Seorang gadis kecil berusia 10 tahun sedang duduk di depan cermin dalam diam. Gadis kecil itu mengenakan gaun biru cerah dengan rambut yang diikat ekor kuda dan berhias pita merah muda. Meskipun gadis kecil itu sedang memandang cermin, namun pandangan matanya terlihat tidak fokus. Wajah mungilnya tampak penuh kebingungan.
"Kakak!"
Suara teriakan yang familiar membuat pupil gadis kecil itu menyusut seketika.
Suara ini...
"Kakak sudah selesai belum? Kok siap-siapnya lama kali! Mama sama Papa sudah di jalan loh!"
Seorang gadis kecil dengan gaun merah muda berdiri di depan pintu kamar dan menggembungkan pipinya sambil menatap cemberut pada Felice.
Feline...
Felice bisa merasakan perih menyelimuti hati dan pikirannya. Bayangan gadis kecil kesayangannya sekarang berdiri di dekatnya, gadis yang selalu didukakannya selama tujuh tahun. Mungkinkah dia akhirnya benar-benar menjadi gila? Pandangan Felice memburam seiring dengan rasa perih yang semakin menyengat mata dan hidungnya.
Feline tertegun ketika melihat kakak kesayangannya menangis dalam diam. Kepanikan menerpanya seketika. Dia langsung berlari ke sisi Felice dan dengan cemas mengambil setumpuk tisu di atas meja.
"Kakak ada apa? Jangan menangis, Feline minta maaf karena tadi membentak kakak. Jangan sedih, Kak..."
Sentuhan akrab menghangatkan hati Felice yang telah beku selama bertahun-tahun. Dia memeluk adik kesayangannya dengan erat seolah hidupnya bergantung padanya. Jika ini mimpi, maka biarlah dia menikmatinya walau hanya sejenak.
Feline memeluk kakaknya dan dengan hati-hati memanggilnya, "Kakak...?"
"Feline... Matahari kecil kakak..."
Kebingungan terpampang di wajah Feline. Kenapa kakaknya aneh sekali hari ini...
Kedua gadis kecil itu berpelukan erat seolah tidak ada hari esok lagi. Meskipun Feline tidak paham apa yang ada di pikiran kakaknya sekarang, tetapi dia tetap patuh membalas erat pelukan tiba-tiba Felice.
Setelah beberapa waktu Felice melepas pelukannya. Dia memandang adiknya dengan emosi rumit yang tidak dimengerti Feline. Sekarang pikiran Felice sudah memulihkan kejernihannya. Sentuhan ini, suara ini, semuanya terlalu nyata. Memandang kalender di meja rias, jantung Felice mengepal seketika.
Tahun di kalender menunjukkan kalau dia sekarang berada di usia 7 tahun. Felice tidak pernah percaya pada hal-hal gaib dan pembalikan waktu jelas-jelas di luar akal sehat manusia, tapi inilah kenyataannya. Dia kembali ke masa sebelum semuanya terjadi, Feline masih di sini. Semuanya belum dimulai.
"Kakak...," panggil Feline dengan kekhawatiran yang terpampang jelas di wajah kecilnya. Kondisi Felice membuatnya agak gugup. Menangis lalu melamun dengan ekspresi yang tidak bisa dia uraikan, kakaknya sangat aneh sekarang...
"Maaf Feline. Kakak cuma lagi badmood."
Feline tidak percaya, tapi dia tidak menusuk kebohongan kakaknya. Kalau kakaknya tidak ingin bicara, dia tidak akan memaksanya. Jangan sampai kakaknya menangis lagi.
Felice sebenarnya tidak begitu ingat lagi apa yang terjadi saat dia berusia 7 tahun, tapi dia berusaha menutupinya dengan sempurna dan mengajak adiknya turun dengan ekspresi ceria.
Mengingat apa yang dikatakan Feline tadi, orang tua mereka pasti sedang dalam perjalanan pulang. Hubungan kedua orang tuanya sudah mulai merenggang dan ini adalah fase dimana mereka menjadikan pekerjaan sebagai prioritas pertama mereka.
Perasaan Felice sekarang agak rumit. Dia senang karena telah kembali ke saat dimana Feline masih hidup, tetapi itu artinya dia harus menghadapi kedua orang tua mereka yang masih acuh tak acuh di timeline ini. Sikap ini tidak menjadi masalah untuknya, tapi kalau ingin merubah masa depan buruk mereka dia perlu memperbaiki situasi ini. Kali ini dia bertekad untuk melakukan apa pun untuk memastikan nasib Feline tidak terulang lagi.
Kedua gadis kecil itu menunggu di sofa ruang tamu dengan antisipasi yang riang, tapi nyatanya hanya Feline, sang adik seorang yang serius menunggu kepulangan orang tua mereka.
Felice samar-samar menatap sekelilingnya, ruangan ini memberinya suasana yang familiar namun juga tidak. Setelah Feline meninggal beberapa dekorasi telah diganti dan ditambah, bahkan ketika dia kembali dari Amerika banyak hal yang diubah. Tapi saat itu Felice tidak terlalu memperhatikannya karena tidak peduli berapa banyak yang berubah, sudah tidak ada lagi kehangatan dan keharmonisan murni di rumah keluarga mereka.
Ingatan kehidupan lampau Felice kembali berputar di benaknya. Kebencian yang selalu dibawanya kemana-mana, orang-orang yang pernah melintas dalam kehidupannya, segala perbuatan luar biasa yang pernah dilakukannya, dan masih ada banyak lagi. Semuanya seperti film dokumenter yang tersimpan di memorinya.
Kilasan memori itu mandek saat berhenti di gambar kedua orang tuanya. Selama dua tahun setelah kematian Feline, orang tuanya berusaha menembus kepedihan mereka dengan mencurahkan semua kasih sayang mereka untuknya. Kedua orang tuanya berharap membangun kastil mimpi untuk mulai merakit kata 'harmonis' dalam keluarga mereka. Harapan itu sudah serapuh serpihan es retak, tapi dirinya mengambil jalan berduri yang memukul hancur ilusi keluarga harmonis yang dibangun orang tuanya.
Felice memandang adiknya yang selalu memandang jam dinding dengan gelisah setiap beberapa menit. Tidak seperti Feline yang tidak sabar menunggu kepulangan orang tua mereka, Felice ragu ayah dan ibu mereka bisa pulang. Dalam kenangannya, sudah tidak terhitung berapa kali orang tua mereka melanggar janji manis yang mereka kait. Dalam periode ini, hubungan ayah dan ibu mereka tampaknya sudah mulai merenggang. Keduanya lebih betah menghabiskan pikiran mereka pada pekerjaan dibandingkan keluarga.
Hari ini mereka mungkin juga tidak akan pulang sama seperti biasa-
Klik
Suara pintu terbuka membuat renungan Felice buyar.
"Papa Mama akhirnya pulang!"
Kicauan riang adiknya menembus jauh ke hatinya menimbulkan sedikit riak jauh di kedamaian pikirannya saat seutas kebingungan terjalin bersama. Papa dan Mama pulang?
Felice menatap punggung adiknya yang berlari ke pintu dan memeluk dua sosok yang dikenalnya. Punggungnya kaku seolah dirantai ke kursi ketika melihat adegan kasih sayang di depannya.
Papa dan Mama tersenyum?
Ini berbeda dari sosok orang tua yang dikenalnya. Senyuman itu sangat tulus tanpa deteksi kepalsuan seolah memang sudah seharusnya seperti itu. Ekspresi tulus kedua sosok itu tumpang tindih dengan senyuman palsu yang melekat di benak Felice.
Ayah mereka mengalihkan pandangannya dari Feline dan menatap Felice yang duduk di sofa dengan pandangan tanya yang sayang seolah sedang menanyakan apa yang mengganggu pikiran sang kakak. Ibu mereka juga mengalihkan perhatiannya pada sang putri sulung dan dengan lembut bertanya, "Felice, kenapa kamu diam saja di sana? Ayo kemari, Nak. Beri Papa sama Mama pelukan selamat datang kembali."
Nafas Felice tertahan sedetik sebelum dia turun dari sofa dan berjalan menuju ketiga anggota keluarganya dengan perlahan. Setiap langkah serasa menarik kakinya jatuh lebih berat ke lantai hingga akhirnya dia berhenti di depan kedua orang dewasa itu sebelum pasangan itu memeluk lembut putri sulung mereka.
Hangat.
Itulah perasaan pertama Felice. Kehangatan kedua yang dirasakannya setelah kembali ke dunia ini. Memejamkan matanya, Felice membalas pelukan itu dengan senyuman tulus yang entah kapan terakhir kalinya dia lakukan. Semuanya memang berbeda yang agak di luar dugaan, tapi mungkin ini tidak terlalu buruk.
Aku kembali Pa, Ma.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments