LITTLE BROTHER (5)

"O–oke gue beliin! Gak usah nangis, dong!"

Demi apa pun. Zoya tak pernah punya niat untuk membuat laki-laki dengan badan tinggi tegap itu menangis seperti bocah tujuh tahun.

Gadis itu tak pernah menyangka kalau Lilo akan benar-benar menangis hanya karena satu buah cilok.

Zoya, gadis itu mendekat pada posisi sang adik yang masih terlihat terisak lalu membuang napasnya pelan.

"Gue beliin sekarang. Duduk dulu di sini."

Dengan bibir yang masih terlihat cemberut, Lilo mengangguk kecil sambil duduk di salah satu kursi biru yang berada di pinggir-pinggir lorong.

"Kak...."

Zoya yang tadi sudah mulai pergi pun menoleh.

"Jangan lama."

Zoya tersenyum, "Iya."

...(•~•)...

Lilo memainkan dasi yang ia pakai sambil mengetuk-ngetukkan kakinya ke lantai untuk mengusir kebosanan lantaran menunggu Zoya kembali membelikan cilok untuknya.

Poni rambutnya yang agak acak-acakan itu terlihat sedikit menutupi kening bagian atasnya. Kulit putih lelaki itu nampak kemerahan akibat cahaya matahari yang membakar.

Jika saja Lilo sedang terduduk di pinggir jalan, besar kemungkinan ia akan dibungkus oleh tante-tante haus brondong.

"Anjaayyy... Ada bule, nih."

Lilo dibuat terkejut saat dua orang laki-laki datang menghampiri dan terduduk di sebelahnya.

Di dalam hatinya, Lilo mendengus sebal.

Yang benar saja. Ini sudah ke sekian kalinya dua laki-laki ini menghampiri Lilo hari ini. Dan setiap menghampirinya, mereka dengan kurang ajarnya meminta sejumlah uang pada Lilo.

Tapi tahu apa yang lebih kurang ajar?

Lilo memberikannya.

"Ngapain lu, bro?" tanya salah satunya, Arka.

Entah kenapa, tapi orang-orang semacam Arka ini memang terkenal suka–bukan menindas, tapi lebih ke memanfaatkan orang-orang yang mereka rasa memiliki finansial yang baik.

Biasanya korban mereka adalah murid yang lugu dan pemalu. Tentunya murid-murid itu tidak memiliki kekuatan apa pun untuk membantah atau melawan mereka.

Dan Lilo adalah sasaran empuk bagi mereka.

Jangan tanya keadaan Lilo saat ini. Karena lelaki itu benar-benar ingin menghilang sekarang juga.

Bukan apa-apa, entah mengapa orang seperti Lilo sangat membenci kehadiran orang-orang macam Arka.

Bukan benci ingin melawan, justru Lilo ingin pergi karena tidak mau terjadi konflik apa pun.

Karena saat berhadapan dengan Lilo, orang seperti Arka akan seolah sedang diberikan ruang untuk bergerak.

Dan Lilo tidak suka itu.

"Cepek ada gak, le?" bisik Arka begitu saja.

Lilo melirik Arka sejenak lalu kembali terlihat agak menunduk karena jujur saja laki-laki itu takut.

"E–emang yang tadi udah habis, Bang?" cicit Lilo.

"Ya habis, lah. Orang tadi cuma ceban. Beli rokok doang juga abis, kali."

Bukan Arka, kini salah satunya—Sandy—malah terkekeh pelan lalu mendekat pada Lilo dan mengelus-elus punggungnya.

Ingat bukan? Kakak kelas yang pernah mengerjai Lilo untuk mengangkat sebuah meja yang besar bukan main ke gudang.

"Ceban lagi, deh. Ya?"

Dengan batang permen di mulutnya, Arka memiringkan senyumnya sambil menatap Lilo yang tengah tertunduk dengan jenaka. Sementara yang diajak bicara tidak tahu harus merespons apa saking takutnya.

Karena sekadar informasi, di Kanada tempat Lilo bersekolah dulu memang tidak bisa dipungkiri bahwa ia tidak memiliki teman sama sekali.

Tetapi Lilo tidak pernah bertemu makhluk bossy dan kurang ajar yang disebut 'manusia' seperti ini di sana.

Mendapati Lilo hanya diam mematung sedari tadi, Arka hanya membuang napasnya kesal sambil meludahkan batang permen miliknya.

"Gak usah pake lama." Arka nampak geram.

"Bohong kalo bule kayak lo gak punya duit. Ayolah...." Kini Sandy yang giliran mengelus-elus Lilo. Bedanya, kini di bagian paha.

Mami... Paha Lilo dielus cowok, batin Lilo takut.

"Ceban aja elah. Lo–AARGHHH!!"

Sandy berteriak sekencang-kencangnya saat merasakan tangan kanannya yang tengah mengelus paha Lilo tiba-tiba dicengkeram dengan sangat keras oleh seorang gadis.

"Kayaknya kain kafan yang gue bawa hari ini bakal berguna."

Keduanya, termasuk Lilo menoleh pada Zoya yang baru saja datang dengan satu plastik cilok penuh sambal persis seperti kesukaan Lilo.

Sandy menarik tangannya dari cengkeraman maut dari Zoya dan mengelus-elus tangannya sambil meringis.

Sedangkan Arka terlihat sudah kesal. Laki-laki itu mendengus, "Ah... Cewek freak ini lagi. Ngapain sih lo?"

"Sayangnya gue lagi menatap seonggok sampah beban masyarakat yang bisanya cuma nyari ribut sama orang yang gak berdaya."

Zoya menatap Arka dan Sandy dengan tatapan perang membara di matanya. Gadis itu benar-benar ingin mengamuk saja kala melihat mereka.

Dan Arka tertawa renyah, "Gue hebat, ya. Dari dulu, gak akan terpengaruh sama omongan dari mulut lo itu."

Zoya dan Arka memang sudah mengenal sejak lama. Bahkan sudah sejak kelas satu. Tapi itulah yang justru Zoya sayangkan.

Andai Zoya tak bertemu makhluk menjijikkan ini.

"Ibu lo juga hebat kok, Ka." Zoya tersenyum pada Arka. "Ibu kalian bener-bener hebat menurut gue." Kini Zoya menatap Sandy.

"Ibu kalian hebat bisa ngerawat anaknya yang tukang malak, dan tukang luntang-lantung di sekolah macam kalian. Dua jempol dari gue." Zoya mengacungkan jempolnya.

Sandy geleng-geleng, "Untung cewek."

Dan Zoya menaikkan sebelah alisnya dengan angkuh. Gadis itu tertawa sejenak lalu kembali menatap Sandy dan Arka bergantian.

"Gue cowok pun gak akan ada bedanya. Lo berdua cuma orang cemen yang jago gertak doang...."

"...Bersyukurlah gue masih sebut kalian 'orang'."

Sandy terkekeh geli pada Zoya, "Berusahalah sebisa lo, Zoy. Lo pikir kami cowok apaan mau lawan cewek?"

Zoya mengerjap, "Oh? Kalian cowok, ya?"

Arka mendekatkan posisinya pada Zoya. Laki-laki dengan plester di kening bagian kirinya itu menatap Zoya dingin.

"Cukup. Gua gak mau harga diri gue hancur gara-gara lawan cewek sok misterius dan aneh kayak lo," bisik Arka.

Zoya tersenyum miring, "Akhirnya lo punya harga diri. Walaupun baru sedetik yang lalu, sih. Selamat."

Sumpah. Lilo sampai bergidik ngeri kala mendengarnya. Mengapa kakak perempuannya menjelma jadi seorang gadis dengan mulut tajam?

Ya... Lilo tahu seberapa menyakitkan ucapan Zoya. Tapi saat ini, melihat Zoya yang melontarkan kalimat sarkas bertubi-tubi membuatnya....

...kagum.

Zoya lalu menghampiri Lilo yang tengah terduduk dan mengajak sang adik untuk beranjak.

"Reputasi jelas adalah hal yang penting buat cowok penggila perhatian kayak lo. Bahkan cuma buat lawan cewek kayak gue."

Zoya memberikan cilok tadi pada Lilo. Keduanya langsung memunggungi Arka dan Sandy untuk pergi ke kantin.

Tapi sebelum pergi, Zoya menoleh dan tertawa, "Loser."

Terdengar menyebalkan di telinga Arka kala Zoya mengatakan itu. Apalagi dengan senyuman miring dan tatapan remeh dari Zoya barusan membuatnya jengah.

Tidak boleh ada yang membuat Arka jengah.

Dengan cepat, Arka menarik seragam Zoya yang sudah memunggunginya agar dapat menghajarnya.

"Peduli setan lo cewek. Lo udah bikin gue merasa terinjak-injak." Tatapan ganas sudah terlihat di mata Arka.

Bukannya takut, Zoya alias gadis yang memang doyan mencari perkara itu malah tertawa kecil yang diakhiri dengan senyum di wajahnya.

"Gini, dong."

Dengan cepat, Zoya melepaskan seragamnya dari cengkeraman Arka lalu meninju dada lelaki itu.

Sialnya, pukulan itu meleset. Dan Arka malah melayangkan kepalan tangannya tepat ke wajah Zoya. Beruntung, gadis itu berhasil menangkis dengan tangan kanannya walau dengan susah payah.

Ya walau beberapa kali Zoya seolah menantang Arka, tidak bisa dipungkiri kalau tenaganya kalah jauh oleh laki-laki itu.

Namun Zoya tak boleh kalah dari bocah ini. Karena penindas ini akan semakin gencar mengganggu orang tak berdaya untuk menuruti keinginan mereka.

Termasuk Lilo.

Karena posisi tangan Arka yang sedang ia cengkeram, otomatis Zoya mencengkeram lebih keras agar laki-laki itu kesakitan.

Dan berhasil, Arka menarik tangannya yang dicengkeram Zoya sambil mengaduh. Di situlah Zoya menghadiahkan kaki kanannya untuk 'mengusap' kepala Arka.

Tapi sial....

Arka juga berhasil menangkisnya.

Kaki kaki kanan Zoya yang tengah dicengkeram oleh Arka. Gadis itu jadi hanya berdiri dengan satu kakinya dengan kesulitan.

*Bughhh!!

Suara Zoya terjatuh itu terdengar jelas kala Arka menyenggol kaki kiri Zoya yang gadis itu gunakan untuk berdiri.

Lilo menutup mulutnya kaget. Mata lentik lelaki itu sempat mengerjap beberapa kali saking kagetnya melihat sang kakak yang baru saja terjatuh dengan keras.

Sementara Sandy, sedari tadi aki-laki itu hanya diam saja menyaksikan keributan seperti sedang menonton film action dengan wajah dungu.

Dan Zoya, gadis yang kini berambut acak-acakan itu terlihat terengah-engah dengan posisi tengkurap sambil menatap Arka penuh amarah sekaligus tak habis pikir.

Semua kerusuhan dan keributan mereka ini terjadi karena Zoya meninggalkan Lilo untuk menggantikan cilok sang adik yang ia makan.

Semua ini gara-gara cilok.

Berbeda dengan Zoya yang nampak kesal, Arka justru menatap Zoya dengan kepuasan terlihat jelas di dalam raut wajahnya. Laki-laki itu mendekat, dan meraih dagu Zoya.

"Kapan lo mau sadar, Zoy? Lo gak sebanding sama gue."

Arka berdiri lalu melangkah pergi bersama Sandy. Dan saat melewati Lilo, laki-laki itu menoleh dan tertawa remeh lalu kembali berjalan.

Tapi Lilo acuh akan hal itu. Ia malah berlari menghampiri sang kakak yang sedang terlihat ingin mengamuk itu.

"Kita ke UKS sekarang, Kak. Gue anter."

Tapi respons sang kakak di luar dugaan. Zoya malah mengubah ekspresi kesalnya menjadi senyuman maut.

Zoya terkekeh, "Satu, dua...."

*Bughhh!!

Arka dan Sandy jatuh tersungkur ke lantai dengan keras saat sebuah tali tiba-tiba membentang dan menghalang jalan mereka.

Kedua laki-laki itu hanya meringis kesakitan memegangi kaki dan sikut yang menjadi tumpuan pertama mereka saat jatuh tadi.

Sementara di balik kedua pot tanaman di dua sisi lorong, munculah Jerry dan Nayla sambil tertawa-tawa puas melihat keadaan Arka dan Sandy yang mengenaskan.

Dan Zoya, gadis itu perlahan-lahan mulai mencoba berdiri lalu melangkah mendekat pada posisi Arka dan Sandy.

Walau bingung setengah mati, Lilo mengekori saja kakak perempuannya yang nampak sedikit terpincang-pincang itu.

Selanjutnya, Zoya malah tos dengan Jerry dan Nayla yang masih terlihat tidak bisa menahan tawa mereka.

Zoya berjongkok dan mendekat pada Arka lalu meraih dagu laki-laki dengan napas yang tersengal-sengal itu.

"Next time gue bawa kapak, ya."

...-TO BE CONTINUED-...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!