Sepulang sekolah seperti biasa aku menunggu angkot bersama Imel.
Rumah kami memang se arah tapi jarak rumah ku lebih jauh dati Imel.
Imel sebenarnya anak dari keluarga kaya, tapi Imel sangat sederhana.
Tidak pernah sombong dan memperlihatkan kekayaannya.
Ia bahkan tidak mau di jemput oleh supirnya karena sudah mulai ketagihan naik angkot bersama ku.
"Eh, ayo Mel" ajak ku saat angkot langganan ku sudah berhenti di depan ku
"Ra, gue udah minta supir buat jemput kita" ucap Imel
"Kita?" tanya ku
"Iya, gue khawatir kalo lo naik angkot"
"Khawatir kenapa Mel, kan udah tiap hari gue bolak balik naik angkot"
"Iya, gue ngerti. Tapi gue takut aja kalo Silvi bakal ngejar lo dan akan berbuat hal yang nekat sama lo. Pulang bareng gue ya" ajak Imel
Aku tersenyum lalu merangkul bahu nya
"Hei, lo tau kan sahabat lo ini bukan wanita lemah. Gue udah kasih pelajaran tadi sama Silvi, dia ga bakal berani lagi deket-deket apa lagi jahatin gue. Udah lo santai aja" ujar ku berusaha menenangkan Imel
"Ya terserah, yang penting kita hari ini pulang bareng supir gue, dan gue bakal anterin lo sampa ke rumah"
"Neng, jadi naik apa kagak?" tanya supir angkot
"Kagak pak, besok aja ya" sahut Imel dan angkot pun langsung pergi begitu saja
"Eh Mel, kok..."
"Udah ah, kak kok kak kok. Ayo, itu mobil gue udah dateng"
Imel memotong kalimat ku yang belum selesai lalu menarik tangan ku.
Tak lama kami pun sampai di rumah.
"Mel, mampir dulu yuk" ajak ku
"Dengan senang hati" jawab Imel dengan tersenyum
Namun saat kami hendak turun dari mobil, pak supir mencegah Imel.
"Maaf non, ibu tadi pesan katanya non Imel di suruh langsung pulang"
Imel memanyunkan bibir nya dan menatap ku.
"Lain kali aja ya Ra, gue di suruh cepet pulang sama mami"
"Oke, makasih ya udah anterin gue sampe rumah" ucap ku pada Imel
"Sama sama. Gue balik ya, salam buat ibu. Bye Ra..."
"Bye...."
Ku lambaikan tangan ku mengantar kepergian Imel, setelah mobil nya pergi barulah aku masuk ke rumah.
Begitu aku membuka pintu rumah, bau asap rokok begitu kuat, ini berarti ayah ku sedang ada di rumah.
Aku langsung pergi ke kamar ku untuk meletakkan tas ku dan berganti pakaian.
Namun begitu aku melewati kamar ibu, aku mendengar ada suara tangisan dari sana.
Aku mengintip di balik pintu yang tidak tertutup rapat, dan ternyata ibu yang sedang menangis dan duduk dengan menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya.
Segera aku masuk dan menghampiri ibu, aku khawatir sesuatu terjadi pada nya.
"Ibu, ibu kenapa? Ada apa bu, kenapa ibu menangis?" tanya ku dengan penuh kekhawatiran
Tangisan ibu seketika langsung berhenti, ibu juga langsung menghapus air matanya dan berpura pura tidak terjadi apa-apa.
"E.. Kamu sudah pulang nak, bagaimana dengan ulangan mu?"
Ibu menanyakan sekolah ku karena ingin mengalihkan pembicaraan.
Aku memegang pipi ibu karena ingin melihat wajah nya, namun ibu meringis kesakitan.
Betapa terkejutnya aku ketika melihat bekas tangan hingga membuat di pipi ibu menjadi merah.
"Ibu...."
Ibu menyingkirkan tangan ku dan mencoba menyembunyikan wajah nya dari ku.
"Apa ini bu, apa ayah menampar mu lagi?"
Ibu hanya diam tidak menjawab, dan berpura-pura sibuk merapikan kasurnya.
"Ibu, jawab aku bu. Ini pasti ayah sudah menampar ibu lagi, iya kan bu?"
Aku mengejar ibu dengan terus bertanya, namun ibu tetap diam.
Aku sudah tidak tahan lagi karena ibu yang selalu diam dan menerima semua perlakukan kasar dari ayah.
"Ibu. Kenapa ibu tetap diam? Sampai kapan ibu akan terus di siksa seperti ini? Bicara lah bu. Dia bukan suami yang baik untuk ibu, bukan juga ayah yang baik untuk ku. Tapi kenapa ibu masih sanggup bertahan hidup dengan nya?" teriak ku
"Sudah Ra! Kamu masih kecil. Kamu belum mengerti. Tidak seharusnya kamu mengatakan itu tentang ayah mu"
Lagi-lagi ibu selalu membela ayah, meski dirinya selalu di siksa tapi ibu selalu saja membela nya.
"Lalu aku harus apa bu, apa aku harus membanggakan seorang suami yang suka menyiksa istri nya? Aku harus mengatakan pada dunia kalau ayah ku suka menyiksa ibu ku?"
"Diam!!" Teriak ibu pada ku
Aku semakin heran dan tudak mengerti dengan pikiran ibu, ibu rela membentak ku demi membela suaminya yang suka kasar dan jahat pada nya.
Aku keluar dari kamar ibu dan membanting pintu dengan keras.
Aku hampir saja menabrak Arya yang sedang berdiri di depan pintu.
Tatapannya pada ku begitu polos, namun karena suasana hati ku sedang kesal, aku tinggalkan Arya dan memilih mengurung diri di kamar.
Rasanya aku begitu kesal, marah dan ingin melawan pada ayah. Namun aku tidak bisa.
Sekali aku melawan ayah, ibu akan menerima banyak siksaan dari ayah.
Aku mengambil laptop ku dan mencari tahu bagaimana seorang istri bisa menggugat cerai suaminya.
Aku catat semua syarat dan nanti akan aku berikan pada ibu.
Aku ingin ibu bercerai dengan ayah, aku tidak lagi sanggup melihat ibu yang selalu di siksa lahir dan batinnya.
*****
Matahari kembali menyapa ku dengan sinar terangnya.
Aku mengucek mata ku sebelum aku bangun dari tempat tidur ku.
Mata ku sedikit berat saat di buka, dan saat aku berkaca mata ku sedikit sembab karena menangis semalaman.
"Tiara, bangun nak. Tiara..."
terdengar ibu yang memanggil ku dari balik pintu.
Seketika aku kembali teringat dengan yang terjadi kemarin, aku memilih diam dan tidak menjawab panggilan ibu.
"Tiara, apa ibu boleh masuk? Ibu mau bicara, nak"
Aku berdiri di belakang pintu dan ingin membuka nya, namun aku masih sedikit kesal dengan ibu.
"Sudah siang bu, aku mau mandi" ucap ku lalu pergi ke kamar mandi
Aku tidak tau apakah ibu masih berdiri di depan kamar ku atau tidak, aku hanya ingin membuat ibu mengerti kalau ayah itu tidak pantas untuk nya.
Setelah aku siap dan rapi, aku keluar dari kamar ku.
Di meja makan, ayah dan Arya sudah duduk di sana.
Niat ku ingin berpamitan pada ibu urung ku lakukan, aku memilih untuk langsung pergi ke sekolah tanpa sarapan lebih dulu.
"Tiara, mau kemana kamu? Ayo sarapan dulu nak" cegah ibu yang melihat ku keluar dari pintu
"Aku sudah telat bu" jawab ku dengan ketus tanpa menoleh
"Kenapa kamu mengejar anak itu, biar kan kalau dia tidak mau makan. Sajikan sarapan untuk ku dan Arya, apa kamu mau Arya telat ke sekolahnya!" terdengar ayah yang berteriak pada ibu karena mengejar ku hingga ke halaman, aku segera berlari agar ibu tak lagi mengejar ku.
Sejujurnya aku sedih bersikap seperti ini pada ibu, tapi mau bagaimana lagi....
Pikiran ku menjadi kacau, aku bahkan tidak bisa konsentrasi dalam pelajaran ku.
Di tambah lagi dengan perut ku yang lapar karena aku tidak makan sejak sore kemarin.
Aku bahkan juga tidak ada uang saku, aku hanya diam dan memilih menahan rasa lapar ku sendiri.
BERSAMBUNG.....
☀️☀️☀️☀️☀️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments