ℒℴѵℯ❤
Untuk sebuah hati_
Wanita yang selalu berlari sebelum aku kejar
Dia ingin merasakan semilir angin di bawah sinar matahari
Tapi kini tiba-tiba senyumannya tidak berbinar
Ada rintikan air di menepi
......................
Kinan melaporkan kejadian yang mereka alami pada aparat kepolisian. Dia memberitahu hal ini pada Dendra, setelah mendengarnya laki-laki itu menekan nada tinggi.
“Kita hajar saja dua preman itu!”
“Jangan, aku kan sudah melaporkan ke polisi. Nanti malam kita di tuntut balik atas tindak kekerasan.”
Dendra menancap gas melajukan mobil kecepatan tinggi ke rumah Lembayung. Dia sangat cemas dengan keadaaannya. Karena sangat panik, Dendra lupa hari ini akan membawa mamanya berbelanja ke salah satu Mall di pusat kota.
“Bi Dian, tolong panggilin Dendra ya bilangin saya sudah siap di depan.”
“Den Dendra baru saja pergi non.”
“Loh__ ya sudah biar saya telpon anak itu bi.”
Sepanjang perjalanan dering bunyi ponsel panggilan ibunya yang tidak di jawab. Tepat di depan halaman rumah Lembayung, dia memarkirkan mobil segera keluar menekan bel rumah. Mbok Jum membuka pintu, anak laki-laki yang tampak tidak asing itu di sapanya dengan senyuman.
“Eh ada nak Deandra, mari masuk. Mau si mbok minum apa?”
“Makasih mbok, air putih dingin saja mbok. Oh ya mbok, Lembayungnya ada di rumah?”
“Ada, sebentar si mbok panggil.”
Di dalam kamar, tisu-tisu berserakan di atas lantai. Dia masih shock berat hingga tangisannya belum bisa berhenti. Si mbok mendengar suara tangis Lemba hingga dia mengurungkan niat mengetuk pintunya. Pengasuh yang menjaganya sedari dia balita itu memahami sifat Lemba yang tidak mau di ganggu jika mendapat masalah. Dia memilih menunggu anak perempuan itu melepaskan semua tangisan atau amarah sepuas-puasnya lalu mengajaknya bercerita. Si mbok menuruni tangga, dia membawakan segelas air dingin di atas meja.
“Maaf nak Dendra, non Lemba sedang tidur. Nanti sore atau besok saja kembali lagi.”
“Kalau begitu saya pamit mbok.”
......................
Tin__
Di depan pintu, bu Isyah bertolak pinggang melihat mobil Dendra memasuki halaman rumah. Dendra tersenyum nyengir kuda, lalu memasang wajah memelas meminta maaf pada ibunya. Dia menceritakan mengenai kejadian yang di alami Lembayung dan Kinan. Wanita itu mengurungkan niat menjewer telinga anaknya.
“Mama ikut khawatir dengan keadaan Lemba. Ini buat pembelajarn biar lebih mawas diri dan jangan jangan pergi sendirian lagi. Kasian Lembayung.”
“Ya ma, untung Kinan cepat datang menolong.”
Mereka pergi ke pusat perbelanjaan, antrian panjang, sambil menunggu mamanya berbelanja dia berjalan ke toko aksesoris wanita. Sebuah gelang berwarna putih, di tengah-tengahnya terdapat mainan berbentuk bunga keemasan. Dendra membeli benda itu, dia juga memesan sebuah kotak di hiasi pita berwarna putih pula sebagai tempatnya.
“Dua ratus empat puluh ribu rupiah” ucap si penjual.
Dendra menyimpannya di kantung jaket. Dia menemui bu Isyah tampak kepayahan memegang belanjaan.
“Biar Dendra aja yang bawa semuanya mah.”
Dendra terbilang anak yang penurut, dia juga sangat patuh kepada kedua orang tuanya. Di era jaman modern dengan banyak teknologi canggih yang di ciptakan manusia, di usia remaja yang sedang tumbuh harus lebih bijak memilih mana yang lebih bermanfaat bagi mereka. Anak laki-laki satu-satunya itu tidak suka merokok. Bu Isyah sangat bersyukur karena Dendra tidak terbawa arus teman-temannya.
“Kamu malam ini mau di masakin apa? Papa kamu sepertinya lembur, kamu jangan kemana-mana ya temenin mama di rumah.”
“Terserah mama aja. Ya ma..”
