LITTLE BROTHER

LITTLE BROTHER

LITTLE BROTHER (1)

"Mmmmmhhh!"

Terdengar suara jeritan seorang laki-laki yang tertahan akibat bibirnya dilumat dengan ganas oleh gadis di depannya.

Sebetulnya laki-laki itu bisa saja menghindar dari sang gadis dengan dress merah pendek itu dan pergi.

Ya... Jika saja tangan dan kakinya sedang tidak diikat di kursi.

Gadis itu melepaskan tautan bibirnya. Ia tersenyum puas sementara sang lelaki yang terlihat terengah-engah dengan keringat yang mengalir di dahi.

Gadis itu tersenyum miring, "Baru kali ini gue merasakan bibir cowok yang senikmat ini."

"L–lo gila! Lepasin gue, Kak!"

Ya. Mereka adalah sepasang kakak-beradik.

Sang gadis menghela napas lalu geleng-geleng kecil. Kakinya mulai melangkah memutari sang adik yang tengah duduk di kursi. Tangan nakalnya mulai meraba-raba pipi serta dada adiknya itu.

"Gue tanya sama lo. Kalau lo belum makan dua minggu, dan lo liat ada daging sapi di depan mata lo, apa yang akan lo lakuin?" tanya sang gadis.

Adik laki-lakinya berpikir sejenak, "E–entahlah. Makan daging itu?"

"Exactly. Gue pun sama. Ada makanan lezat di depan gue, masa gue nolak?" Gadis itu kembali menyunggingkan senyumnya.

Gadis itu memberikan tatapan lapar pada lelaki dengan kemeja putih yang seluruh kancingnya sudah terbuka menampilkan pemandangan yang amat sangat indah.

Dengan suara ketukan pelan dari heels hitam yang dipakainya, gadis itu melangkah semakin dekat pada sang adik tepat di depan wajahnya.

Bahkan hidung mereka nyaris–tidak. Sudah bersentuhan.

Jemari gadis itu mulai menjelajahi tubuh sang adik dan berhenti pada dada bidang lelaki itu. Senyuman miring lagi-lagi terbit di bibir sang gadis dengan mata yang tak teralihkan dari wajah lelaki dengan rambut kecokelatan itu.

"Jujur sama gue. Lo juga menikmati ini, kan?"

"Kak... Please... Lo–"

"Sshhh... Jangan berisik. Semakin lo banyak omong, semakin besar keinginan gue untuk menyantap lo."

Lelaki itu menelan ludahnya takut. Sementara sang gadis? Tak perlu ditanyakan lagi. Tangan gadis itu kini mulai meraba-raba perut atletis milik sang adik.

Keringat dingin dapat gadis itu rasakan kala ia menyentuh dan sesekali mencubit kecil perut adiknya itu. Alih-alih rasa jijik, justru hal itu yang semakin membuat sang gadis terangsang.

Jemarinya bergerak ke bawah dan semakin bawah. Sang gadis dapat melihat lelaki itu menutup matanya, dengan perut yang naik-turun dengan cepat akibat napasnya yang terengah-engah.

Gadis itu tersenyum. Sepertinya sang adik sudah tahu jari-jarinya akan berakhir di bagian mana.

Bawah dan semakin bawah, tangan gadis itu tak berhenti menjelajahi seluruh tubuh milik 'santapan' lezat di hadapannya ini hingga akhirnya....

...gadis itu terbangun.

Gadis dengan kaus hitam bergambar gitaris tengkorak itu mengucek matanya sembari membuang napasnya gusar.

"Sial."

Ia meregangkan tangan dan kepalanya sembari mengusap lalu melirik pada ponselnya dan terlihat angka '06:13' di sana.

Gawat. Ratu Keabadian yang biasa dipanggilnya 'Mami' pasti mengamuk.

"Zoya sayang...."

Mata gadis dengan nama Zoya itu membulat sempurna. Dugaannya ternyata benar. Suara mengerikan itu berhasil membuat bulu kuduknya merinding.

"Zoya... Mami masuk nih."

Jangan tertipu dengan suara lembut dan kata-kata halusnya. Karena sebagai bukti, tempo hari saja Zoya telat bangun dan menemukan koleksi jaket kulitnya sudah berada di tempat sampah dengan keadaan yang sudah tak tertolong.

Tidak. Jangan sampai itu terjadi lagi.

*Braakk!!!

