Daniel kembali mencoba menghubungi Zeline, tetapi tetap saja nomor Zeline tidak aktif. Pertengkaran mereka kali ini memberikan dampak yang jauh lebih besar dari pertengkaran mereka sebelumnya.
Bukan satu dua kali mereka bertengkar, tetapi pertengkaran kali ini membuat Daniel benar-benar merasa takut. Daniel tidak akan pernah siap kehilangan Zeline, untuk itu Daniel memutuskan akan menemui Zeline.
"Daniel. Kamu akan ke Sumatera? Kenapa kamu tidak memberitahuku?" Nick bertanya sambil menerobos masuk ke apartemen Daniel, mengejutkan Daniel yang tengah larut dalam kesedihannya.
"Kalau aku mengatakannya dan meminta kamu menyiapkan semua penerbanganku ke sana. Maukah kamu melakukannya? Tidak Nick, kamu akan menentangnya," kata Daniel kepada sahabatnya.
"Niel, aku tahu ada masalah dalam hubungan kalian, tetapi saat ini perusahaan membutuhkau. Kamu tidak bisa pergi begitu saja," kata Nick, yang bisa sudah bisa ditebak Daniel.
Daniel tersenyum senduh menatapnya.
"Itulah alasan Aku tidak memberi tahu mu tentang rencanaku," katanya. "Zeline meninggalkanku, Nick. Dia ingin berpisah dariku, dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Kamu tahu betul dia sangat berharga bagiku, bahkan lebih berharga daripada hidupku sendiri. Aku mencintainya, sangat mencintainya." lanjut Daniel mengusap wajahnya dengan kasar, merasa frustasi dengan semua masalah yang menimpanya.
Nick terdiam mendengar kata-kata Daniel. Apa yang dikatakan Daniel memang benar, Nick adalah satu-satunya orang yang mengerti Daniel. Nick juga tahu betul bagaimana Daniel berjuang untuk mendapatkan Zeline, bagaimana Daniel berjuang meminta restu keluarganya untuk menikahi Zeline, dan seberapa besar Daniel mencintai Zeline. Hal yang juga ditakuti Nick adalah jika Zeline meninggalkan Daniel, dimana Nick merasa sangat yakin itu akan menghancurkan hidup sahabatnya. Untuk itu Nick akhirnya berkata. "Baiklah, pergilah! Aku akan mengurus semuanya di sini."
Daniel yang menunduk sedih mengangkat wajahnya, ia merasa sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Nick yang selalu bisa diandalkan dan selalu mengerti keadaannya.
"Terima kasih, Nick. Kamu adalah sahabatku, kamu satu-satunya yang mengerti aku." Daniel bangkit dari tempat duduknya dan mendekati Nick lalu memeluknya.
"Kita bukan hanya atasan dan bawahan, bukan hanya teman, tapi kamu adalah saudaraku. Tentu saja, kita harus saling memahami dan mendukung. Pergilah!" ucap Nick sambil menepuk pelan lengan Daniel yang kembali terlihat bersemangat setelah mendapat dukungan penuh dari sahabatnya itu.
"Jam berapa penerbanganmu?" tanya Nick
"Aku akan pergi sekarang," jawab Daniel bersiap.
"Niel, ponselmu!" Nick menunjuk ponsel Daniel yang bergetar di atas meja.
Daniel yang melihat itu mengambilnya dan mengernyitkan dahi saat melihat nama di ponselnya. Sebuah nama yang sangat jarang dihubunginya jika bukan dalam situasi mendesak, apalagi setelah kejadian dimana orang itu tidak menyetujui hubungannya dengan Zeline.
"Siapa?" tanya Nick penasaran melihat ekspresi terkejut Daniel.
"Tuan Sanders!" serunya sebagai balasan.
"Halo," kata Daniel, menjawab panggilan dari Eric.
"Ke rumah sakit sekarang! Mama mu dilarikan ke rumah sakit," ucap Eric yang membuat Daniel langsung panik meraih kunci mobilnya dan langsung pergi dari sana masih dengan ponsel di telinganya. Nick yang melihat ini tentu saja tidak tinggal diam, ia mengikuti Daniel dan meminta Daniel untuk duduk di kursi penumpang agar ia bisa mengemudikan mobil.
"Kemana?" tanyanya pada Daniel.
"Rumah Sakit Ruri," jawab Daniel.
Nick merasa penasaran, tetapi melihat kondisi Daniel dia menolak untuk bertanya karena dia pikir nanti dia juga akan mencari tahu siapa yang ada di rumah sakit itu.
Semoga, ini tidak seperti yang kupikirkan, Niel. pikir Nick sambil melirik Daniel yang tampak khawatir.
Beberapa saat kemudian. Mereka tiba di Rumah Sakit Ruri. Daniel segera berlari ke ruangan di mana dia tahu keberadaan Mamanya.
"Ma," panggilnya lembut kepada seorang wanita paruh baya yang sedang berbaring di ranjang pasien dengan wajah pucat.
"Ada apa dengan Mama?" tanya Daniel melihat Eric dan dokter yang ada di sana.
"Ibu Ami mengalami demam psikogenik dan tidak sadarkan diri juga karena terlalu stres. Ini mungkin terlihat seperti penyakit ringan, tetapi jika seseorang mengalami stres kronis maka bisa menyebabkan demam psikogenik.
Demam psikogenik adalah demam yang disebabkan oleh faktor psikologis, bukan virus atau penyebab peradangan. Jadi tolong jangan anggap enteng demam dan stres. Apalagi Bu Ami memiliki riwayat penyakit jantung, akan berbahaya jika ini terus berlanjut," jelas dokter kepada Daniel yang terdiam merasa bersalah atas apa yang telah terjadi.
"Maaf, Ma. Aku tahu ini semua pasti karena aku. Jika kalian menyetujui hubunganku dan Zeline, ini tidak akan terjadi. Aku mohon, terimalah Zeline," kata Daniel pelan, tetapi terdengar jelas oleh semua orang yang ada di sana.
"Daniel," kata Eric pelan, tapi dengan penuh penekanan.
"Tolong jangan membuat keributan di sini," tegur dokter sebelum pergi dari sana.
Eric yang mendengar perkataan dokter itu memilih keluar dari ruang perawatan istrinya, begitu juga dengan Nick yang juga memilih pergi untuk memberi Daniel waktu menemani Mamanya.
"Terus awasi dia. Mengenai penerbangan, batalkan saja. Daniel tidak akan pergi menemui wanita itu," kata Eric berbisik menghubungi seseorang, tanpa menyadari jika Nick berada tak jauh di belakangnya.
Jadi benar dugaanku. Mereka mengetahui tentang rencana Daniel, dan mencoba menghentikannya. Batin Nick dengan cepat pergi dari sana sebelum Eric menyadari keberadaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Wicih Rasmita
seharusnya orgtua itu mendukung anaknya dengan pilihannya
2023-03-20
0