Hanum menyiapkan sarapan pagi layaknya seorang istri yang melayani suaminya di meja makan.
Membuat sarapan ala kadarnya seperti, nasi goreng dan telur dadar isi sayuran. Juga membuatkan secangkir minuman aroma cafe in.
Ia sendiri sudah terbiasa melakukannya sejak berusia tiga belas tahun, disaat usianya menginjak remaja. Hanum harus merawat ibunya setelah membuatkan sarapan untuk ayah dan ibunya sebelum berangkat ke kebun.
Yang bekerja sebagai buruh di kebun milik juragan Hartoyo, mulai dari menyemai bibit hingga masa panen tiba kedua orangtua Hanum yang merawat kebun juragan Hartoyo dengan sistem bagi hasil.
Ketika masa panen tiba ayah dan ibunya mengalami kecelakaan, saat mobil yang ditumpanginya mengangkut jagung dan singkong terguling karena jalanan yang licin akibat hujan deras.
Ayah Hanum meninggal saat dilarikan kerumah sakit. Karena banyak kehilangan darah akibat benturan keras dikepalanya. Sedangkan ibunya mengalami patah tulang dan mengalami kelumpuhan permanen.
Juragan Hartoyo tidak mau menanggung biaya pengobatan sepenuhnya sehingga pengobatan ibunya harus terhenti. Hanum dan ibunya hanya pasrah tanpa berani menuntut kecuali Hanum mau menerima lamaran juragan Hartoyo sebagai istri mudanya.
Keadaan Hanum yang dalam kesulitan itu, memang sengaja dimanfaatkan oleh juragan Hartoyo dan tantenya buang gila harta. Tapi Farida tidak rela jika putri satu-satunya harus jatuh pada dua orang licik seperti Hartoyo dan Mirna adiknya.
“Hanum, lebih baik ibu lumpuh selamanya. Dari pada ibu harus mendengar dan melihat penderitaan mu sebagai madunya istri juragan Hartoyo. Mereka pasti akan menindasnu dan memperlakukan dengan kasar. Di dunia ini mana ada wanita yang mau berbagi suami dan cintanya untuk wanita lain. Terlebih di usiamu yang masih muda masa depanmu jauh lebih berharga.“ Itulah pesan yang yang Hanum dengar setiap harinya. Dengan berat hati Hanum pergi dari rumah meninggalkan ibunya yang tidak bisa berjalan dengan kedua kakinya akibat kecelakaan dua tahun lalu.
Hanum hanya bisa menangis tanpa tahu jalan keluar terbaik untuk ibu juga dirinya.
“Hanum, jam delapan nanti aku akan menjemput mu. Satu jam lagi kau sudah harus siap.“ titah Sultan setelah menyesap kopinya.
Perusahaan yang bergerak pada bahan baku kertas yang terbilang cukup besar. Dan memiliki jaringan industri yang luas hampir di seluruh wilayah Indonesia. Sultan sendiri pria beruntung seorang yatim piatu yang di asuh oleh keluarga Harlan Damanik pengusaha kertas dan pengolahan bahan bekas daur ulang. Yang seluruh hartanya di wariskan oleh Sultan secara sah setelah Harlan resmi mengadopsinya sebagai putranya.
“Iya. Aku akan bersiap nanti,“ jawab Hanum mengisi piring Sultan dengan nasi goreng buatannya.
Mereka sarapan dalam diam hanya dentingan sendok dan garpu saja yang terdengar diantara mereka. Sultan pun nampak menikmati hidangan yang istrinya buat tanpa komentar.
Ternyata pintar juga dia masak. Belajar darimana dia bisa masak seenak ini?
Gumam Sultan melirik Hanum diam-diam, mencuri pandang dengan senyum smirknya tanpa gadis itu tahu. Saat mata itu saling bertemu pandang Sultan salting dibuatnya.
“Ada apa melihatku seperti itu?“ tanya Hanum merasa jika suaminya sedang memperhatikan dirinya.
“Tidak ada. Nasi goreng buatanmu sangat asin kau bisa membuat tensiku naik.“ kilah Sultan berbohong seraya meneguk air mineralnya. Hanum melirik heran kearah piring Sultan yang kosong tanpa sisa.
“Tapi kau menghabiskannya. Dan aku memasak menggunakan garam sesuai takaran.“ sanggah Hanum. Baru kali ini ada orang yang komplain masakan buatannya dan itu adalah suaminya sendiri.
“Lalu apa aku harus membuangnya? Itu sama saja dengan mubazir.“ sangkalnya tidak ingin terlihat bodoh dihadapan istrinya. Hanum mengindik kedua bahunya memutar dua bola matanya malas.
“Paling tidak kau akan protes jika masakanku terlalu asin di lidah mu.“ timpal Hanum sambil membawa piring kotor bekas makan merek ke tempat pencucian piring.
