Pagi pagi sekali, Dinda datang berkunjung ke rumah calon suaminya. Dia langsung pergi ke dapur, memasak aneka makanan lezat khas Nusantara dengan bantuan seorang asisten rumah tangga.
Ningrum namanya, usianya beberapa tahun lebih muda dari Dinda. Agung sengaja memperkerjakan ART berusia muda agar bisa menjadi teman ngobrol Dinda saat sedang berada dirumah.
Agung memang perhatian. Berbeda dengan Axel yang sedikit galak dan kasar, Agung terlihat lebih hangat dan ramah. Hanya perbedaan usia saja yang mencolok, selebihnya Dinda dan Agung sepertinya cocok menjadi sepasang suami istri.
Sekilas tentang Agung. Meski sudah berumur, rambut Agung belum ditumbuhi uban. Bentuk tubuhnya masih terlihat bagus karena rajin berolahraga dan selalu menjaga makanan dan minuman yang dia konsumsi. Wajahnya hampir mirip dengan Axel, serta sama sama tampan.
Setelah satu jam berkutat di dapur, Dinda berhasil memasak menu sarapan yang enak. Dia langsung naik kelantai atas rumah besar tersebut untuk membangunkan Agung dan Axel, baru saja hendak berteriak kedua pria itu sudah keluar dari dalam kamar masing masing.
"Pagi sayang," sapa Agus ramah.
Untuk pertama kalinya, Agung memberanikan diri untuk memeluk dan mengecup kening Dinda. Meski sedikit kaget, Dinda mencoba untuk bersikap santai dan menikmati perlakuan manis dari calon suaminya.
Jujur saja, itu kali kedua Dinda disentuh oleh pria. Pria pria beruntung itu adalah Axel, kemudian Agung Ayah dari Axel. Semoga dua pria itu bisa berhenti bertengkar, karena Dinda merasa takut sekaligus jengah melihatnya.
"Pagi, ayo kita sarapan bersama. Aku sudah memasak banyak makanan enak di meja makan," ajak Dinda sambil menyunggingkan senyum kecil.
Berusaha bersikap ramah dan menyenangkan itu tidak enak, andai saja kedua orang tua Dinda tidak meminta Dinda untuk mengunjungi rumah Agus supaya beramah tamah, Dinda pasti tidak akan mau berkunjung ke sana.
"Kalian makan saja berdua,baku sudah kenyang," sambung Axel. Wajah pria itu terlihat judes, sama seperti kemarin.
"Axel, jaga sikapmu. Dinda adalah calon Ibu tiri mu," Agus menasehati putra semata wayangnya.
"Sampai kapanpun aku tidak akan mau mengakui Dinda sebagai Ibuku. Aku tidak akan mengizinkan kalian berdua untuk menikah!" Bentak Axel.
Setelah mengatakan kata kata pedas, Axel kembali masuk kedalam kamarnya sambil membanting pintu dengan keras. Dinda merasa tersinggung, dia merasa kehadirannya dirumah itu tidak diharapkan. Hanya Agus saja yang menyambutnya dengan baik dan hati senang.
Di meja makan, Dinda terus memasang wajah murung. Dia membayangkan betapa rumitnya rumah tangga mereka kelak jika Axel belum juga mau menerimanya sebagai Ibu tiri.
Haruskan rencana pernikahan ini diakhiri? Lalu bagaimana nasib Ayahnya kedepannya?
Dinda terus mengaduk aduk sepiring nasi dan sayur di atas piring tanpa memakannya sedikitpun. Melihat hal itu Agus jadi berpikir kalau mood Dinda terganggu karena sikap kasar putranya.
"Maafkan anakku. Sebenarnya dia anak yang baik, hanya kurang perhatian saja. Ibunya sudah meninggal sejak dia masih kecil," ucap Agus.
"Tidak apa apa, aku bisa mengerti kok," sahut Dinda.
"Soal hubungan kalian di masa lalu, sudah benar benar berakhir bukan? Maksudku kamu tidak lagi memiliki perasaan kepada anakku?" Tanya Agus.
"Anda tenang saja Pak, aku tidak memiliki perasaan apapun padanya," Dinda mencoba meyakinkan pria tua yang sebentar lagi menjadi suaminya.
Dari jauh, Agus melihat Axel menyeret sebuah koper berukuran besar. Sepertinya pria muda itu akan pergi melarikan diri dari rumah.
Buru buru Agus mengejar putranya dan menahan kepergiannya. Sementara Dinda menyusul Agus dengan langkah pelan.
"Mau kemana kamu?" Tanya Agus.
"Jika Ayah tetap nekat menikahi Dinda, maka aku akan pergi dari rumah ini!"
"Kamu mau mengancam Ayah? Kalau mau pergi ya pergi saja, tapi serahkan semua fasilitas yang telah Ayah berikan padamu,"
"Maksud Ayah?"
"Berikan kartu ATM milikmu, kunci mobil dan uang tunai yang kamu miliki saat ini,"
Axel tak bergeming, dia memasang wajah bingung. Bagaimana bisa dia hidup diluar rumah tanpa semua itu? Pria tua itu benar benar keterlaluan,bisa bisanya dia tega melakukan hal itu pada putranya sendiri.
"Kenapa diam? Ayo kembalikan semuanya kepada Ayah," Agus menengadahkan tangan kanannya.
Axel menendang lantai tempat kakinya berpijak berkali-kali, kemudian dia kembali menyeret kopernya dan masuk kedalam rumah. Melihat hal itu Agus hanya bisa memencet kepalanya yang terasa pening dan pusing karena ulah anaknya yang kekanak-kanakan.
Karena seorang gadis, hubungan anak dan Ayah menjadi tidak harmonis. Sebenarnya Dinda merasa bersalah, tapi semua itu bukanlah murni karena kesalahannya. Takdir sudah menggariskan semuanya terjadi, tidak ada yang bisa menolak keinginan takdir.
Di dalam kamarnya, Axel mengacak acak bantal, selimut dan sprei yang bertengger di atas kasur. Dia juga mengacak acak meja di kamarnya yang dipenuhi oleh parfum, minyak rambut dan pelembab kulit yang terbuat dari botol kaca.
Semua jatuh berserakan di atas lantai, menimbulkan suara berisik yang terdengar nyaring hingga keluar kamar.
Tok... Tok... Tok...
Dinda memberanikan diri untuk menemui calon anak tirinya, mengajaknya berdiskusi demi menjaga kerukunan hubungan mereka kedepannya.
"Siapa?" Teriak Axel.
"Ini aku, Dinda," sahut wanita berambut panjang itu dengan nada datar.
"Mau apa kamu kemari? Belum puas kamu melihat hubunganku dengan Ayah hancur?" Teriak Axel lagi.
"Bukan aku yang membuat hubungan kalian berdua hancur, tapi kamu yang membuatnya. Andai kamu tidak keras kepala dan menerima pernikahan kami, semua akan baik baik saja," Dinda mencoba membela diri.
Tidak adil jika hanya Dinda yang di salahkan atas semua yang terjadi. Sementara sebenarnya dia adalah korban, korban jerat hutang kedua orangtuanya, korban akal licik dari seorang Agus.
Axel membuka pintu kamarnya lebar lebar, dia menunjukan wajah kecewa dan terlukanya pada wanita yang tengah berdiri didepan pintu kamarnya.
Matanya memerah, berkaca kaca. Bendungan air mata hampir saja jatuh membasahi pipi Axel, tapi dia mencoba untuk menahannya.
"Aku tau bagaimana perasaanmu saat ini, tapi diantara kita tidak ada yang spesial lagi. Semua telah lama berlalu dan yang berlalu biarlah berlalu, mari kita buka lembaran yang baru," lanjut Dinda.
"Baiklah, aku akan menuruti apa mau mu. Tapi kamu harus ingat, aku bukan pria yang mudah menyerah. Aku akan melakukan segala cara untuk menyingkirkan kamu dari rumah ini. Jika aku tidak bisa bahagia, aku juga tidak akan membiarkanmu hidup bahagia. Camkan itu Dinda Kanya Dewi!"
Kalimat yang keluar dari mulut Axel terasa seperti sebilah belati, menusuk dada Dinda hingga menembus ke dalam jantung. Mulai Saat ini Dinda harus berhati hati, karena anak tirinya telah menabuh genderang perang.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Resti Aminah
uh jadi ikut bete nich
2023-04-27
1