“Bagaimana dengan perawat untuk nenek? Apa kamu sudah mendapat penggantinya?”
“Sudah. Besok ia akan memasuki rumah utama.”
“Kamu punya profilnya?” tanya Tama lagi kepada Allen.
“Sebentar. Aku akan mengambilkannya di mejaku.”
Allen pergi mengambil profil perawat pengganti diruang kerja sementaranya. Karena dinas luar, mereka berdua harus menginap beberapa hari diluar kota.
“Ini.” Allen menyodorkan satu map berisikan biodata tentang perawat pengganti.
“Hanya ini?” Tama keheranan. Karena biasanya profil perawat untuk neneknya memiliki pengalaman yang cukup banyak dan memuat informasi sampai berlembar-lembar. “Hanya satu lembar saja? Apa kamu yakin dengan gadis ini? Lihat saja! Wajahnya saja tidak meyakinkan.” Protes Tama.
“Kenapa? Karena dia tidak cantik?”
“Ya . . . bukan karena itu, sih. Tapi lihatlah. Dia gadis muda yang berusia 22 tahun. Tapi sudah memakai kacamata setebal ini?”
“Aku langsung menyetujuinya saat bu Yanti memberikan profilnya padaku.”
“Kenapa?” lagi-lagi Tama memprotes kebijakan temannya itu. Allen memang sudah diberikan wewenang untuk mengambil keputusan tentang perawat nenek Lita.
“Karena ia tidak masuk kriteriamu. Jadi aku pastikan kali ini, jika nenek akan bertahan dengan perawat tersebut.”
“Kamu sungguh kejam, Len. Kamu tahu sendiri jika aku perlu menyalurkan hasratku itu, aku tak bisa sembarangan membeli perempuan diluar karena wajah dan namaku ini. Ini semua aku lakukan karena hanya sungguh lelah bekerja mengendalikan perusahaan dengan puluhan anak cabang.”
“Ini semua juga demi kamu, Tama. Cepat atau lambat, mungkin saja akan ada mantan perawat nenek yang membocorkan tentang kelakuan bejatmu itu. Ini sudah perawat ke 4 yang kamu depak dari rumah. Mau berapa lagi, hah? Kalau kamu memang memerlukan menyalurkan hasratmu itu, menikah aja cepetan. Lagi pula usiamu udah siap untuk menika, lebih malahan.”
“Umurku baru 29 tahun, Allen. Lagi pula aku belum menemukan orang yang tepat untuk dijadikan istri.”
“Dan sementara itu kamu merusak gadis lain, hm?”
“Stop! Stop! Bung. Tunggu, kamu sudah keterlaluan. Bagaimana bisa kamu melawan atasanmu seperti ini?”
“Aku sudah pernah bilang padamu jika kamu atasanku di jam kerjaku. Tapi ini sudah malam, Tama. Aku sudah berubah menjadi sahabatmu lagi.”
“Kamu sungguh luar biasa, ck ck!” decak Tama.
“Tentu saja aku harus begitu. Karena hanya aku yang bisa bertahan menjadi sahabatmu, bukan. Kalau begitu, aku mau kembali ke kamar dulu, capek.”
“Ya, pergilah dulu. Sebentar lagi aku akan menyusul.”
Tama duduk kembali kekursi kerjanya dan masih terpaku dengan lembar profil milik Carissa. Didalamnya hanya memuat informasi palsu yang Carissa berikan pada bu Yanti. Bahkan ia mengganti namanya dengan Risa Sephian. Carissa sengaja mengubah penampilannya dengan memakai kacamata dan menguncir rambutnya dengan sederhana. Sangat tidak menarik bagi siapa saja yang memandangnya. Tapi entah kenapa, karena profil yang hanya tertuliskan di satu lembar kertas, atau karena sorot kedua matanya, membuat Adhitama tidak bisa mengalihkan pandangannya.
“Aku yakin ada yang tidak beres dengan gadis ini. Selama ini perawat yang masuk kekediaman Syahreza selalu mempunyai banyak pengalaman dan pendidikan yang cukup. Tapi kenapa yayasan sekelas itu berani sekali memasukkan perawat dengan latar belakang yang tidak memadai? Apa mereka mulai mencurigaiku karena mantan perawat nenek yang lama?” gumam Tama.
“Entahlah! Beberapa hari lagi aku bisa menilainya sendiri secara langsung.” Tama meletakkan profil itu dimeja kerjanya dan meninggalkannya.
***
Tetesan air mata haru tak bisa lagi terbendung, kala siang itu akhirnya mempertemukan seorang ibu yang telah kehilangan anaknya dengan seorang cucu yang selama ini tidak pernah dipertemukan.
"Cucuku. Akhirnya nenek bisa bertemu denganmu.”
“Ya, Nek. Ini Ca. Oh! Maksud saya Risa.” Risa merasa sedikit canggung.
Nenek Lita tersenyum hangat, “Nenek tahu alasanmu mengubah nama panggilanmu, Sayang. Matamu mirip sekali dengan Anita. Kalian berdua sangat cantik. Nenek merasa jika sedang melihat ibumu saat menatap matamu.”