“Kau itu hobi sekali bicara. Aku ini mau berangkat ke kantor, Hanum!“ seru Sultan dengan nada protes menunggu Hanum mengantar dirinya sampai pintu depan.
“Kau berangkat saja! Bukannya aku sudah menyiapkan semua keperluanmu.“ bantah Hanum sambil melanjutkan mencuci peralatan bekas masaknya. Dengan kesal Sultan berjalan menghampiri Hanum dan berdiri dibelakang punggungnya tanpa gadis itu tahu.
“Mau apa lagi sih sebenarnya om-om itu,“ omelnya mengibaskan tangannya, hingga lantainya basah karena ulahnya. Hanum membalik tubuhnya lagi-lagi gadis itu menginjak lantai basah bekas cipratan tangannya tadi dan membuatnya terpleset.
Ditambah Hanum sangat kaget melihat suaminya tiba-tiba ada dibelakang punggungnya. Hanum secara diam-diam menatap kagum wajah tampan suaminya. Hingga membuat debaran dihatinya lebih tak karuan dari semalam.
“Kau gadis yang sangat ceroboh sekali, Hanum! Bagaimana kau bisa merawat Kendra jika kau seperti ini?“ ucap Sultan marah. Kali ini Sultan bukan hanya marah karena sikap Hanum yang ceroboh. Tapi karena istrinya menyebutnya om-om.
“Maaf tidak sengaja.“ jawab Hanum dengan mimik wajah melasnya.
“Nanti saja kau lanjutkan cuci piringnya. Sekarang kau antar aku sampai pintu depan!“ perintah Sultan. Tidak ingin terlihat bukan seperti pasangan pengantin pada umumnya yang terlihat harmonis dan romantis.
Hanum pun cukup pintar menanggapi apa yang sebenarnya suaminya maksud. Diraihnya tas yang masih berada di sofa dan berjalan mengekor dibelakang suaminya sampai di depan mobil.
Sebelum masuk mobil Hanum mencium punggung tangan suaminya.
“Tetangga baru ya! Boleh kenalan?tanya salahsatu ibu paruh baya itu dari depan pintu gerbang.
Hanum dan Sultan tersenyum pada dua ibu komplek yang menyapanya. “Saya Hanum ibu, dan ini suami saya. Kami baru menempati rumah ini kemarin.“ jawab Hanum mengenalkan suaminya, sambil membuka pintu gerbang.
“Oo, yang kemarin melangsungkan akad di masjid komplek ini ya?“ tanya ibu satunya lagi. Yang dibalas anggukan oleh Hanum sebagai jawaban.
“Hanum, ingat satu jam lagi!“ pesan Sultan membisikkan di telinga istrinya yang terkesan sedang mencium pipi Hanum. Lalu masuk kedalam mobil dan menutup pintunya.
“Biasa pengantin baru masih anget mesra-mesranya.“ ujar ibu tadi pada teman bicaranya, lalu pamit pada Hanum setelah Sultan memberi kode lewat klakson mobilnya dari halaman rumahnya.
Hanum pun bersiap setelah menyelesaikan acara cuci piringnya yang tertunda tadi. Ia memakai tshirt putih sedikit ketat yang memperlihatkan keindahan tubuhnya di bagian depan yang terlihat menantang. Yang dipadukan dengan celana jeans biru laut dan sepatu flatshoes yang nyaman di kakinya. Serta mengaplikasikan make-up natural di wajahnya yang memang sudah cantik alami.
...***...
“Pak, hari ini kita akan mengecek beberapa tempat yang sudah ada banyak bahan dari pengepul yang menawarkan barangnya untuk kita proses.“ ujar kepala gudang yang mengontrol pasokan barang.
“Saya akan datang dan memeriksanya nanti. Saya masih ada urusan di luar kantor.“ ucap Sultan pada karyawannya. Dan menyerahkan tanggungjawab pekerjaannya pada asisten pribadinya.
Tinn... Tin...
Suara klakson mobil Sultan terdengar nyaring, Hanum segera membuka pintu gerbang untuk suaminya.
Sultan turun dari mobilnya melihat penampilan istrinya, yang lebih mirip pada anak kuliahan. Yang memang diusianya yang lebih pantas mengenyam pendidikan dan belum seharusnya menjadi ibu rumah tangga.
“Hanum, kita ini mau ke rumah sakit. Bukan mau ke mall atau ke pantai. Ganti pakaianmu sekarang!“
“Tapi__“ tanpa mau mendengar alasan Hanum. Sultan secepatnya menarik pergelangan tangan Hanum membawanya ke kamar dan membuka pintu lemari Hanum yang sudah Sultan isi dengan berbagai model pakaian wanita terkini.
Sultan memilih pakaian yang cocok untuk Hanum pakai.
Pilihannya jatuh pada dress import, dibawah lutut dengan warna putih tulang berenda kombinasi mutiara.
“Kau pakai ini aku menunggu mu di mobil!“ perintah suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments