"Tadi kenapa minta pindah meja?" tanya Adrian.
"Malu" jawab Al.
Alleira D. Althaf, nama lengkap dari gadis pemalu itu.
Adrian terkekeh mendengarnya.
"Yang tadi namanya Om Mark, Michael dan Lucifer. Mereka semua teman om papa waktu kuliah. Mereka tinggal di negara yang berbeda. " berita Adrian.
"Mukanya om Lucifer galak, om papa"
Adrian lagi-lagi terkekeh mendengar ucapan anaknya.
"Mukanya om Lucifer memang terlihat galak, nak. Tapi orangnya baik dan punya banyak uang"
Al mengangguk mengerti. Alfian juga terlihat galak, tapi orangnya penyayang sekali. Sudah lama ia tidak melihat Om Tetta nya itu.
Sampai di rumah, Al segera bersih-bersih. Belum ada kabar dari Gio dan Dhani tentang rencana mereka, jadi ia memutuskan untuk ke dapur mencari pancake.
"Sayang, ada telpon dari Gio" teriak Arina dari ruang tamu.
Al mendekat, ia lalu menerima panggilan Gio.
"Tante mama, Al mau izin ke rumahnya Ares"
"Ares kenapa?"
"Sakit, tadi nggak sekolah" jawab Al.
"Pulangnya jangan kemalaman lho" peringat Arina.
Al mengangguk.
"Thanks Tante mama" ia berlari kecil menuju kamarnya untuk berganti baju. Pilihannya jatuh pada baju kaos dan celana yang panjangnya hanya 7/8. Ia tak lupa mengambil ponsel dan dompet.
"Lho, mau kemana?" heran Adrian.
"Ke rumah Ares, om papa" jawab Al.
"Sayang, bawa ini yah" Arina memberikan paper bag, mungkin berisi kue.
"Om papa yang antar atau di jemput?" tanya Adrian.
"Supirnya Gio yang jemput" jawab Al.
"Pulangnya nanti om papa yang jemput, sekalian ke rumah nenek Dian" kata Adrian.
"Eh, nginap disana?" tanya Al.
"Nggak apa-apa kan kalau nginap dulu?" tanya Arina.
"Nggak apa-apa Tante mama" jawab Al cepat.
"Aku ke atas dulu siapin baju" pamitnya. Al kembali ke kamarnya, lalu turun dengan tas berukuran sedang di tangannya.
"Tante mama, nitip ini yah"
Arina tersenyum dan mengangguk.
Klakson mobil terdengar di depan, Al kemudian pamit pada Arina dan Adrian.
✨✨✨
"Apaan, cuma main futsal aja sampai demam, nggak masuk sekolah pula" cibir Dhani.
"Ye, sialan" umpat Ares.
Mereka berada di kamar Ares, ada Ariesta juga. Kedua perempuan itu sedang sibuk dengan drama dari negeri sana yang sedang populer.
"Tampan kan Al?" terdengar Ariesta meminta pendapat Al.
Al hanya mengangguk. Ia hanya ikut nonton, tidak seheboh Ariesta yang begitu maniak dengan cowok-cowok tampan.
"Al, lo mau besuk Ares atau nonton?" Gio mulai menyalakan api.
Al mendelik tajam.
"Menurut kamu?" tanyanya balik.
"Nonton lah"
"Udah udah, gue masih sakit dan lo berdua malah tengkar" Ares dengan cepat melerai.
Tawa Dhani bahkan sudah terdengar.
"Kuenya Tante Arina enak euii" Gio kembali berbicara, mereview kue yang Al bawa tadi.
"Yee, tadi nistain anaknya sekarang malah muji anaknya " celetuk Dhani.
"Makasih Al, kuenya " akhirnya Gio tahu diri, tangannya bahkan merapikan poni Al.
"Sialan, gak di drama nggak di depan gue, semuanya pada uwu" umpat Ariesta.
"Ariesta sama gue aja lah" Dhani mulai menggoda.
"Sian*ing" umpat Ares, kakinya bahkan ikut bergerak menendang Dhani.
✨✨✨
Jam 7 malam, mobil Adrian sudah berada di depan rumah Ares. Gio mengantar Al hingga di depan.
"Gio nggak pulang?" tanya Arina.
Gio meringis,
"Nginap di sini Tante " jawabnya.
"Owalah, liburannya besuk teman yah" Arina tertawa.
"Aaal, hati-hati. Makasih Tante, om" teriak Ares dari teras, ia masih lemas untuk berjalan ke halaman depan.