Pikiran Dendra masih tidak tenang. Dia menekan nomor telepon Lemba namun tidak aktif. Selesai mengerjakan pekerjaan rumah. Dia merobek sebuah kertas, selipan surat rahasia yang seorang pun tidak tau yang di tuju untuk Lemba.
Sajak-sajak rindu Dendra membayangkan hari indah berdua bersama Lembayung. Dia melipat kertas untuk di letakkan di laci lembanyung. Pagi-pagi sekali Dendra melakukannya agar tidak di ketahui siswa siswi lain. Tepat pada hari ini dia hampir di pergoki Kinan. Raut wajah bingung, Dendra mengalihkan suasana canggung dengan mengajaknya ke depan gerbang sekolah.
“Dra ngapain kamu pagi-pagi buta kesini?”
“Sebelumnya aku memastikan si preman sudah di tangkap oleh polisi. Lantas kau sendiri sedang apa?”
“Aku menunggu Lembayung, memastikan dia tiba di sekolah hari ini.”
“Dia punya dua sahabat cowok tapi keselamatannya terancam. Kalau saja kemarin aku tau pak Totok tidak menjemput maka Lemba akan aman-aman saja.”
“Salah ku juga tidak menunggu Lemba di jemput pulang.”
Mereka berdua menyalahkan diri hingga tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit. Lemba tidak muncul juga. Melihat Fiza berjalan memasuki gerbang sekolah, dia di hadang Kinan dan Dendra menanyakan dimana Lembayung.
“Aku tidak tau! Kalian berdua seperti pengawal pribadinya saja. Kenapa tidak sesekali menanyakan ku! Huuff menyebalkan!” ucap Fiza pergi meninggalkan mereka.
Di dalam kelas para murid menunggu kedatangan guru pada jam pelajaran pertama. Tepat di hari ini, pelajaran bahasa Jerman dengan tumpukan tugas dan jawaban yang lengkap di dalamnya.
“Pemil kau tidak ke WC? Kalau iya, buruan gih sebelum Frau Turnip datang” ucap Parhan.
“Nggak, entah kenapa aku tiba-tiba sangat mules dan keringat dingin kalau Frau masuk kelas kita.”
Wajah Fiza di tekuk cemberut, dia membanting tas lalu membungkuk melirik laci Lembanyung. Dia menarik coklat dan selembar kertas yang terikat dengan pita di atasnya.
“Za kamu ngapain? Kalau benda itu di dalam laci Lemba ya jangan di ambil dong” ucap Arla.
“Emangnya itu apaan Za? Aku jadi penasaran nih” Rara melirik benda yang ada di tangannya.
“Nggak boleh gitu, pemiliknya harus tau. Kalau di bolehin lihat baru boleh di lihat.”
“Kayaknya Lemba nggak hadir deh, yauda karena Fiza temen sebangkunya biar dia aja yang simpankan.”
Lemba tidak hadir, dia mengurung diri seharian di dalam kamar. Makanan dan minuman tidak di sentuh, bujukan mbok Jum juga di hiraukannya. Kedua orang tua Lemba yang sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Meski semua kemewahan dan semua keinginannya terpenuhi, Lemba sangat kesepian tidak memiliki tempat berbagi suka dan duka.
Tok, tok, tok.
“Non ada tamu. Nak Dendra dan nak Kinan.”
“Katakan saja aku tidak mau di ganggu mbok!”
Kedua sahabatnya itu mendengar jelas ucapan Lemba. Mereka berdiri di depan pintu kamarnya hingga salah satu dari mereka mengetuk pintu kamarnya.
“Lemba, aku mau bicara nih” ucap Kinan.
Perlahan dia membuka pintu, wajahnya kusut, rambut acak-acakan, kamar berserakan bak kapal pecah. Mereka bertiga berkumpul di balkon sambil menatap ke luar halaman. Kinan dan Denra mencari cara agar sahabat mereka tertawa kembali sampai keduanya berakting lelucon yang menggelikkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
𝐋α 𝐒єησяιтα 🇵🇸🇮🇩
Keenan mungkin yak bcanya 🤭
2023-08-02
0
Elisabeth Ratna Susanti
suka banget 😍
2023-03-01
0
Hanum Anindya
sajak sajak Dendra bagus tuh buat di jadikan novel balik. seharusnya mereka langsung tangkap tuh preman yang bikin onar. semangat kakak sayang 🥰🙏, novel baru bikin pengen balik lagi ke bangku SMU😊.
2023-02-20
0