Padahal disisi lain Klara juga sangat takut karena pria itu begitu misterius bahkan saat dia memeriksa kantong di pakaiannya tidak ada satupun petunjuk atau identitas dirinya yang bisa dia cari tahu.
Ambulance segera pergi meninggalkan toko dan Klara segera masuk kembali ke dalam.
"Maafkan aku Amel tapi sebenarnya aku juga takut dengan pria itu" gerutu Klara saat ambulance itu pergi.
Klara segera masuk kembali ke dalam toko dan dengan cepat membersihkan bercak darah di lantai dan membayar beberapa barang yang dia ambil di dalam rak dengan uangnya sendiri, alhasil hari ini dia harus kehilangan banyak uang hanya untuk mengobati orang asing yang aneh, mencurigakan dan misterius seperti itu.
"Haaah....aku harus bekerja lebih keras lagi mulai sekarang" ungkap Klara menghembuskan nafas lelah.
Dia kembali bertugas seperti semula dan terus tersenyum menyambut para pengunjung lain yang berdatangan ke mini market hingga jam pulangnya sudah tiba dan dari sini hingga sore sudah masuk jam kerjanya Amel, namun dia tidak kunjung melihat kedatangan Amel juga, sehingga Klara mulai berniat menghubunginya.
Tapi disaat Klara baru saja hendak merogoh ponsel dari saku celananya, Amel masuk ke dalam toko dengan nafas ngos-ngosan dan wajahnya terlihat ketakutan juga sangat panik.
"Amel? Aku baru saja mau...." Ucap Klara tak sampai karena Amel langsung berlari ke arahku dan dia mengatakan mengenai pria sebelumnya.
"Klara gawat, kau tahu pria yang tadi kau tolong dia adalah seorang gangster berbahaya dia di takuti semua orang bahkan saat aku membawa dia ke rumah sakit para dokter sudah mengenalinya dan mereka segera menghubungi keluarganya, namun kau tahu lagi? Saat dia sadar dan pria itu mengatakan akan membunuh seseorang, sehingga aku langsung lari kemari dengan secepat yang aku bisa, dia akan membunuh orang yang membalut perban di perutnya dengan lakban, dia marah besar kepadamu Klara!" Ucap Amel membuatku merasa sangat terpukul dan lemas.
Aku pikir dia akan berterimakasih karena aku sudah menolongnya, tapi ternyata aku menolong orang yang salah. Tadinya aku sangat panik dan saat melihat plester yang harganya mahal aku tidak mampu membeli itu, terlebih untuk orang asing sehingga aku menggunakan lakban yang biasa pegawai toko pakai untuk membungkus dus dan beberapa barang, ku pikir fungsinya sama saja untuk menahan perban agar tidak jatuh dan menutupi luka serta menghentikan darahnya.
"A..Amel kita harus bagaimana sekarang?" Tanyaku dengan bingung dan menatap penuh kecemasan.
Amel menggelengkan kepala karena dia juga sangat bingung, sekarang aku hanya bisa berdoa dan berharap kepada yang maha kuasa agar aku di jauhkan dengan orang jahat semacam itu, aku segera pergi dari mini market karena sudah harus bekerja lagi di cafe, sebelum itu aku sudah berusaha menenangkan diri dan mengabaikan kejadian yang baru saja menimpaku.
"Aahh...sudahlah kita lupakan saja, lagi pula dia tidak melihat wajah kita berdua, jadi kita akan aman" tambahku pada Amel sambil memegangi kedua pundaknya.
Dia membalas perkataanku dengan anggukan, aku segera pergi sambil mengambil satu bungkus roti dan minuman dingin dari mini market, aku pergi menuju terminal bus dan menikmati roti sambil menunggu bus jurusanku tiba.
Hingga sesampainya di cafe, aku harus kembali memupuk semangat di dalam diri dan kembali bekerja keras sebagai pelayan dengan menyajikan makanan pada pelanggan dan harus tetap tersenyum cerah meski perasaanku sedang tidak baik-baik saja.
Untunglah pekerjaan di cafe jauh lebih lancar hari ini, pengunjung yang banyak dan semua yang begitu bersemangat, sampai waktu pulang tiba, aku harus segera pulang ke rumah untuk mengganti pakaian dan membelikan makanan bagi keluargaku.
"Tok ...tok....tok..." Suara pintu yang ku ketuk beberapa kali.
Adik bungsuku Kirei membukanya dan dia langsung memelukku dengan erat seperti kebiasaan yang dia lakukan setiap kali aku pulang bekerja.
"Kakak.... akhirnya kamu pulang, aku sudah lapar kak, ibu tidak memberiku makan dan hanya memberi kak Reno saja" ucap Kirei terlihat lesu.
Perutnya juga sudah mulai bersuara dan aku segera membawa dia masuk ke dalam serta memberikan satu bungkus nasi komplit dengan lauk yang sudah aku belikan khusus untuknya.
"Kirei lihat ini, kakak berikan kamu lauk daging dan juga tempe goreng kesukaanmu, ayo cepat makan, sudah jangan sedih lagi ibu dan kak Reno tidak akan merebut makananmu kakak juga membelikan makanan lain untuk mereka" ucapku sambil mengusap kepala Kirei.
Dia tersenyum senang dan membawa makanan itu ke kamarnya. Sedangkan aku segera menemui ibu yang terlihat tengah menonton televisi di ruang tengah dengan santai serta kaki yang dia silangkan, dia sama sekali tidak melirik ke arahku dan dia masih sama seperti sebelumnya, dia membenciku karena mengira aku penyebab kematian ayah.
Aku datang menghampirinya dan memberikan dua bungkus nasi dengan lauk yang sama seperti yang aku berikan kepada Kirei aku sama sekali tidak pernah membeda-bedakan mereka semua dan selalu menyama ratakan semua yang aku beri, tapi ibu tetap membenciku dan selalu bersikap buruk pada Kirei hanya karena Kirei menyayangiku dengan tulus.
"Bu....ini aku bawakan makanan untukmu dan juga Reno, jangan lupa dimakan ya" ucapku memberikannya dan menaruh di atas meja,
Dia tidak menjawabku dan selalu mengabaikan aku seperti yang dilakukan olehnya setiap saat.
Aku hanya bisa menghembuskan nafas lesu dan segera pergi dari dekatnya, aku bahkan rela hanya memakan dua buah roti untuk mengisi perutku supaya bisa membelikan mereka nasi dengan lauk daging yang selalu mereka dambakan.
Aku pergi melihat Kirei yang makan dengan sangat lahap, melihatnya begitu menikmati makanan dariku itu sudah membuatku kenyang dan merasa sangat senang, rasa sakit karena sikap ibu yang mengacuhkan aku terobati karena melihat Kirei, setidaknya aku tahu masih ada adik bungsuku yang perduli padaku.
Aku pergi ke kamar mandi dan segera membersihkan diri, waktuku tidak banyak sehingga aku harus kembali pergi untuk bekerja sedangkan disaat aku hendak pergi Reno datang menghampiriku dia meminta uang untuk biaya sekolah bulanannya.
"Kak.... Mana uangnya, aku sudah di tagih oleh guru karena belum bayar SPP selama dua bulan?" Ucapnya meminta dengan kasar,
"Reno, kakak hanya ada untuk satu bulan kamu tolong bilang pada gurumu yah yang bulan sekarang akan kakak bayar bulan depan" Ucapku dengan jujur,
"Ya sudah tidak masalah, cepat mana berikan uangnya! Lama sekali sih" balasnya yang langsung merampas uang di tanganku.
Aku ingin mendidik dia dan memberikan dia nasehat agar tidak bertindak seperti itu terhadapku tapi ibu pasti akan memarahiku dan mungkin menampar aku, jika aku menasehati Reno maka dari itu aku lebih memilih untuk diam padahal aku sangat berharap banyak pada Reno, selama ini dia dan ibu yang selalu menghabiskan uangku bahkan hari ini saja disaat aku hendak pergi bekerja ku lihat ibu juga hendak pergi dengan mengenakan tas yang baru aku lihat, aku menahannya dan menanyakan tas tersebut dengan cepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments