Hari ini disekolah aku mengikuti pelajaran dengan baik. Tapi aku mendapatkan masalah karena seorang siswa yang mengejekku.
Dia mengejek Ku, aku masih bisa terima. Tapi ketika dia mengejek ibuku jelas aku gak bisa terima. Meski perlakuan mama kasar padaku, tapi aku juga nggak mau mamaku dijelekkan orang lain.
Aku sempat menamparnya, membuat aku harus masuk keruang guru.
Mana orangtuanya juga datang kesekolah dan marah-marah padaku.
'Ah sial banget sih aku hari ini!'
Lonceng sekolah berbunyi, tandanya jam sekolah telah selesai.
Anak-anak satu persatu meninggalkan sekolah. Karmen datang menjemput ku untuk pulang.
"Hai Van, sudah selesai? Ayo pulang"
"Ah, iya aku sudah selesai". Karmen menggenggam tanganku dan kita meninggalkan sekolah.
Dalam perjalanan pulang aku lebih banyak diam.
"Kau kenapa Van? Masih mikirin yang tadi?"
"Em...iya, aku takut mama dan om sampai tahu. Aku pasti akan dipukul." Aku memang takut sekarang, aku takut apa yang terjadi disekolah akan diketahui oleh mama dan om Dion.
"Tapi itukan bukan salah kamu! Dia yang cari masalah lebih dulu".
"Iya sih, tapi....tetap saja aku yang salah didepan mama dan om Dion. Kamu tahukan perlakuan mereka padaku seperti apa?"
Karmen pun diam mendengar penuturan ku. Aku tahu dia pun bingung harus bagaimana menjelaskan pada orang tuaku.
Akhirnya kami sampai di depan rumahku.
"Aku masuk dulu ya Kar."
"Ok Van, kalau ada apa-apa kamu bisa kerumah ku".
"mmmm..."
Aku memasuki halaman rumah dengan rasa takut dan gelisah.
Entah apa yang menanti ku dirumah.
"selamat siang ma, pa".
"siang"
"Selamat siang Nia"
Aku terkejut melihat siapa yang ada dirumah saat itu.
"Nenek? Nenek kapan datang? Vania kangen sama nenek"
"Nenek baru saja sampai nak, sana ganti baju dulu"
Aku menghampiri nenek dan memeluknya.
Nenek kemudian menyuruhku untuk ganti pakaian.
Aku segera kekamar dan mengganti pakaianku.
'Terimakasih Tuhan, kau telah mengirimkan penolong untukku'
Sebaiknya aku beritahu mama masalah disekolah tadi. Daripada mama tahu dari orang lain, habislah aku.
Aku pun keluar dari kamarku dan duduk disamping nenek.
"Ma, Vania mau kasih tahu sesuatu. Tapi mama jangan marah ya?"
"Kenapa?! Apa lagi yang kamu buat hari ini?!"
Aku terdiam, belum juga menyampaikan maksudku, mama sudah naik pitam. Ah...aku bingung.
"Memang apa yang sudah kamu lakukan Vania?!"
"Ma, tadi disekolah aku nampar temen aku..."
"Kog bisa?!" Mama bertanya padaku dengan suara keras dan matanya melotot menatap ku.
"Ma...dengerin Nia dulu" Aku mencoba untuk menjelaskan apa yang terjadi disekolah.
"Sebenarnya tadi anak itu menghina mama, makanya aku marah. Aku nggak terima dia menjelekkan mama, makanya aku menampar nya...maafin Nia ma. Nia tahu Nia salah"
Aku coba menjelaskan ke mama duduk masalahnya, aku harap mama nggak akan menghukum ku.
"Apa?!!! Dasar anak orang kaya sombong! Bagus deh kamu nampar dia, mulutnya perlu dikasih sekolah kayaknya!!! Sombong banget tu anak. Awas aja orangtuanya ngamuk. Biar dikasih pelajaran sekalian orang tuanya yang Nggak bisa didik anak!"
Aku kira mama akan marah padaku. Ternyata mama juga nggak senang dihina sama anak kecil.
Anak mana sih yang nggak akan marah saat orang tuanya dihina. Memang sih pekerjaan mamaku mungkin nggak baik kayak orang lain. Tapi aku tahu mama juga mungkin nggak mau bekerja malam seperti itu. Aku sedih bila melihat mama harus bekerja malam. Sehina inikah hidup susah ya Tuhan, Sampai kami harus menerima celaan dari sesama?
"Makanya Maya, kamu berhenti dari kerjaan kamu itu. Memang kamu nggak malu sama tetangga yang lihat kamu keluar malam pulang pagi?" Nenek mencoba menasehati mama.
"Iya ma...Maya akan berhenti kerja gituan. Lagian Maya lagi hamil, jadi Maya nggak akan kerja begituan lagi"
Mendengar pengakuan membuat aku senang. Aku memang berharap mama berhenti dari pekerjaannya itu.
Nenek nggak pulang hari ini. Nenek nginap dirumah kami. Aku senang ada nenek disini. Mama dan om Dion selalu bersikap baik padaku jika ada nenek.
'Ah...! Andai aku bisa hidup seperti ini setiap hari, aku akan sangat bahagia. Meski nggak bergelimang harta tapi dengan kasih sayang itu sudah cukup untukku bahagia. Apa aku terlalu egois berharap semua ini ya Tuhan???'
Tanpa sadar air mataku jatuh. Inikah nasibku?'
Malam menjemput....makan malam kali ini berbeda dengan malam malam sebelumnya. Kali ini ada nenek yang menyendokkan makanan untuk ku. Mama dan om Dion menikmati makan malam mereka dengan diam. Hanya bunyi sendok dan garpu yang terdengar. Bahkan sampai makan berakhir tak ada yang berbicara. Aku senang karena mama dan Om Dion menghargai kehadiran nenek. Seperti biasa aku akan membereskan meja makan setiap kali selesai makan.
Kami duduk diruang TV. Ada mama, om Dion, nenek dan aku.
"Oh ya May, kamu sudah mengandung. Kapan kalian akan menikah?" Kulihat om Dion celingukan dengan pertanyaan Nenek
"Ma, aku masih harus mengurus perceraian Maya sama papanya Vania. Dan kami masih harus mengumpulkan uang". Ucap mama menanggapi pertanyaan nenek.
"Ah...iya ma. Dion belum memiliki cukup uang untuk biaya pernikahan kami. Tapi, Dion janji akan menikahi Maya."
Aku yang mendengar pembicaraan mereka, hanya bisa diam dengan apa yang dibicarakan orang orang dewasa ini. Apa mereka nggak ngerti perasaan aku yah?
Mana ada sih anak yang mau orangtuanya cerai?
(Gimana dengan kalian teman-teman pembaca, pasti kalian juga nggak maukan orang tua kalian bercerai? Hehehe...aku cuma minta sarannya 🙏)
Setelah mendengar keputusan mama, aku bisa apa coba?
Aku pun angkat bicara:
"Ma, Pa...Nia sudah mau lulus. Nia boleh lanjut sekolahkan?" Meski takut, aku harus menyampaikan keinginan ku untuk melanjutkan sekolahku.
"Kamu harus sekolah Nia. Mau jadi apa kamu kalau ngga sekolah?!" Aku bertanya pada mama, tapi nenek yang menjawabnya.
Kulihat mama hanya diam. Begitu juga om Dion.
"Vania janji akan belajar dengan giat. Vania juga nggak akan minta uang jajan kalau kesekolah nanti..."
'Apaan sih ni anak, mintanya kok didepan mama? Nggak mungkinkan aku bilang nggak boleh sekolah. Ah pusing deh!' Awas aja kamu kalau mama sudah pulang!' Maya berbicara dalam hatinya. Karena Maya dan Dion memang tidak ingin Vania melanjutkan sekolahnya. Dan mereka juga sudah memberitahu Vania kalau dia nggak perlu sekolah lagi. Tapi karena Vania bicara seperti itu didepan neneknya maka Maya dan Dion tidak bisa menolaknya.
"Huaaaa...yem"
"Sudah sana tidur. Udah ngantuk masih mau nonton!" Mama menyuruh ku untuk tidur karena mendengar aku menguap.
"Iya ma, Nia sudah ngantuk. Ne, Nia masuk duluan ya"
"Sudah sana tidur. Nanti nenek menyusul"
Aku pun masuk ke kamarku dan membaringkan tubuhku diatas kasur.
Meski sudah ngantuk, mataku belum terpejam.
"Pa...papa dimana sekarang? Apa papa sudah melupakan Nia?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments