BAB 2 SIAPA BYEOL?

Cahaya mentari menyelusup di antara celah dinding dan angin-angin. Hari sudah pagi. Byeol membuka matanya. Dia masih berharap apa yang dia lihat hanyalah mimpi. Dicubitnya pipinya sendiri, dia merasa kesakitan. Dilihatnya Yideum sudah tak ada di tempat. Ruangan itu tetap sama dengan yang dilihatnya kemarin. Sebuah kamar dengan desain kuno, berjendela kertas, berpintu kayu dan penerangannya hanya menggunakan lampu minyak. Baju yang dia pakai juga baju model kuno. Semua terlihat nyata. Tak lama kemudian, Yideum bersama ibunya masuk ke dalam kamar membawakan air sebaskom dan makanan.

"Byeol-ah, apakah kau baik-baik saja. Bangun dan makanlah dulu," ujar ibu Byeol.

Byeol mengangguk dan tersenyum. Melihat Byeol tersenyum, ibunya juga ikut tersenyum bahagia.

"Sudah lama aku tak melihatmu tersenyum, Makanlah yang banyak agar kau cepat sembuh," ujar ibu Byeol sambil terus memandangi anaknya.

Man Se merasa heran dengan ucapan ibu Byeol. Apakah memang Byeol itu tipe gadis yang tak pernah tersenyum? Yideum juga senang melihat nona mudanya mulai makan dengan lahap, karena Byeol tipe orang yang pemilih dan cerewet mengenai makanan. Setelah makan, Yideum membantu Byeol menyeka-nyeka badan dan berganti baju. Ibu Byeol membantu anaknya memasangkan baju.

"Ibu, bolehkah aku jalan-jalan?" tanya Byeol

"Apa kamu yakin kuat jalan-jalan?" tanya ibu Byeol dengan raut muka khawatir.

Byeol mengangguk.

"Aku sudah sehat, Bu? Aku kuat kok,"ujar Byeol sambil tersenyum.

Ibu Byeol tersenyum, menganggukkan kepala lalu menyuruh Yideum menemani nona mudanya jalan-jalan berkeliling rumah.

***

Byeol menghirup udara segar di luar, tak pernah dia merasakan udara yang sejuk dan bersih seperti yang saat ini memenuhi rongga dadanya. Matanya menyapu segala sudut di sekelilingnya. Rumah itu bagus dan terdiri dari beberapa bangunan, memiliki halaman luas serta pohon-pohon yang rindang. Taman bunganya terawat dengan rapi.

Sesekali dilihatnya para pelayan rumah lewat dan memberi hormat padanya dengan cara membungkukkan badan. Byeol hanya membalas dengan anggukan dan senyuman yang ramah. Byeol merasa sangat dihormati oleh orang di sekitarnya. Diedarkannya pandangan ke penjuru rumah. Ini rumah Choi Ji Mong, bagus sekali, apalagi istana Raja, itu pikiran Oh Man Se dalam tubuh Byeol.

Byeol bersama Yideum berjalan ke belakang rumah ternyata di sana ada sebuah kolam ikan, dan sebuah gazebo di tengahnya.

"Ayo kita ke sana!" Byeol menarik tangan Yideum ke sana.

Byeol tersenyum ceria ketika melihat di tengah gazebo itu ada sebuah Gayageum*. Byeol langsung menyentuh Gayageum itu, tapi Yideum malah mengerutkan keningnya dan merasa khawatir dengan tingkah nona mudanya.

"Yideum-ah, ini Gayageum?" tanya Byeol.

"Apakah aku boleh memainkannya?" tanya Byeol lagi.

"Agassi ... Agassi yakin mau memainkannya? Bukankah selama ini Agassi tak mau memainkannya karena menganggap alat musik itu membosankan?" ujar Yideum merasa tak yakin.

"Aaah, begitu ya," ujar Byeol.

Oh Man Se dalam tubuh Byeol baru tahu kalau ternyata Byeol gadis yang tak suka bermain musik

"Ceritakan bagaimana Byeol itu?" tanya Oh Man Se dalam diri Byeol pada Yideum.

"Agassi ... apa Agassi sudah lupa tentang diri Anda sendiri, seakan Anda sedang membicarakan orang lain," ucap Yiedum,

"Aiigooo, benturan di kepala Anda benar-benar membuat Anda berubah," lanjut Yideum.

"Hehehe ... ya bisa jadi karena itu. Aku bahkan lupa siapa diriku," ujar Byeol sambil tertawa.

Yideum merasa kasihan pada nona mudanya. Byeol duduk dan mulai memetik Gayageum. Oh Man Se waktu sekolah menengah pernah ikut ekstrakurikuler menari dan memainkan alat musik, jadi dia bisa dengan lancar memainkannya. Yideum melongo heran. Byeol selama ini tak pernah bisa main Gayageum, bagaimana bisa sekarang nona mudanya memainkan alat musik itu dengan indahnya.

"Agassi ... Anda bisa memainkannya?" tanya Yideum terbata karena tak percaya dengan yang dilihatnya.

Byeol menghentikan petikan jarinya dan memandang Yideum heran.

"Apakah Byeol selama ini tak bisa main Gayageum?" tanya Byeol polos.

Yideum menganggukkan kepalanya. Dia pikir kecelakaan itu merubah nona mudanya seratus delapan puluh derajat. Byeol berdehem lalu mengangkat tangannya dari alat musik itu sambil tertawa nyengir.

"Aku seharusnya tak ceroboh lagi seperti ini," ujar Man Se dalam hati. Tapi tangannya serasa gatal ingin memainkan alat musik itu.

"Sssst, jangan bilang ayah dan ibu ya kalau aku memainkannya," ujar Byeol.

Yideum pun menganggukkan kepalanya. Byeol pun mulai memainkan Gayageum. Suara ritme petikan musiknya terdengar indah dan tenang.

Tak lama kemudian, ada seorang laki-laki melewati jembatan batu menuju rumah Tuan Choi. Jembatan batu itu dekat dengan gazebo, dimana Byeol sedang memainkan Gayageumnya. Dilihat dari bajunya, kemungkinan besar dia seorang bangsawan. Wajahnya tampan, berhidung mancung dan alisnya lurus, berbibir tipis. Laki-laki itu memakai baju warna hijau zaitun dan jubah hijau muda dari sutera, rambut panjangnya disanggul ke atas. Dari wajahnya yang masih muda dan tak berjenggot bisa di tebak umurnya di awal dua puluh tahunan. Laki-laki itu berhenti sambil memandang Byeol. Dinikmatinya alunan musik yang indah itu. Dia tersenyum memandang Byeol. Tapi yang dipandang tak tahu kalau ada orang yang sedang memperhatikannya.

Tuan Choi datang menyambut laki-laki itu. Tapi yang disapa tak menghiraukan, karena asyik menikmati pertunjukkan yang ada di depannya. Tuan Choi mengarahkan pandangannya kepada Byeol di gazebo. Tuan Choi terkejut setengah mati melihat Byeol sedang memainkan Gayageum, padahal selama ini Byeol tak pernah mau belajar memainkannya. Sekarang yang dia lihat, Byeol dengan lancar memainkan alat musik itu.

Laki-laki yang baru datang itu menyadari kedatangan Tuan Choi dan minta maaf.

"Aaah, Tuan Choi, maaf kan saya. Saya terpesona dengan gadis itu, permainan Gayageumnya indah," puji laki laki itu.

Tuan Choi merasa salah tingkah tapi bangga dengan pujian orang itu terhadap Byeol.

"Terima kasih pujiannya Pangeran Wook. Byeol masih anak-anak, dia masih perlu belajar banyak," ujar Tuan Choi sambil membungkukkan badannya memberi hormat.

Laki-laki itu adalah Wang Wook, anak Raja Taejo Wang-geon yang kedelapan dari Ratu Shinjeong Hwangbo. Tuan Choi mempersilakan Pangeran Wook berjalan menuju ke rumah utama. Pandangan Tuan Choi sekilas melihat Byeol yang masih asyik bermain Gayageum. Dia merasa heran dan bertanya-tanya sejak kapan Byeol bisa memainkannya?

Byeol mengakhiri permainannya lalu tersenyum lebar. Yideum tertawa gembira dan bertepuk tangan.

"Yideum-ah, kita jalan-jalan keluar yuk," ajak Byeol.

Yideum menggelengkan kepala.

"Tidak boleh Agassi, nanti Tuan dan Nyonya akan memarahi saya," ujar Yideum menolak ajakan Byeol.

Byeol langsung merajuk, tapi Yideum tak mengalah. Akhirnya Byeol cuma jalan-jalan keliling rumah dan kembali ke kamarnya.

***

Oh Man Se merasa penasaran dengan sosok Byeol. Dia membuka semua lemari dan tempat penyimpanan barang milik Byeol. Selain baju-baju, buku-buku dalam tulisan Hanja, alat menyulam, kosmetik, kotak-kotak perhiasaan yang cantik.

Oh Man Se juga menemukan sebuah buku yang bersampul cantik bersulam bunga-bunga dalam kotak kayu berukir. Dibukanya buku bersulam itu. Oh Man Se tak bisa membaca tulisan Hanja. Sepertinya itu buku harian milik Byeol. Oh Man Se tertarik pada gambar-gambar yang dibuat Byeol. Ada beberapa gambar yang dilukis Byeol. Ada sebuah bintang yang meredup dan meledak, lalu ada bintang merah dengan bintang-bintang kecil disekelilingnya. Ada gambar seorang perempuan yang membuat Oh Man Se semakin penasaran, model baju perempuan itu tidak seperti baju gadis zaman Goryeo tapi baju model orang zaman masa depan. Ada beberapa tulisan-tulisan besar di bawahnya yang Oh Man Se tak mengerti apa maksudnya.

Oh Man Se akhirnya bisa menyimpulkan Byeol bukan gadis sembarangan. Dia bisa melihat masa depan. Oh Man Se syok dengan kesimpulannya sendiri. Seakan tak percaya, apakah gambar-gambar itu ada kaitannya dengan Oh Man Se? Bisa jadi selama ini Byeol menjadi gadis yang pendiam karena dia terbebani kemampuannya melihat masa depan, sedangkan tak ada siapa pun yang mau mengerti. Byeol seorang indigo.

***

Sore harinya, Byeol minum teh bersama ibunya. Nyonya Choi menatap Byeol dengan sorot mata lembut.

"Ibu minta maaf padamu, Nak," ucap Nyonya Choi memecah keheningan.

"Apa maksud Ibu dengan meminta maaf. Aku sebagai anak yang seharusnya banyak meminta maaf pada kalian sebagai orang tua. Aku selalu merepotkan kalian" ucap Byeol sambil menuangkan teh untuk ibunya.

"Tidak ... tidak ... sebagai orang tua tak salah juga kami meminta maaf. Siapa tahu karena sikap keras dan kurang pengertian kami membuatmu kehilangan senyuman dan merasa tertekan," terang ibu Byeol sambil meneteskan air mata.

"Masih bisa melihatmu tersenyum saat ini ibu merasa bersyukur. Siapa tahu ada salah kami yang membuatmu tertekan hingga kau mencoba untuk bunuh diri," lanjut ibu Byeol.

Byeol terharu lalu turun berlutut ke lantai memegang kedua telapak tangan ibunya. Diciumnya telapak tangan sang Ibu dan Byeol juga meminta maaf. Mereka berderai air mata yang tumpah karena sesal yang luruh begitu saja.

Waktu berlalu, Man Se dalam tubuh Byeol mulai menyesuaikan diri dengan kehidupan dan lingkungan sekitarnya. Mereka sekeluarga sering duduk bersama pada sore hari ditemani Byeol memainkan Gayageum. Tuan Choi menatap Byeol dengan tatapan yang serius. Dia merasa gadis yang ada di depannya itu bukan Byeol anaknya. Jika bukan Byeol lalu siapa? pikir Tuan Choi.

***

Pada suatu hari Tuan dan Nyonya Choi sedang bersantai duduk menikmati teh tanpa kehadiran Byeol. Wajah Tuan Choi terlihat serius karena sedang berpikir keras. Nyonya Choi memandang suaminya dengan heran.

"Suamiku, apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Nyonya Choi penasaran.

"Hmmm ... aku sedang memikirkan Byeol. Aku merasa sejak musibah itu, Byeol seperti bukan Byeol yang kita kenal. Apakah kau tak merasa demikian?" tanya Tuan Choi

"Aku juga merasa aneh dengan segala perubahannya. Dia lebih bersemangat, dan ceria. Dulu dia tak mau berlatih Gayageum, tapi sekarang bisa melakukannya dengan sangat baik. Dulu dia selalu pemilih dengan makanan, tapi sekarang dia mau makan apa pun yang disajikan. Aku sebagai ibunya merasakan hal itu. Tapi kupikir itu karena benturan di kepala dan kehilangan ingatannya," jawab Nyonya Choi panjang lebar.

Tuan Choi mengangguk-anggukan kepalanya mencoba memahami analisis istrinya.

"Kupikir bisa jadi demikian. Sebelum kejadian yang menimpa Byeol, aku bermimpi sebuah bintang yang meredup, lalu meledak. Bintang itu berganti dengan bintang merah yang sangat indah dan menarik bintang-bintang di sekelilingnya. Kupikir mimpi itu sebuah firasat," jelas Tuan Choi. Lalu keduanya diam dan tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing.

*sitar Korea

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!