Bab : 2

Pagi itu aku dan suamiku menuju sekolahan untuk menitipkan kue, sesampainya di sekolahan kami langsung menuju ke kantin di sana sudah ada Bu indah guru yang mengelola kantin sekolahan itu.

"Selamat pagi bu" ucapku menegur ibu guru itu.

"Eh, selamat pagi berapa potong kuenya yang mau di titipkan?" diapun bertanya.

"Ini ada enam puluh lima potong Bu, tapi yang sepotong tidak usah di hitung untuk adek yang jaga kantinnya, jadi di hitung enam puluh empat" jawabku .

"Baiklah kalo begitu nanti sekitar jam setengah satu atau jam satu kamu bisa kesini untuk ngambil duit serta sisa kuenya jika masih" ucap Bu indah.

"Baik Bu terima kasih sebelumnya" ucapku sambil menjabat tangannya.

Aku kenal baik dengan guru-guru yang ada di sekolahan itu ya walaupun tidak semuanya dan tidak begitu dekat, karena aku Mentan murid sekolah itu juga.

Kamipun pulang karena sebentar lagi suami aku waktunya bekerja, suamiku masuk kerja jam tujuh pagi, di mebel itu kerja mulai jam tuju nanti istirahat jam setengah dua belas untuk makan siang dan jam satu masuk kembali, pulang jam empat sore.

Di mebel itu makan dua kali sehari pagi Sama siang untuk itu aku masak pun Ndak perlu banyak karena suami aku makan cuma sekali di rumah.

Sebenarnya gaji di mebel waktu itu lumayan besar jika ikut harian seperti ndempul dan mlitur, tapi karena suami aku ambil yang bagian masang busa kursi dan pemasangan itu di hitung borongan maka suami aku yang hanya karyawan ikut-ikutan ibaratnya dengan kawan pemborongnya di kasih gaji lima belas ribu sehari, namun jika ada borongan di luar kerja di mebel itu ya upahnya lumayan lebih banyak lagi.

Jam satu siang aku berangkat ke sekolahan dengan mengendarai sepeda engkol untuk ambil uang dan sisa kue jika masih ada, dan Alhamdulillah hari pertama kue aku habis tanpa sisa aku sangat bersyukur karena dengan itu aku bisa pegang uang sendiri dan bisa aku tabungkan

Hari kedua aku nyoba bikin satu setengah resep, dan pada hari kedua itu masih ada sisa tapi tidak banyak sisanya. Alhamdulillah hasil jual kue dengan gaji suami masih besar hasil jual kue. begitulah hari-hari ku sampai akhirnya aku tambah dagangan aku dengan bikin es teh untuk di titipkan di kantin itu.

Setiap bikin kue aku selalu di bantu oleh suamiku, entah kenapa walaupun aku tidak pernah di beri uang belanja tapi aku merasa bahagia bisa menolong dia mencari uang untuk kebutuhan sehari-hari walaupun ujung-ujungnya uang hasil jualan kue pun dia juga yang pegang, tapi aku tidak bisa melarang entah kenapa.

Ya walaupun ada rasa kesal dalam hati tapi mau bagai mana lagi melawan pada suami takut dosa juga,yang penting jika anak aku mau jajan aku minta sama suami gitu aja.

Hingga suatu hari bapakku kembali ke Sulawesi karena dulu bapak sama mamak aku ikut transmigrasi kesana dan di sana pun ada lahan yang perlu di rawat karena kebetulan lahan di sana di tanami kalau, bapakpun berangkat.

Saat ini tinggallah di rumah keluargaku mamak, adek, nenek dan kakek sedangkan aku tinggal bersama mertua aku, hingga suatu hari datanglah Abang mamak yang dari Kalimantan beliau ingin membawa mamak kekalimantan walaupun tidak lama mungkin sekitar satu bulan katanya dan akhirnya akupun di suruh kembali kerumah orang tuaku untuk menjaga nenek , kakek dan adik akupun ngomong sama suamiku.

"Mas, mamak mau kekalimantan kita disuruh tinggal di rumah sana, gimana menurut emas?" ucapku sama suamiku.

" Ya, Ndak apa-apa jika memang di sana Ndak ada yang jaga nenek sama kakek" kata suamiku.

Akhirnya di waktu yang telah di tentukan mamak berangkat dan kamipun pindah kerumah orang tuaku. Namun sebelum itu mamak minta ijin dulu kepada mertuaku supaya aku dan suami aku tinggal di rumah mamak.

Dan mertua aku pun mengijinkan, tapi embah suami aku minta jika kami tinggal di sana maka kami harus sering-sering berkunjung ke ke tempat mertua, kamipun mengiyakan, karena memang jarak kampung aku sama kampung suami bisa di bilang dekat hanya sekitar lima kilo dan cukup dengan dua puluh menit saja jika mengendarai sepeda motor dan jika mengendarai sepeda engkol sekitar tiga puluh menit sudah sampai.

"Mas, terus gimana nanti jualan kuenya kalau dari sini ( dari rumah orang tua ku) kan jauh?" aku bertanya sama suami ku.

"Ya udahlah Ndak usah bikin kue lagi, kalo dari sini Ndak mungkin kita ngantar ke sekolahan lagian kalo siang waktunya ngambil belum tentu aku bisa" ucap suamiku

"Tapi kita harus bilang sama Bu indah kalo kita tidak titip kue lagi ke kantin" ucapku .

"Iya, nanti kita pamit sama Bu indah kalo kita sudah tidak titip kue lagi karena jauh" ucap suamiku

"Iya mas" jawabku.

Sebenarnya berat melepaskan, tempat di mana kita bisa menghasilkan uang, tapi mau bagai mana lagi, karena jarak yang jauh dari rumah orang tuaku dan aku harus merawat kakek dan nenekku yang memang sudah sepuh, walaupun mereka sebenarnya masih sehat tapi ya namanya orang tua kan butuh perhatian dari yang muda.

Semenjak pindah ke rumah orang tuaku akupun tidak lagi jualan kue, aku sempat bingung karena uang belanja yang di kasih suamiku tentu saja tidak cukup jika hanya tiga ribu rupiah.

Ya..... aku harus pandai-pandai mengatur uang itu supaya bisa cukup untuk belanja, akhirnya aku bertekad untuk membuat botok karena kebetulan di pekarangan rumah kakek banyak terdapat pohon kelapa, ya hitung-hitung untuk tambahan uang belanja, akhirnya malam hari akupun mulai untuk membuat botok.

Aku coba buat dua butir kelapa kemudian aku belikan tempe dan teri, aku bungkus kecil-kecil karena rencana untuk di jual di sekolahan SD dengan harga seratus rupiah perbungkus.

Keesokan harinya, setelah suami aku berangkat kerja dan pekerjaan di rumah sudah beres semua akupun berangkat untuk menjual botok yang aku buat tadi malam, aku membawa sekitar tiga puluh bungkus, ya kalo habis dapatlah uang sekitar tiga puluh ribu pikirku.

Namun ya.., namanya juga orang jualan kadang habis kadang sisa, dari sekolahan hanya laku sekitar sepuluh bungkus dan masih sisa sekitar dua puluh bungkus lagi, aku bingung harua aku apakan sisanya, Ndak mungkin juga mau aku bawa pulang sebanyak itu, akhirnya aku jual keliling kampung sambil naik sepeda engkol dan menggendong anak aku yang masih baru berumur delapanbelas bulan, dan akhirnya habis juga jualan aku walaupun ya agak siang aku pulang kerumah.

Capk, ya tentu saja tapi tetap harus aku jalani, kalau tidak tidak tau lagi dapat uang tambahan dari mana.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!