“Risa datang kesini untuk mewujudkan itu, Nek. Juga mewujudkan keinginan terakhir mama.”
“Oh, cucuku!” Nenek Lita memeluk Carissa dalam tangis bahagia.
Setelah pertemuan yang mengharukan itu, Carissa dibawa oleh bu Yanti menuju kamarnya. Kamarnya tak terlalu luas, namun didalamnya terdapat fasilitas yang cukup lengkap, dari AC dan kamar mandi dalam.
“Apa tak masalah, Non, dengan kamar ini? Kamar ini pasti sangat kecil untuk Nona.” Bu Yanti ragu.
“Tak apa, Bu. Ini sudah cukup untuk saya. Dan jangan lupa untuk memanggil nama saya, Bu Yanti. Jangan sampai Mas Adhitama curiga.”
“Maafkan saya, Nona. Saya hanya takut lancang.”
“Tidak apa, Bu Yanti. Lagi pula Ibu juga sudah banyak membantu saya.”
“Baiklah, Non. Setelah Nona . . .”
“Bu Yanti!”
“Ma-maksud saya, setelah kamu meletakkan barang-barangmu dikamar ini, Nyonya Lita sudah menunggu ditaman belakang. Beliau ingin mengobrol sebentar.”
“Baik, Bu. 10 menit lagi saya akan menemui nenek.”
Bu Yanti pergi meninggalkan Carissa didalam kamarnya. Ia meletakkan beberapa baju kerjanya dan baju tidur sederhananya yang baru saja ia beli beberapa hari yang lalu. Kepala keluarga saat ini bukanlah orang biasa, jadi ia akan tahu dengan mudah jika Carissa memakai baju bermerk. Jadi gadis cantik itu sengaja membeli baju bukan merk terkenal.
Setelah berganti baju perawat, tak lupa ia mengenakan kacamatanya dan berjalan menemui nenek Lita.
“Kamu sudah sampai? Duduklah.” Nenek Lita menyuruh Carissa duduk disebelahnya.
“Bagaimana Risa memanggil Nenek? Dengan sebutan Nyonya?”
Nenek Lita tersenyum kecil, “Tak perlu. Panggil saja nenek seperti biasanya. Perawat-perawat nenek yang lain juga memanggil seperti itu.”
“Baik, Nek.”
“Kenapa kamu pakai kacamata? Apa matamu bermasalah, Sayang?”
“Tidak, Nek. Ini hanya untuk penyamaran. Takut ketahuan dengan Mas Adhitama.”
“Apa Tama pernah bertemu sebelumnya?”
“Emmm, jika secara langsung belum sih. Tapi untuk jaga-jaga saja, Nek.”
“Baiklah jika itu yang kamu mau. Makan malam nanti mau menu apa? Biar nenek bilangkan pada Yanti.”
“Tidak, Nek. Tidak perlu.” Jawab Carissa panik. “Nek, Risa disini sebagai perawat, jangan perlakukan Risa sebagai cucu, Nek. Nanti Risa tak bisa lama-lama berada disisi Nenek jika ketahuan.”
“Oh! Baiklah-baiklah. Maafkan nenek tua ini, ya, Risa. Nenek hanya sedang bahagia sekali karena akhirnya bisa bertemu denganmu.”
“Apa Nenek punya makanan yang harus di hindari?” tanya Carissa tiba-tiba. Ia teringat jika harus merawat neneknya, jadi ia harus tahu apa saja pantangan yang tak boleh dikonsumsi oleh neneknya.
“Nenek hanya tak boleh makan makanan berbahan kacang tanah. Jika kacang lainnya, aman.”
“Baiklah, lalu . . .” Carissa mencatat informasinya menggunakan handphonenya, “Apa Nenek sedang diet gula?”
“Tidak. Gula darah nenek normal. Tekanan darah nenek juga normal. Setiap bulan akan ada dokter keluarga yang memeriksa kesehatan nenek.”
“Apa makanan kesukaan Nenek?”
Nenek Lita terkekeh, “Nenek makan semuanya. Tapi favorit nenek itu tongseng kambing. Tapi . . .”
“Karena Nenek beresiko kolesterol, jadi Nenek juga dilarang mengkonsumsi itu.” Suara berat tiba-tiba menyahuti ucapan nenek.
Carissa langsung melebarkan kedua matanya dan berdiri dengan panik sambil menunduk, “Selama sore, Tuan Adhitama.”
“Kamu sudah tahu siapa aku?” Tama memicingkan sebelah matanya.
“Saya sudah diberikan informasi tentang penghuni rumah ini dan tentang kepala keluarga rumah ini saat memasuki kediaman Syahreza.”
“Bagus. Sekarang angkat wajahmu.”
Carissa mengangkat wajahnya dan menatap laki-laki berjas hitam itu yang menatapnya dengan sinis. Secepat kilat Carissa menundukkan wajahnya kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments