Aku Bukan Beban

"Sudah sudah, jangan menangis lagi. Sekarang kita makan yuk, ibu akan masakin makanan kesukaan kalian"

Senyum ku langsung mengembang dan amarah ku pun mulai mereda.

Aku dan Arya membantu ibu memasak di dapur lalu makan bersama.

Ibu mengambilkan banyak makanan di piring ku hingga membuat aku begitu kekenyangan.

Kata ibu, karena aku sejak kemarin tidak makan, jadi hari ini aku harus mengganti nya dengan makan lebih banyak.

Selepas makan pun aku dan Arya juga membantu ibu membuat pesanan kue.

Karena pesanan hari ini cukup banyak, kami di dapur hingga larut malam.

"Ibu, apakah masih banyak lagi yang ingin ibu buat. Aku sudah mengantuk.." rengek Arya.

Terlihat mata Arya yang sudah memerah karena mengantuk.

"Sudah nak, sebentar lagi selesai. Sekarang kamu cuci tangan dan kaki lalu tidur ya"

Arya mengangguk dan segera pergi ke kamar mandi.

Sejujurnya aku juga capek, tapi melihat ibu yang harus mengerjakan semua sendirian aku harus kuat.

Sebenarnya keluarga ku tidak kekurangan dalam materi jika ayah ku bertanggung jawab penuh pada keluarganya.

Ayah ku mempunyai pekerjaan tetap dan gajinya lumayan besar.

Tapi ayah hanya memberikan sedikit untuk nafkah ibu, tapi jika untuk Arya ayah akan memberikan semuanya.

Ibu harus mencari uang tambahan untuk biaya sekolah ku, karena sejak kecil biaya hidup ku tidak pernah mendapatkan sedikitpun nafkah dari ayah.

Sebab itu lah aku harus belajar dengan giat agar jerih payah ibu tidak sia-sia.

Setengah jam kemudian, semua kue pesanan pun sudah siap.

Aku tersenyum lega sembari meregangkan otot lengan dan leher ku.

"Capek?" tanya ibu

Aku mengangguk dengan memperlihatkan gigi ku

"Hehe... lumayan"

Ibu mengelus rambut ku dan tersenyum hangat pada ku

"Sudah, ibu sekarang sudah selsai, ayo cuci tangan dan kaki mu dan segera lah tidur. Besok kamu akan sekolah"

"Iya bu, ibu juga istirahat ya"

"Iya sayang, ibu mau simpan kue ini dulu lalu akan segera istirahat. Ibi juga capek"

Aku lalu pergi ka kamar ku meninggalkan ibu sendiri di dapur.

Setelah mencuci tangan dan kaki ku, aku lalu merebahkan tubuh ku di atas kasur, ha.... rasanya begitu nikmat bisa meluruskan pinggang setelah capek membantu ibu.

Saat aku hendak memejamkan mata ku, aku baru ingat kalau aku ada PR.

Segera aku beranjak dan mengeluarkan buku ku dari dalam tas, begitu banyak soal yang harus aku kerjakan, saat aku melihat jam di dinding kini sudah pukul 21.15.

"Haduh... Bagaimana ini, mana soalnya banyak banget lagi"

Tak ada pilihan lain bagi ku selain mengerjakan malam ini, aku harus menahan kantuk ku dan segera menyelesaikan nya.

Beruntung soal soal nya cukup mudah bagi ku dan aku bisa menyelesaikan semua soalnya tepat jam 22.20.

Karena sudah sangat mengantuk aku langsung tidur tanpa menyiapkan dulu buku pelajaran untuk besok.

Tidur ku begitu pulas hingga aku tidak mendengar saat alarm hp ku berbunyi.

Ibu ku sudah berulang kali mengetuk pintu kamar untuk membangunkan ku, aku tersentak mendengar suara ibu juga dengan sinar mentari yang mulai terang.

Segera aku beranjak dan langsung mandi.

Aku mengambil tas ku dan langsung keluar dari kamar untuk sarapan.

Di meja makan, ayah dan Arya sudah ada di sana.

Aku duduk di samping Arya dan mengambil roti tawar di meja.

"Enak ya, bangun tidur langsung makan. Ke dapur sana, bantu ibu mu dengan masakannya" titah ayah pada ku

Aku yang hendak memakan roti ku, ku letakkan kembali di atas meja.

Saat aku hendak ke dapur ibu mencegah ku.

"Ga usah, ibu udah selesai masak nya. Ayo duduk lagi, cepat makan agar tidak telat"

Aku tersenyum lalu kembali duduk dan segera sarapan.

"Kamu tidak perlu terlalu memanjakan dia, dia cuma anak perempuan tidak akan pergi ke mana-mana kecuali di dapur. Percuma sekolah tinggi tinggi, ngabisin duit aja. Ujung ujungnya cuma jadi ibu rumah tangga" ujar ayah

Deg....

Hati ku begitu sakit mendengar kalimat itu, apa lagi yang mengatakan itu adalah ayah ku sendiri.

Nafsu makan ku seketika langsung hilang begitu saja bersamaan dengan mata ku yang mulai buram karena air mata yang hendak keluar.

"Kenapa kamu bilang begitu mas, seharusnya kamu mendukung Tiara agar nasib nya berbeda dengan ku. Aku percaya kok Tiara akan bisa sukses nanti" sahut ibu dengan memegang pundak ku

"Itu cuma angan mu aja, anak perempuan itu cuma beban. Ga bisa di andalkan"

Aku tak lagi bisa menahan air mata ku, perkataan ayah begitu menusuk hingga membuat sakit hati ku.

Ini bukan pertama kalinya ayah meremehkan aku hingga aku tak lagi kuat untuk tetap diam.

"Cukup ayah! Aku tahu ayah memang tidak sayang pada ku seperti ayah yang menyayangi Arya, tapi setidaknya jangan selalu meremehkan aku" ucap ku dengan lantang pada ayah

"Heh, kamu itu masih kecil, kamu tau apa tentang dunia. Semua wanita itu hanya beban, tidak bisa mandiri dan selalu bergantung pada suami"

"Beban? Tidak bisa mandiri? Ayah lupa siapa yang membiayai aku sejak kecil sampe sekarang? IBU. Ibu yang membiayai aku, bukan ayah. Aku tak ubahnya seperti anak yatim, meski ibu mempunyai suami tapi aku tidak mempunyai ayah!"

BRAK....

Ayah menggebrak meja dengan keras hingga membuat kami terkejut, terutama Arya.

Arya yang masih kecil dan belum mengerti apa apa, langsung menangis melihat kemarahan ayah.

"Kamu masih bau kencur sudah berani berkata begitu pada orang tua, kurang ajar kamu ya"

Ayah mengangkat tangannya dan hendak menampar ku, namun ibu menahannya.

"Jangan mas!! Lihat, ada Arya di sini"

Ayah menepis ibu hingga terjatuh di kursi.

"Ibu...." Arya langsung memeluk ibu dan menangis

"Belain saja anak mu itu, belain terus. Semakin besar bukannya semakin tau diri malah makin kurang ajar. Ini yang kamu dapat dari sekolah, iya??!" bentak ayah pada ku

"Sekolah tidak mengajarkan aku bertindak kasar, tapi ayah. Ayah yang mengajarkan aku menjadi anak yang kurang ajar dan tidak bisa menghargai orang lain" jawab ku

"Diam!!!"

Kali ini ayah benar-benar marah hingga ia berteriak pada ku.

"Sudah, cukup mas, cukup Ra. Sekarang pergilah nak, jangan sampai kamu terlambat"

Ibu menyuruh ku untuk segera berangkat ke sekolah, bukan karena takut telat, tapi karena ibu takut jika ayah sampai memukul ku.

Aku mengambil tas ku dan langsung berangkat.

Dengan wajah yang penuh air mata, aku berjalan dengan sedikit berlari.

"Heh, mau kemana kamu. Anak kurang ajar, harus di beri pelajaran dia itu"

Ayah bangun dari duduk nya dan hendak mengejar ku namun di halangi oleh ibu.

"Cukup mas, Tiara masih sangat muda, dia hanya sekedar berkata saja"

"Dia anak mu, seharusnya kamu ajari dia! Kalo kamu tidak mau mengajarinya, biar aku saja yang memberikan pelajaran pada nya"

"Iya mas, iya. Aku akan menasehati nanti, tapi sekarang biarkan dia sekolah. Arya juga akan terlambat ke sekolah nanti. Sekarang kamu tenang mas, kasihan Arya..."

Ibu berusaha keras menahan ayah, agar aku bisa segera pergi.

Aku tidak tau apa yang akan di alami ibu di rumah, ayah pasti akan melampiaskan kemarahannya pada ibu.

BERSAMBUNG.....

☀️☀️☀️☀️☀️

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!