.
Semangat Agus memudar, dia terpaksa harus menunda impiannya untuk melakukan belah duren malam ini. Agus sendiri merasa heran, kenapa dari sekian banyak hari, Dinda harus mendapatkan menstruasi dihari ini. Bertepatan dengan hari pernikahannya alias malam pertama mereka berdua.
Dalam hati Dinda berjingkrak kegirangan, akhirnya untuk beberapa hari ke depan dia aman dari terkaman harimau tua itu. Kebetulan juga, Dinda memang belum siap untuk melakukan hubungan istimewa dengan suaminya.
Kring... Kring... Kring...
Ponsel milik Agus berdering, dia langsung mengangkat telfon itu yang ternyata berasal dari orang rumah. Sepertinya telah terjadi sesuatu yang tidak beres dirumah itu, sampai-sampai mereka menelfon tengah malam begini.
"Hallo, ada apa?" Agus to the poin.
"Tuan Axel keluar kabur dari dalam kamar, dia mengamuk dan mencoba membakar rumah," sahut salah seorang penjaga keamanan di rumah Agus.
Agus mengepalkan kedua tangannya, dia kesal karena putranya telah bertindak bodoh dan gila. Emosi di dalam diri Agus memuncak, dia ingin menemui Axel dan memberinya sebuah pelajaran.
Melihat raut wajah Agus yang berubah, Dinda merasa khawatir. Terlebih, hari ini Axel tidak hadir dalam acara. Pasti sesuatu telah terjadi pada anak tirinya itu.
"Ada apa?" Dinda penasaran.
"Kemas semua barang-barang mu,malam ini juga kita harus pergi ke rumahku," perintah Agus.
Dinda menuruti perintah Agus, dia langsung mengemas barang-barang miliknya ke dalam koper lalu berpamitan pada kedua orang tuanya.
Kedua orang tua Dinda merasa berat melepas putri semata wayangnya pergi, tapi apa mau dikata? Setiap anak perempuan yang telah menikah akan langsung menjadi hak milik suaminya.
Laras menggenggam tangan suaminya erat, dia terus memandangi mobil yang membawa Dinda pergi hingga hilang ditelan perempatan jalan.
***
Tiba di rumah besar milik Agus, Aroma bensin tercium begitu menyengat dimana mana. Dinda yang tak tahan mencium aromanya langsung menutup lubang hidungnya rapat-rapat.
Agus dan Dinda masuk ke dalam rumah beriringan, lengkap dengan pakaian pengantin yang masih mereka kenakan. Melihat hal itu rasa sakit di dalam hati Exel membuncah, dia kembali mengamuk dengan menendang barang-barang yang ada di sekitarnya.
Plak... Plak...
Agus menampar pipi putranya dua kali, membuat benda kenyal tanpa pori-pori itu memerah dan sedikit keunguan.
"Dasar anak durhaka, setelah apa yang aku lakukan untuk hidupmu ini balasan mu padaku?" Agus melotot. Biji matanya hampir keluar dan loncat dari tempatnya.
Axel terdiam, dia tidak berani lagi berbicara apa lagi bergerak. Dia diam bukan karena takut, tapi karena sedang menahan rasa sakit yang teramat sangat di kedua pipinya.
Dua orang pengawal kepercayaan Agus semakin mengencangkan genggaman pada lengan Axel. Mereka mengantisipasi kalau-kalau Axel membalas perbuatan kasar Ayahnya dan menyerang balik.
"Kalau kamu memang sudah tidak mau tinggal di sini, pergi saja dari rumah ini!" Amarah di dalam hati Agus sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Sampai-sampai dia khilaf dan mengusir anak semata wayangnya dari rumah.
Rumah yang dulu sejuk dan penuh ketenangan,kini berubah panas bak neraka. Semua karena seorang perempuan bernama lengkap Dinda Kanya Dewi. Sungguh, Dinda merasa tidak enak hati kepada pasangan anak dan Ayah itu. Dia ingin memperbaiki hubungan keduanya, tapi bagaimana caranya?
"Pak, kendalikan amarahmu,"Dinda menyentuh punggung bagian belakang Agus dan menatap pria itu dengan tatapan berkaca kaca.
"Bapak akan menyesal kalah Axel benar-benar pergi dari rumah ini. Ingat Pak, anak adalah harta paling berharga bagi orang tua,"
Agus menarik nafas panjang nan berat, dia mencoba mencerna nasihat yang baru saja diberikan oleh istri kecilnya. Apa yang dikatakan Dinda memang benar adanya, kehilangan anak sama halnya dengan kehilangan aset berharga dalam hidup ini.
"Masukan Axel ke dalam kamar. Jaga dia dengan baik, jangan sampai kabur lagi," perintah Agus pada kedua pengawal pribadinya.
Lagi, Axel diseret paksa menuju kamarnya. Dia menatap Dinda dengan tatapan penuh emosi dan rasa benci. Membuat sekujur tubuh Dinda terasa lemas dan merinding ketakutan.
***
Agus mengajak istrinya masuk ke dalam kamar mereka. Kamar yang ukuranya jauh lebih besar dan lebih mewah dari kamar milik Dinda. Meski pernah datang ke rumah itu, ini adalah kali pertama Dinda masuk ke ruang pribadi Agus suaminya.
Agus duduk lemas di atas sofa, dia menyandarkan tubuh lelahnya sambil memejamkan kedua mata. Dari raut wajahnya, terlihat jelas jika adus sedang merasa tertekan dan sedikit frustasi.
Mendidik anak laki-laki memang tidak mudah, mereka lebih sulit dikendalikan dari pada anak perempuan. Agus paling tidak bisa bersabar dan mengendalikan emosinya, untungnya Dinda adalah sosok wanita yang bisa melengkapi kekurangannya itu.
"Mau aku buatkan teh?"
"Tidak perlu, duduklah di sini," Agus menepuk sofa kosong di sebelahnya.
Dinda duduk di sebelah Agus, tiba-tiba saja pria itu berbaring dan meletakan kepalanya di pangkuan Dinda. Dinda sedikit risih, tapi dia tidak boleh menolaknya. Bagaimanapun dia adalah suaminya, dan saat ini dia sedang membutuhkan ketenangan darinya.
"Apa kamu takut padaku?"
"Tidak. Kenapa juga aku harus takut padamu?"
"Jika sedang marah, aku terlihat seperti monster yang menakutkan bukan?"
"Setiap orang yang sedang marah, pasti akan menunjukan wajah yang menakutkan. Tapi bukan berarti kalau orang itu telah berubah seperti monster,"
"Maafkan aku, karena aku sering marah-marah di depanmu.Aku harap, kamu tidak perlu merasa bersalah atas apa yang terjadi antara aku dan putraku."
Dinda terhenyak, dia baru tau kalau Agus adalah sosok pria yang perhatian dan peduli pada orang lain. Rupanya Agus tidak seburuk yang Dinda bayangkan. Tapi, kenapa Axel terlihat sangat membenci Agus? Apa benar hanya karena Agus telah menikahi mantan kekasih yang masih dicintainya saja?
Tanpa sadar, tangan kanan Dinda bergerak maju menyentuh kepala Agus. Dinda mengusap rambut Agus dengan begitu lembut dan perlahan. Agus kembali menutup kedua matanya, merasakan kenyamanan di setiap sentuhan Dinda.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments