Ceklek!
Pintu kamar terbuka. "Permisi, Tuan Kivan. Saya mau memeriksa keadaan Tuan Liam," ucap seorang pria dengan pakaian medis serta membawa peralatan dokternya.
"Dokter Richad, silakan Dokter." Kivandra mempersilahkan Dokter Richad untuk memeriksa keadaan Grandpa.
"Maaf, Tuan Kivan. Bisakah Tuan Kivan menunggunya di luar?" ujar Dokter Richad.
"Oh, baiklah. Saya akan menunggu di luar." Kivandra segera keluar dari kamar Grandpa.
Sedangkan Dokter Richad segera mengunci pintunya. Ia tahu kalau Tuan Liam sedang berakting. "Tuan Liam, bangunlah. Tuan Kivan sudah pergi," bisik Dokter Richad.
Mendengar itu, Tuan Liam langsung bangun. Ia terlihat bugar tidak terlihat sakit sedikitpun, ia tersenyum melihat Dokter Richad. "Bagaimana dengan akting saya?" Tuan Liam menaik-turunkan alisnya.
"Akting Tuan tidak perlu diragukan lagi. Saya sampai mengira kalau Tuan jatuh sakit saat Tuan Kivan menelepon saya," kekeh Dokter Richad.
"Saya sengaja melakukan ini, Dokter tahu sendiri 'kan seperti apa cucuku itu? Dia itu tidak pernah mau menjalin hubungan dengan wanita manapun, jadi saya sengaja ingin menjodohkan cucuku dengan Naya," jelas Tuan Liam.
"Jadi Tuan melakukan ini agar Tuan Kivan mau menyetujui perjodohannya?" Dokter Richad duduk di tepi ranjang Tuan Liam.
"Benar, saya ingin cucuku segera menikah. Usiaku sudah tidak muda lagi dan aku ingin melihatnya menikah sebelum saya meninggal." Tuan Liam menatap Dokter Richad.
"Tuan tidak boleh bicara seperti itu, Tuan Liam harus tetap sehat. Tuan harus rutin berolahraga dan makan yang teratur," saran Dokter Richad.
"Kita tidak pernah tahu kapan kita akan meninggal dan di usia berapa. Saya hanya ingin melihat cucuku menikah dengan wanita yang tepat. Jadi, saya minta sama Dokter untuk merahasiakan masalah ini. Jangan sampai cucuku tahu soal ini, katakan saja kalau hidupku sudah tidak lama lagi," titah Tuan Liam.
"Tuan Liam tidak perlu khawatir, saya akan menjaga rahasia ini dengan baik. Saya akan melakukan yang terbaik, saya akan berakting seperti Tuan," kekeh Dokter Richad.
"Dokter bisa saja," kekeh Tuan Liam.
"Ya sudah, sekarang Tuan Liam berbaringlah dan kembari berakting. Saya akan menemui Tuan Kivan dan yang lainnya untuk memberi tahukan kesehatan Tuan, saya permisi." Dokter Richad segera keluar dari kamarnya. Sedangkan Dokter Richad, dia keluar dari kamar Tuan Liam.
CEKLEK!
Dokter Richad membuka pintu kamar. "Dokter!" Kivandra langsung menghampiri Dokter Richad.
"Dokter, bagaimana dengan Grandpa?" tanya Kivandra dengan raut wajah yang cemas.
"Ini sangatlah serius, akhir-akhir ini kesehatan Tuan Liam semakin menurun. Saya khawatir sesuatu yang tidak diinginkan terjadi," jawab Dokter Richad.
"Apa maksud Dokter? Grandpa baik-baik aja 'kan? Jangan membuatku takut." Kivandra menatap Dokter Richad.
"Sebaiknya Tuan Kivan lihat sendiri keadaan Tuan Liam, mari," ajak Dokter Kivan seraya memasuki kamarnya.
"Baik, Dokter." Kivandra ikut masuk ke kamarnya.
Sedangkan Nyonya Thalia, Nenek Aminah dan Naya masih berdiri di luar kamar Tuan Liam. "Bu Thalia, saya mau bertanya apakah di rumah ini ada mushola?" tanya Naya sembari menatap ke arah Nyonya Thalia.
"Tentu saja ada, mushola ada di sebelah sana. Naya tinggal lurus saja terus belok kanan, Naya mau shalat?" Nyonya Thalia menunjukkan arah menuju mushola.
"Iya, Bu. Naya mau shalat, sebentar lagi adzan dzuhur. Naya izin ke mushola ya, Bu," ucap Naya.
"Iya, Sayang. Silakan, tidak perlu meminta izin seperti itu. Anggaplah rumah sendiri." Nyonya Thalia.
"Terima kasih, Bu. Naya permisi." Naya tersenyum lalu pergi menuju mushola.
Naya berjalan menuju mushola, sepanjang jalan dia dibuat takjub dengan lukisan-lukisan dan foto-foto Tuan muda yang tampan gagah dan berwibawa. Tanpa sengaja Naya berjalan mendekati lukisan Tuan muda yang terpajang di dinding, lukisan itu sangat besar dan indah karena lukisannya adalah lukisan 3D.
"MasyaAllah, kasep oge (ganteng juga) Tuan muda teh. Coba aja kalau Tuan muda teh tidak galak, Naya teh pasti udah ngefans sama Tuan muda, ah sayangnya Tuan muda sombong dan galak lagi," gumam Naya sembari menyentuh lukisannya.
"Ekhem ekhem," seseorang berdehem. Orang itu tidak lain adalah Farel. Dia berdiri seraya memperhatikan Naya.
Naya membulatkan matanya dan membalikkan badannya. "Aa kasep?" panggil Naya setelah melihat Farel yang tengah berdiri tepat di belakangnya.
"Sedang apa kau di sini? Ngapain pegang-pegang lukisan Tuan muda?" tanya Farel sembari menatap Naya.
"Kenapa? Apakah Naya teh tidak boleh memegang lukisan indah ini? Naya teh belum pernah melihat lukisan sebesar dan seindah ini," jawab Naya dengan jujur.
"Bukan begitu. Aku tidak melarangmu, aku hanya menyelamatkanmu dari Tuan muda," timpal Farel.
"Menyelamatkan Naya dari Tuan muda? Maksudnya apa? Apakah Tuan muda itu penjahat?" Naya berjalan mendekati Farel.
"Astaga, gadis ini." Farel menepuk jidatnya sendiri karena bingung harus menjelaskan apa lagi.
"Aa kasep, jawab atuh!" ucap Naya.
"Apapun jawaban saya pasti dia tidak akan mengerti," ucap Farel dalam hati.
Melihat Farel yang diam saja, Naya pun langsung mendekatkan wajahnya ke wajah Farel. "Jadi benar, Tuan muda teh penjahat?" tanya Naya, konyol dengan mata yang membola.
"Itu tidak benar! Jauhkan wajahmu dariku!" Farel menjauhkan Naya dari dirinya. Lalu Farel pergi meninggalkan Naya.
"Aa tunggu!" panggil Naya.
"Apa lagi?" Farel membalikkan badannya.
"Aa tau enggak, mushola ada di mana? Naya teh lupa lagi arahnya, rumah ini terlalu luas," tanya Naya terang-terangan tanpa rasa malu.
"Ayo, saya akan mengantarmu ke mushola," ajak Farel sembari berjalan lebih dulu.
"Baik, Aa kasep." Naya berjalan menyusul Farel.
Mereka pun berjalan bersamaan menuju mushola. "Aa, apa Aa teh enggak pusing tinggal di rumah sebesar ini? Kalau Naya jadi Aa mungkin Naya akan terus-terusan nyasar," celetuk Naya.
Farel menoleh ke arah Naya. Dia menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Naya. "Senyasar-nyasarnya di rumah ini tidak akan sampai nyasar ke negeri gingseng!" timpal Farel.
"Negeri gingseng? Gingseng itu yang yang mainan ada talinya terus berputar, sakit kalau kena tangan, itu bukan? Memangnya ada ya negeri gingseng?" tanya Naya, konyol.
"Itu gangsing, Naya. GANGSING!" Farel sengaja menekankan kata gangsing karena dia benar-benar kesal dengan pertanyaan konyol Naya. "Oh ya ampun. Ya Tuhan, jauhkanlah aku dari gadis ini. Dia membuat kepalaku sakit aja," umpat Farel dalam hati.
"Ouh, jadi beda ya. Aku pikir sama." Naya cengengesan.
"Beda! Sudah hentikan pertanyaan konyolmu itu! Kita sudah sampai, itu musholanya. Saya pergi, lakukan urusanmu sendiri! Jangan menggangguku lagi," ujar Farel seraya meninggalkan Naya.
Farel berjalan sembari memijat kepalanya karena pusing melihat tingkah konyol Naya. Sementara itu, Naya memasuki mushola. Tentunya sebelum dia shalat dia mengambil air wudhu terlebih dahulu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 214 Episodes
Comments
lestari saja💕
gimana ga pusing cerewet gtu...
2023-09-18
2
yuyu kekasih jk
ngakakkkkk bnget🤣
2023-04-06
1
Yullia Azahra
haha parah naya
2023-04-04
1