Beberapa minggu telah berlalu.
Hari-hari aku lewati dengan mengurus Dinda. Bahkan mungkin sekarang orang-orang akan berpikir bahwa akulah ibu kandung Dinda, bukan Sinta. Sinta tak pernah sekalipun menanyakan bagaimana sekolah Dinda, atau bahkan bermain dengan nya. Hanya mas Hadi saja yang perhatian pada Dinda. Aku heran kenapa Sinta tidak menyayangi Dinda? Padahal Dinda adalah buah cintanya dengan mas Hadi. Dan perlahan rasa tidak sukaku pada Dinda menjadi rasa sayang. Dia bukan hanya anak yang baik dan penurut, tetapi juga anak yang cerdas dan rajin beribadah. Bahkan beberapa waktu lalu dia mengajakku melaksanakan shalat bersama. Sejak itulah aku semakin menyukainya. Aku tak lagi melihat dia sebagai anak pelakor, melainkan anak mas Hadi yang juga anakku.
Sore itu aku sedang menemani Dinda meneliti bunga di taman belakang rumah. Namun, sebuah suara memanggilnya.
"Dindaaaaa."
Kami serempak menoleh dan ternyata itu adalah Sinta yang sedang berkacak pinggang. Dinda berlari dengan secepat kilat. "Iya ma."
"Ngapain kamu disana?" tanya Sinta.
"Kami sedang meneliti bunga, Sin." Aku menjawab sambil berjalan mendekat.
"Maaf mbak saya sedang bertanya sama Sinta. Tolong jangan ikut campur, ini masalah ibu dan anak." Sinta terlihat begitu kesal padaku. Segera dia menarik paksa Dinda menuju dalam rumah.
"Sakit, ma," rengek Dinda.
Aku berjalan menyusul mereka hingga akhirnya aku berhasil menangkap tangan Sinta dan membuat nya berhenti.
"Sin, lepasin. Dinda kesakitan." Aku menatap tajam ke arahnya.
"Denger ya mbak. Dia anak saya, mbak nggak berhak ikut campur. Mau saya apakan pun terserah saya, mbak nggak ada hak!" seru Sinta yang juga menatap tajam ke arahku.
"Ya tapi bukan begitu cara kamu marah sama anak kamu. Lagian dia nggak melakukan hal apapun kok. Apa salahnya?" tanyaku sewot.
"Ada apa ini?" Tiba-tiba mas Hadi datang menghampiri kami.
"Ini mas, Sinta menarik kasar tangan Dinda," ucapku.
"Bohong mas, justru aku ingin menyelamatkan Dinda dari mbak Ana yang berusaha melukai Dinda tadi. Waktu di taman aku lihat mbak Ana mau meletakkan ulat bulu di punggung Dinda."
Bagai tersambar petir aku mendengarnya. Sinta memfitnahku. Dia mengarang hal yang tidak aku lakukan.
"Nggak mas, aku nggak melakukan itu. Tanya aja sama Dinda tadi kami ngapain!"
Mas Hadi beralih ke Dinda dan mulai bertanya. "Sayang, apa benar tadi tante Ana mau memberikan kamu ulat bulu?"
Dinda tampak diam. Dia tau betul apa yang kami lakukan sejak tadi. Pasti dia akan menjawab tidak.
Namun dugaanku salah saat Dinda mengatakan, "Dinda nggak tau, pa."
Apa maksudnya tidak tau? Sejak tadi dia melihat kedua tanganku memegangi tangkai bung untuk dia teliti.
"Ya nggak tau lah mas, dia kan nggak liat. Aku yang liat!" Sinta menatapku tajam.
"An, aku tau kamu belum bisa menerima Sinta, tapi bukan begitu caranya. Dinda anak kecil yang nggak tau apa-apa. Tega banget sih kamu." Mas Hadi menatapku dengan tatapan kecewa.
"Nggak gitu mas, aku....."
Belum sempat aku menuntaskan kalimatku, mas Hadi sudah pergi membawa Dinda.
Sinta masih berdiri di depanku sambil tersenyum licik.
"Apa mau kamu?" tanyaku.
"Aku mau kamu pergi dari rumah ini!" Sinta menunjuk wajah ku dengan tangannya.
"Tapi kenapa?"
"Kenapa kamu bilang? Kamu itu cuma jadi benalu di hidup mas Hadi. Aku lah yang pantas menjadi istri satu-satunya mas Hadi bukan kamu! Dan lagi, telingaku ini berisik mendengar omongan orang yang mengatakan bahwa aku pelakor, tidak mau mengurus anak, semua orang simpati padamu dan aku tidak suka itu!" Sinta pergi meninggalkan aku yang masih berdiri mematung. Air mata ku jatuh berlinang. Tenyata Sinta ingin menyingkirkan ku. Tidak cukupkah baginya mereka suamiku? Menjadikan ku pengasuh anaknya, dan sekarang dia ingin aku pergi? Dengan langkah gontai aku berjalan ke kamarku dan mencoba melupakan kejadian barusan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Tati st🍒🍒🍒
biasanya perempuan kalau suaminya mandul dia nerima kekuranganya,tapi kalau istru yg mamdul ya gitu deh
2023-02-26
0
Ayas Waty
wah ular kepala dua ini namanya
2023-02-22
0
Yusi Lestari
emang dasar pelakor gak pernah punya malu dan selalu minta menang sendiri.kebanyakan para lelaki itu bodoh karena dibohongi sama pelakor
2023-02-22
0