Suara bantingan pintu itu terdengar jelas dan menampilkan sosok emak-emak berdaster merah muda dengan motif bunga-bunga kuning sedang tersenyum lebar.

Zoya baik-baik saja melihat itu, sampai ia menyadari bahwa sang mami tengah memegang erat sebuah pisau dapur di tangan kanannya.

Alice—maminya—berjalan mendekati sang putri, "Hai, cantik... Baru bangun? Mau sekolah, gak?"

"Emang kalo gak sekolah boleh?" tanya Zoya dungu.

Sementara Alice mengangguk-angguk kecil, "Boleh...."

Zoya lagi-lagi dibuat kaget oleh sang mami karena ternyata tak hanya satu, tapi ada dua pisau yang dibawa oleh maminya itu.

"Gak mau sekolah, ya...?" Alice menggesekkan kedua pisau yang dipegangnya. Melihatnya, Zoya buru-buru berdiri dan memposisikan tangannya di depan kening seolah sedang hormat pada bendera.

"Oke. Otw kamar mandi, Mi. Sumpah."

...(•~•)...

Selesai memakai seragam putih-abu miliknya, Zoya menjinjing tas hitamnya dan keluar kamar. Namun gadis itu malah salah fokus pada kamar yang berada tepat di depan kamarnya.

Pintu kamar itu tampak agak terbuka dan memperlihatkan seorang laki-laki berseragam sama dengannya.

Laki-laki itu terlihat sedang bercermin sambil menyemprotkan parfum pada tubuhnya yang masih TERLIHAT JELAS karena kancing dari seragamnya masih terbuka.

Untuk sejenak, Zoya berpikir apa yang sedang dilihatnya ini benar-benar adiknya atau hanya sesosok hantu tampan yang menyamar?

Zoya jadi teringat sesuatu....

Seorang gadis kecil dengan rambut kepang dua tengah asyik bermain boneka di halaman rumahnya sendirian.

Ya. Tak ada anak lain yang mau menemani gadis itu bermain karena alasan 'Gak mau! Kepala sama kaki bonekanya malah dipotong-potong sama Zoya!'

Tetapi gadis kecil yang kerap disapa Zoya itu tak peduli. Ia terus saja memutilasi boneka-boneka yang ia mainkan menjadi beberapa bagian menggunakan pisau 'mainan'-nya yang ia dapat dari dapur.

"Zoyaaa!!!"

Teriakan nyaring dari seorang wanita itu berhasil mengalihkan perhatiannya. Zoya terkejut saat wanita itu memeluk dan menggendongnya.

"Ah, i miss you saurrrrrr much!!!" Wanita berambut pirang itu menggoyang-goyangkan Zoya di pangkuannya.

"Hai, mum."

Zoya menyapa wanita itu dengan tatapan datar. Namun bocah sembilan tahun itu membalas pelukan hangatnya sembari tersenyum.

Walaupun memang terkesan abai, tak bisa dipungkiri bahwa ia sangat merindukan Alice alias wanita yang sudah menjadi ibunya sejak dua minggu yang lalu.

Ya... Setelah beberapa hari menikah dengan ayahnya, Alice malah pergi ke negara asalnya di Belanda dengan alasan yang bahkan tidak Zoya ketahui.

"Ada siapa, Zoy?" sang ayah—Revan—keluar dari rumahnya dan melihat Alice sedang berpelukan dengan sang putri.

"MY WIIIFEEEE!!!" teriak Revan girang lalu ikut berpelukan.

"Eiittss... Kali ini, kita pelukannya berempat," ujar Alice.

Wanita itu tersenyum dan menatap Zoya, "There is someone you have to meet, Zoya."

Sementara Zoya, gadis itu hanya memberikan tatapan bingung sebagai respons.

"Come out, darling!"

Setelah teriakan itu keluar dari Alice, muncul sesosok bocah laki-laki dari balik mobil yang tadi dikendarai Alice. Bocah dengan turtleneck putih itu berjalan dengan kikuk seraya memainkan jemarinya.

Sampai di dekat mereka, bocah itu langsung memeluk kaki Alice dan bersembunyi di belakang wanita itu.

"My Broo!!! Was'up, boy??" sapa Revan ramah. Tapi Zoya malah mendengus sebal.

Jadi... hanya dia yang tak tahu siapa bocah ini?

"Zoya... here's your little brother."

Zoya membelalakkan matanya, "Little brother?!"

...-TO BE CONTINUED-...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!