"Yaudah, Al nya tante bawa yah. Have fun kalian"
Mobil Pajero yang dikendarai oleh Adrian berjalan, bergabung dengan mobil-mobil lain yang ikut mengisi jalanan.
"Yan, tinggal di depan yah" ucap Arina.
"Mau ngapain?" tanya Adrian.
"Beli kue kesukaan mama. " jawab Arina.
Adrian mengangguk mengerti.
"Ikut, sayang?" tanya Arina.
Al mengangguk. Ia menemani Arina masuk ke toko kue. Tidak butuh waktu lama, mereka kembali keluar. Mobil kembali berjalan hingga berhenti di depan rumah mewah yang besar.
"Ayo, masuk" ajak Adrian. Ia mengambil koper di bagasi mobil, sementara Al menjinjing tasnya sendiri.
"Ayo sayang" Arina merangkul bahu Al.
Ini baru kali pertama Al menginjakkan kaki di rumah orang tua Adrian.
Di teras sudah berdiri Tuan dan Nyonya Martadinata yang menyambut kedatangan putra dan menantunya.
"Selamat malam sayang" sambut nyonya Martadinata.
Adrian mencium punggung tangan kedua orang tuanya, diikuti oleh Arina dan Al.
"Wah, cucunya opa akhirnya datang" tuan Martadinata menyambut dengan suka cita kedatangan Al. Ini diluar dugaannya, padahal tadi ia sudah menyiapkan diri jika tuan dan nyonya Martadinata tidak menyukainya.
"Cantiknya" puji nyonya Martadinata.
"Terima kasih..." Al tidak tahu harus memanggil mereka apa.
"Panggilnya opa dan oma yah" Tuan Martadinata bahkan sudah merangkul bahu Al memasuki rumah.
Arina yang melihatnya tanpa sadar menjatuhkan air matanya.
"Lho, kenapa sayang?" tanya Nyonya Martadinata.
"Setelah banyak orang yang menolak kehadiran Al dalam hidup aku, Tuhan akhirnya mengirim ayah dan ibu untuk menerima aku dan Al" jawab Arina, ia bahkan menangis tersedu-sedu.
"Tidak ada seorang manusia yang sempurna, sayang. Al sama dengan kita semua, takdirnya berbeda." nyonya Martadinata menenangkan menantunya.
"Masuk dulu, sayang. Ini di teras lho" Adrian mengingatkan.
Hal yang sama terjadi di ruang keluarga.
"Lho, kok nangis?" tanya tuan Martadinata.
"Al kira opa jahat, gak suka sama Al" jujur Al, tangannya sesekali mengusap air matanya yang jatuh.
"Lho, nggak sayang" dengan cepat Tuan Martadinata menenangkan cucu barunya.
Entah sudah berapa banyak orang-orang yang menolak keberadaan Al dalam hidup Arina, hingga mereka bisa begitu terharu karena diterima dengan baik di keluarga Adrian.
Tuan Martadinata bahkan saling bertatapan dengan Adrian, berbicara lewat tatapan.
"Lho, perus siapa yang bunyi?" tanya nyonya Martadinata.
Pipi Al bersemu merah.
"Belum makan, nak?" tanya Adrian.
"Tadi makan di rumah Ares, tapi sedikit" jujurnya.
"Kalau begitu, kita makan malam" ajak tuan Martadinata.
Mereka makan malam saat jam menunjukkan angka 10 malam. Kehangatan keluarga begitu terasa. Benar-benar diluar dugaan Al.
"Al kenapa sayang?" tanya Adrian pada istrinya. Mereka berdua sudah di dalam kamar.
"Kamu tahu kan, Al ikut aku sejak mama meninggal?" tanya Arina, ia menatap suaminya.
Adrian mengangguk.
"Kamu juga tahu kan gimana mama Al, kakak aku dulu? Nggak cuma dulu sih, bahkan sekarang kabarnya pun gak ada"
"Karena kesalahan kakak, Al mendapat penolakan dari beberapa orang, termasuk orang yang dulu pernah dekat dengan aku, yang lebih parahnya orang tua mereka juga ikut berbicara hal yang tidak-tidak tentang Al. Kak Alfian bahkan sudah berniat mengambil Al dari aku karena takut aku tidak bahagia. Tapi aku tentu saja melarang. Hingga kamu mau menerima keberadaan Al di sisi aku, kak Alfian berhenti meminta Al lagi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments