Chapter Two

"Paman, apakah ini menuju Desa Zhaojia dari Komune Hongxing?" tanya Yi Ping hati-hati berharap yah berharap tujuannya benar.

"Ya." sahut Pak tua Zhao singkat.

Dada Yi Ping terasa plong. Setidaknya tempat tujuannya benar. Yang lain-lain itu mudah. Bisa diatur nanti. Jika sampai tujuannya meleset? Waduh runyam urusannya.

Yi Ping menghela nafas lega. Merasa semuanya masih berada di jalur yang benar, tubuhnya jadi rileks.

Percakapan singkat itu terhenti. Suasananya kembali sunyi. Pria aneh yang membangunkannya dan berteriak penuh semangat dari tadi juga kini layu. Ia kehilangan semangatnya karena lelah dan juga lapar. Sudah hampir setengah hari mereka belum makan.

Awalnya mereka pikir mereka bisa makan di hotel dekat stasiun. Siapa sangka begitu turun dari kereta, mereka langsung ditarik oleh tim penjemput dari Brigade tempat mereka mengabdi nantinya. Jadi perut mereka kini kosong hingga hampir rasanya menyentuh tulang punggung mereka karena lapar.

BTW, Yi Ping akhirnya tahu identitas pria aneh itu. Namanya Du Fei. Pria muda pemarah yang masih tinggal satu kompleks dengan Cheng Xiaoai, tunangannya Qin Chao.

Menurut pengakuan Dufei, ia bersahabat dekat dengan keluarga klan Ye yang sama dengan Yiping. Jadi ia merasa dekat dengan Yiping dari awal ketemu di gerbong kereta.

Du Fei dari keluarga Lin. Bukan Lin yang satu klan dengan Jenderal Lin Biao yang itu, meskipun sama-sama dari background tentara.

Empat roda gerobak sapi bergemuruh membelah kesunyian sepanjang perjalanan ke Desa Zhaojia. Setengah jam kemudian mereka pun sampai di tempat tujuan dan lebih dari selusin anak muda melompat turun dengan rapi membawa barang bawaan mereka.

“Shin Ping, ayolah, berikan aku kopermu! Pelan-pelan, jangan jatuh.”

Du Fei teman sepermainan dan sekaligus tunangan Shin Ping di ibukota mengulurkan tangannya. Ia mengambil barang-barang Shin Ping dan membantunya keluar dari gerobak.

"Oh, orang yang sangat lembut dari kota, kamu harus dibantu saat turun dari mobil. Kami belum pernah melihat wanita muda yang begitu lembut di Desa Zhaojia. " komentar sinis salah satu wanita desa. Ia tidak berniat menyambut gerombolan pengacau yang ingin merampok jatah makan para penduduk desa. Ia kebetulan bersinggungan dengan rombongan para pemuda terdidik gelombang keempat saat ia baru pulang dari ladang.

Cheng Xiaoai, sahabat karib Shin Ping yang duduk tepat di samping kanan Shin Ping sangat tidak senang ketika dia mendengar ini. Sebelum dia dapat berbicara, Qin Chao teman sekolah mereka berdua melompat kebakaran jenggot. "Bibiku, ini tidak benar untuk mengatakan itu. Kami semua datang ke Desa Zhaojia dengan sangat antusias. Anda memandang rendah kami pemuda intelektual dan tidak menanggapi panggilan negara!"

Wei Shufen menantu perempuan tertua Zhao Baoguo, kapten brigade produksi yang terkenal di desa itu, tersedak marah. Dia jelas berusia awal dua puluhan, kenapa dia harus dipanggil Bibi?

Semboyan ini lagi. Pemuda Intelektual menjawab panggilan negara untuk membangun desa. Bukankah ini dialog andalan para pemuda terdidik yang dilempar ke pedesaan untuk untuk membodoh-bodohi para penduduk desa? Ya benar. Negara memang mengeluarkan panggilan, seruan pada para kaum terdidik untuk membangun pertanian di pedesaan. Namun, apa benar mereka datang karena panggilan mulia ini? Bukannya karena mereka tidak mendapat tempat di kota? Karena itu, mereka bekerja asal-asalan? Sudah kerjanya asal-asalan, malas, mereka juga memandang rendah kaum berkaki lumpur ini. Siapa yang tidak marah?

Yi Ping mengabaikan situasi yang memanas antara penduduk asli dan para pemuda terdidik. Ia sibuk berfikir, menganalisis, sambil melakukan observasi awal untuk mengenali medan sebelum bekerja. Ia mengambil buku tulisnya dan mulai merekam data secara kasar. Ia datang ke sini dengan tujuan untuk penelitian dan sekaligus KKN (Kuliah Kerja Nyata) bukannya untuk syuting. Ia tidak perlu terlibat dalam syuting drama keluarga picisan yang hanya ingin memeras emosi dan air mata penontonnya demi rating.

For your info. Dalam pikiran Yi Ping semua ini hanyalah shooting sebuah adegan film. Ia tidak berfikir itu adalah pertengkaran nyata. Jadi, ia tidak merasa harus menengahi kedua belah pihak, karena semua itu sia-sia. Hanya buang-buang air liur tanpa arti. Lebih baik kerja. Cepat merekam data. Cepat penelitian. Lalu, pulang. Selesai. Sesederhana ini pikiran Yi Ping.

Zhao Baoguo yang berada di samping istrinya, tidak bisa membiarkan air limbah diletakkan di atas kepala mereka. Dengan tergesa-gesa, ia menegur, "Shufen, jangan katakan hal-hal yang tidak relevan."

Zhao Baoguo memarahi Wei Shufen terlebih dahulu, lalu menoleh untuk melihat Qin Chao, "Anak muda, jika kamu memiliki ambisi, lakukan dengan baik, jangan khawatir tentang wanita berambut panjang tetapi berpengetahuan pendek. Saya mewakili Zhaojiacun, menyambut kalian semuanya dengan hangat."

Zhao Baoguo memimpin, dan ada sedikit tepuk tangan dari desa yang menonton kegembiraan. Di desa tidak begitu banyak hiburan. Bergosip dan melihat kekacauan tetangga sebelah adalah satu-satunya hiburan di waktu luang.

Qin Chao secara alami tidak dapat berdebat dengan mereka, karena ia akan berkembang dan berakar di sini di masa depan. Jadi, ia tidak bisa mencoreng citra baik yang ia bangun selama ini.

Usai perselisihan kecil ini, rombongan ini bergerak menuju asrama dimana para pemuda terdidik tinggal.

Yi Ping yang sibuk menulis dan merekam data hampir tertinggal. Ia bergegas memasukkan kembali bukunya ke dalam tas dan lari mengejar rombongan yang mulai menjauh.

"Hai! Nak! Tunggu! Kamu lupa kopermu!" tegur Pak tua Zhao menghentikan Yi Ping.

"Hah? Koper?" seru Yi Ping bingung.

Pak tua Zhao dalam hati menepuk jidatnya. Hah, masalah. Yang satu mual layaknya wanita muda dari rumah bangsawan. Satunya lagi pintar berdebat. Sisanya linglung. Barangnya sendiri masak lupa dibawa? Atau, jangan-jangan... "Kamu tidak mengharapkan kami membawa kopermu kan?" tanyanya terdengar asing disertai sorot mata jijik.

"Itu koperku?" tanya Yi Ping bingung. Kenapa kopernya jadi jelek gini? Tidak tertukar dengan yang lain, kan?

"Dari tadi kan kamu duduki. Masak lupa?"

Yi Ping tersenyum kikuk. "Ah, iya. Aku lupa. Aku merasa otakku kebanjiran karena disiksa oleh rasa lelah selama perjalanan panjang. Yah, paman tahu sendiri. Jarak ibukota dengan Zhaojia itu sangat jauh." Ia membuat alasan untuk menjelaskan kebingungannya.

Awalnya ia berniat mau bilang kalau itu bukan kopernya, sampai matanya menangkap tulisan Yi Ping pada kopernya. Itu ditulis dengan indah. Persis dengan tulisan mendiang kakeknya. Diukir dan diwarnai dengan tinta warna perak yang tampak anggun hingga menutupi beberapa cacat pada body koper. Kalau ingatannya benar, ini adalah koper mendiang kakeknya dulu yang diwariskan padanya.

Jangan lihat bodynya yang mulai aus di sana sini, nyatanya ini barang berharga. Harganya fantastis hingga bisa membeli rumah di ibukota. Koper merek Louis Vuitton ini dibuat di tahun 1900 awal sejenis dengan koper milik para penumpang Titanic yang tenggelam di Samudra Atlantik Utara tahun 1912. Koper warisan kakeknya telah jadi barang antik.

"Terima kasih, Pak!" Yi Ping berterima kasih pada Pak tua Zhao sebelum menyusul rombongan.

Rombongan yang dipimpin Zhao Baoguo tiba di kediaman yang diatur untuk para pemuda terdidik. Semua orang tercengang.

Setelah menaiki banyak tangga batu, semua orang melihat dua rumah beratap jerami rendah dengan dinding yang terbuat dari lumpur kuning bercampur rumput.

Ketika masuk, mereka melihat hanya ada dua jendela yang sangat kecil, dan tidak ada sinar matahari. Ruangan itu sangat gelap dan berbau apak.

Ada dua baris kang di tembok timur dan barat, tempat mereka bisa tidur. Ada persis dua pondok jerami, dipisahkan oleh pria dan wanita. Ada juga meja panci besar di luar gudang yang digunakan untuk memasak.

Melihat pemandangan di depannya, Cheng Xiaoai bahkan tidak bisa menangis. Meskipun dia hanyalah putri seorang karyawan pabrik biasa, dia tidak pernah tinggal di tempat seperti itu. Dia menggantungkan harapan terakhirnya untuk bisa mandi. Ini adalah panggilan bangunnya Satu-satunya obsesi setelah datang ke sini.

"Paman Zhao, di mana saya bisa mandi?"

Zhao Baoguo melihat gadis di depannya dari atas ke bawah, "Gadis, bagaimana orang miskin bisa begitu istimewa tentang hal itu? Selain Tahun Baru bukan hari libur, jenis mandi apa yang bisa kamu ambil?"

Yi Ping dan rekan-rekannya tercengang.

"Ini terlalu cepat," keluh Yi Ping dengan pikiran berantakan. Dari adegan konflik awal antara pemuda terdidik dengan penduduk asli, lalu pindah ke adegan selanjutnya yakni rumah horor coret asrama sementara para pemuda terdidik, itu berlangsung sangat cepat. Hampir tanpa jeda.

\=_\=' Hah.., kru film ini sangat tidak manusiawi. Mereka langsung mengambil tembakan tanpa memberi waktu istirahat para aktrisnya. Keterlaluan. Gak lihat apa kalau mereka ini capek?

Its okey tak masalah. Mau secepat apapun adegan direkam, itu tidak jadi soal. Bukan urusannya. Yang jadi soal itu... Kenapa harus melibatkannya? Ia bukan aktris dan tidak pernah berniat menjadi aktris. Selamanya. Bold dan garis bawahi pada kata selamanya

Yi Ping celingukan menyapu sekitarnya. Matanya dengan rajin mencari-cari dimana para kru film -jahat- bersembunyi untuk mengambil rekaman tidak sah ini. Dia mau melayangkan protes berat pada kru film bermental gangster ini. Dia tidak pernah menyetujui kontrak secara tertulis apapun yang menyatakan bersedia terlibat syuting film dengan latar belakang Tiongkok tahun 70an. Jadi kenapa ia dipaksa harus ikut syuting begitu sampai lokasi?

Demi Tuhan! Ia lelah. Saat ini yang diinginkannya adalah mandi dan tidur, bukannya sibuk berakting, mengucapkan garis dialog yang harus dilafalkan. Ia bahkan tidak tahu isi skenarionya. Oh Ya Tuhan! Ini bencana. Dalam hati, Yi Ping mengeluh panjang lebar.

Meskipun ia seorang generasi kedua yang kaya, ia tidak takut lelah dan bersedia bekerja keras. Tapi, lain cerita jika kesibukannya ini berputar pada syuting sebuah film kekurangan IQ yang hanya tahu bagaimana caranya membodohi penonton. Dia menolak keras terlibat.

Kenyataan pahit memukuli wajahnya. Alih-alih menemukan para kru film gangster yang sedang mengambil tembakan. Ia justru melihat deretan rumah kumuh dari lumpur beratapkan jerami sejauh mata memandang.

"OMG! Properti film ini sangat realistis. Pasti biayanya besar. Ini persis dengan aslinya, yakni rumah di pedesaan tahun 70an." pikir Yi Ping takjub.

Tepat ketika Yi Ping mau mencari seseorang yang bertanggung jawab, untuk memberi tahunya kalau mereka salah mengambil personel, ia merasakan tusukan tajam di kepalanya. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding dan lalu menutup matanya. Kenangan yang tak terhitung jumlahnya membanjiri pikirannya. Tumpang tindih memenuhi otaknya dan lalu meluber hingga membuat kepalanya berdenyut-denyut sakit seperti sedang dipukuli dengan martil.

Qin Chao masih mengoceh memprotes sumber daya kumuh yang dialokasikan pihak desa, membuat sakit di kepala Yi Ping bertambah parah. Kini, ia merasakan ilusi ia berubah menjadi petasan dengan sumbu yang terbakar siap meledak. "Berhenti bicara! Aku sakit kepala." bentak Yi Ping kesal.

Qin Chao benar-benar berhenti, "Apakah kamu sakit?"

"Tidak. Aku hanya lelah dan ingin istirahat. Ocehanmu membuat kepalaku seperti mau meledak."

Yi Ping tidak bohong. Kepalanya beneran sakit banget. Ia pikir, mungkin penyakit bawaannya sedang kambuh. Ia memang sering menderita sakit kepala yang parah saat ia tiba dari perjalanan jauh. Biasanya sih sakitnya bisa sedikit reda begitu ia minum teh hijau atau kopi susu lalu istirahat. Makanya itu, ia kesal pada Qin Chao yang super berisik yang telah dengan sukses menunda-nunda waktu istirahatnya.

...TBC...

Sekali lagi maaf jika updatenya lama. Aku sibuk banget 2 bulan ini.

Setelah baca ulang baru ngeh ada cacat logika. Di chapter 1, Yiping ngeluh gak ada uang. Di chap kedua ia bilang ia seorang generasi kedua keluarga kaya. Yang benar yang mana?

Jawabnya gak ada yang salah. Yi Ping memang seorang Bai Fumei dari keluarga kaya yang uang sakunya diawali dari kata ratusan ribu yuan uang kalau dikonversikan ke rupiah kira-kira 400 juta rupiah dengan kurs 1 yuan \= 2000an. Tapi, untuk penelitian ilmiah itu seperti setetes air garam di samudera, alias masih kurang. Makanya Yi Ping ngeluh miskin. Tidak ada uang.

Demikian penjelasannya.

Aku ucapkan terima kasih untuk para reader yang berkenan mampir. Mohon saran dan kritiknya ya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!