Hari yang paling di tunggu-tunggu oleh Agus tiba, yaitu hari dimana dia akan menikahi Dinda wanita pujaan hatinya.Jangan ditanya bagaimana perasaan pria itu saat ini, senang, deg-degan, semua campur aduk menjadi satu.
Ini bukan kali pertama Agus menikahi seorang gadis, dia juga pernah melakukannya dulu dengan Ibu dari putranya Axel. Tapi dulu dan sekarang berbeda, meski sama sama semangatnya.
Pagi hari, dikamarnya. Agus telah berdandan rapih, mengenakan setelan jas dan peci berwarna hitam. Tak lupa dia mengenakan sepatu kulit dan jam tangan mewah untuk menambah kesan tampan serta gagah.
Tiba-tiba, Axel menerobos masuk ke dalam kamar Ayahnya. Dia mencoba menggagalkan rencana Agus untuk menikah dengan Dinda mantan kekasihnya. Axel mengamuk, mengacak-acak isi kamar Agus sambil terus mengomel tidak jelas.
"Ayah, aku tidak terima Ayah tetap nekat menikahi Dinda!" oceh Axel dengan nada tinggi. Wajah Axel memerah, urat-urat besar di lehernya terlihat menonjol sempurna.
"Memangnya kenapa kamu tidak terima? Toh Dinda mau dinikahi oleh Ayah," celetuk Agus penuh percaya diri.
Tapi kenyataanya begitu, Dinda terlihat suka rela menikahi pria yang jauh lebih tua darinya. Pria itu adalah Agus, Ayah dari mantan kekasihnya.
"Aku masih mencintainya Ayah, mengertilah pada perasaanku ini," Axel mulai mengiba dan memasang wajah putus asa. Dia terus berusaha sambil berharap Agus menyerah, tapi sayang usahanya itu tidak akan membuahkan hasil.
"Tapi dia sudah tidak mencintai kamu. Dari pada kamu terus berharap, lebih baik kamu buka hatimu untuk wanita lain!" Ucap Agus lantang. Dia tidak mau kalah dengan putranya sendiri.
"Ayah egois! Axel benci pada Ayah!" Maki Axel.
"Pengawal...." Teriak Agus lantang. Dua orang pria bertubuh tinggi besar dengan pakaian serba hitam langsung datang menghadapnya.
"Kurung bocah tengik ini kedalam kamarnya. Beri dia pengawasan ketat, jangan sampai dia keluar dari dalam kamar dan membuat keributan lagi," perintah Agus.
"Siap bos!" Sahut dua pengawal itu kompak.
Axel ditangkap, dia diseret dan di masukan ke dalam kamarnya. Tidak ada yang perduli dengan teriakan Axel yang meronta seperti cacing kepanasan, tubuhnya yang langsing tidak bisa memberikan perlawanan yang berarti pada dua pengawal Ayahnya. Jika sudah seperti ini, tidak ada yang bisa Axel lakukan selain menangis menahan rasa kecewa.
Tidak ada yang boleh membuat perkara dihari bahagia Agus,termasuk Axel. Agus benar-benar telah dibutakan oleh cintanya pada Dinda, sampai-sampai dia tidak memperdulikan perasaan Anak kandungnya sendiri.
***
Di dalam kamarnya, Dinda baru saja selesai dirias. Dia terlihat cantik dan elegan dalam balutan kebaya berwarna putih tulang. Saking cantiknya, Laras sampai pangling melihat putrinya sendiri.
Sementara itu di balik pintu kamar Dinda, Arip terus menangis. Dia merasa sedih karena putri semata wayang mereka akan menikah dan pergi meninggalkan rumah. Rasanya baru kemarin dia mengantar Dinda masuk gerbang TK, waktu memang begitu cepat berlalu.
"Ibu, Ayah mana?" Dinda mencari-cari keberadaan Ayahnya yang sejak tadi menghilang entah kemana.
"Dia sedang menangis dibalik pintu," Laras sedikit menahan tawa.
"Ajak dia ke sini," pinta Dinda.
Laras menghampiri Arip dan menggandengnya masuk ke dalam kamar putrinya. Awalnya mereka hanya berpelukan saja, tapi lama-lama mereka tak bisa menahan haru dan menangis bersama.
"Kamu jangan ikut menangis, nanti riasan di wajahmu luntur bagaimana?" Laras menyeka air mata Dinda dengan dua buah lembar tisu.
Suara petasan menggema, pertanda kalau mempelai wanita pria telah tiba. Arip dan Laras langsung keluar rumah untuk menyambut kedatangan mempelai pria beserta rombongannya. Sementara Dinda tetap berada di dalam kamarnya.
Dinda mengamati kamar pengantinnya yang telah dihiasi oleh puluhan bunga mawar berwarna putih. Baunya khas aroma pengantin baru, lembut dan menyenangkan. Akan lebih menyenangkan lagi kalau Dinda bisa menikah dengan pria yang dia cintai.
Ayolah Dinda, kamu tidak boleh mengeluh. Mengeluh hanya berlaku untuk perempuan lemah, sedangkan kamu adalah perempuan yang kuat dan penuh semangat.
Pikiran Dinda tiba-tiba melayang jauh ke angkasa, memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya dimalam pertama nanti. Bolehkah dia menolak jika diminta untuk melayani suaminya? Jujur saja, Dinda belum siap untuk melakukan kegiatan panas itu malam ini.
Selama berpacaran dengan Axel, Dinda sangat menjaga jarak aman. Jangankan berpelukan, bergandengan tangan saja tidak. Apa dia bisa melayani Pak Agus dengan baik? Sementara setitik cinta di hatinya untuk pria tua itu saja tidak ada.
Laras kembali masuk kedalam kamar, dia menggandeng putrinya keluar untuk menemui calon suaminya.
"Apa kamu deg-degan?" Tanya Laras.
"Sedikit," sahut Dinda pelit.
"Dibawa santai saja ya," Laras menyunggingkan senyum kecil.
Santai? Dinikahi pria tua yang tidak pernah dicintai olehnya bagaimana aku bisa santai? Saat ini aku rasanya seperti mau pingsan dan tidak ingin bangun lagi.
***
Akad nikah selesai, Dinda dan Agus telah resmi menjadi suami istri. Saatnya bagi kedua mempelai untuk berdiri di pelaminan dan menyalami tamu undangan yang hadir untuk menghormati acara pernikahan mereka.
Pesta pernikahan Dinda dan Agus di gelar meriah, keluarga mereka mengenakan jasa wedding organizer dan Catering terbaik di kota. Para tamu undangan menatap takjub, apa lagi Arip dan Laras mengundang penyayi dangdut ternama untuk menghibur tamu-tamu yang datang.
Irene datang ke pesta bersama Cecil, salah satu perwakilan dari teman-teman kerja Dinda yang tidak bisa hadir. Mereka mendelik kaget saat tau pria yang dinikahi oleh Dinda telah berumur. Umurnya bahkan sepantaran dengan Ayah mereka.
"Apa kita tidak salah lihat?" Bisik Irene ditelinga Cecil.
"Stttttt..... Jangan banyak bicara, jodoh orang memang tidak ada yang tau," bisik Cecil balik.
Irene dan Cecil naik ke pelaminan,mereka menyalami pengantin sambil memberikan banyak amplop titipan.
"Terimakasih ya, sudah berkenan hadir ke acara ku," ucap Dinda pada kedua temannya.
"Semoga samawa ya, dan bisa segara mendapatkan momongan," Irene menepuk pundak Dinda pelan.
"Silahkan, dinikmati dulu makanannya," Dinda menunjuk ke arah meja prasmanan.
Irene mengajak Cecil menuju meja prasmanan untuk mencicipi hidangan yang telah dipersiapkan oleh si pemilik hajat. Irene yang doyan makan, langsung berbinar binar melihat puluhan makanan enak yang berjajar di atas meja prasmanan.
"Ngomong-ngomong, kenapa harus menikah dengan pak Agus ya? Seperti tidak ada yang seumuran saja. Apa karena orang tua itu kaya? Setahuku Dinda bukan wanita matre," celetuk Cecil asal.
"Berhenti membicarakan orang, lebih baik sekarang kita makan," Irene menyodorkan sebuah piring kosong lengkap dengan sendok dan garpu.
"Ah, kamu ini pikirannya hanya makanan saja!" Gerutu Cecil kesal.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments