Bab V. Menikah

"Saya terima, nikah dan kawinnya Elah Susilawati bi bapak Anwar Hidayat dengan mas kawin seperangkat alat sholat, dan emas delapan puluh gram. TUNAI.

"Bagaimana saksi, bapak naib bertanya kepada saksi. "Syah". Ucap mang Endang selalu saksi yang di tunjuk oleh pak Anwar.

Sementara itu Elah masih di dalam kamar, di temani Puti dan Mayang sahabat kecilnya.

Elah nampak cantik dengan balutan gaun berwarna putih, bersanggul. Riasan sederhana membuatnya nampak mempesona.

Lancar dan khidmat sidiq mengucapkan ijab kabul. Elah menunggu panggilan untuk keluar dari kamarnya, setelah itu baru di sandingkan denga sidiq. Elah masih mencucurkan air mata. Membayangkan sidiq memakai kopiah hitam dengan rambut kribo di kepalanya.

"Semoga tidak foto pernikahanku". "Jangan begitu El," Ujar Mayang. "Sidiq sekarang suami kamu, nanti kamu punya anak deeeeh". Mayang mencoba menggoda Elah.

"Enggak, aku enggak mau punya anak dari si kribo itu, nanti anak-anak ku kribo semua lagi....ooooh Tuhan". Elah membelakkan matanya kepada Mayang.

"Jangan judes-judes jadi panganten kok masih galak". Ujar Mayang.

"May, apa yah yang di ucapkan si sidiq itu sama Abah pada malam itu, padahal Abah hampir saja pinsan sebelumnya, Abah biasanya terpesona dengan laki-laki yang datang kerumah membawa rokok kesukaannya, naik kendaraan mewah, motor atau mobil, kue yang enak-enak. Tapi aneh sidiq enggak bawa apa-apa, tapi mampu menaklukan Abah termasuk aku". Elah menundukkan kepalanya.

"Sudah, sudah, ayo keluar, aku pengen lihat emas delapan puluh kilo gram kayak gimana, lagian kalau pernikahan ini sampai bubar malu sama tetangga". Mayang meredakan emosi Mayang dan memapahnya keluar untuk di sandingkan dengan sidiq di kursi pelaminan.

Rumah Elah yang sederhana di sulap menjadi mewah, panggung bergaya modern dengan bunga-bunga menghiasi panggung pernikahan. Warna jingga dan putih pilihan Elah untuk ornamen panggung.

Yang lebih heboh lagi.. ayah, ibu, kakak, adik, saudara-saudara, saudara tiri sidiq kribo semua.

Setiap moment berfoto harus jaga jarak aman agar terhindar dari sentuhan rambut kribo. Fotografer mengarahkan supaya hasil jepretannya bagus. "Baru kali ini dapat orderan keluarga kribo". Ujar fotografer sang penyimpan kenangan.

Acara pernikahan telah usai, tamu undangan, tetangga, kerabat, sahabat, handay taulan berangsur-angsur pulang, hanya segelintir orang saja yang ada di rumah Elah.

Abah tersenyum sumringah dan bahagia, terekam dalam foto-foto yang di abadikan. Terlewatkan senyuman tersimpul dari mulut Abah.

Begitupun ibu. Begitu bahagia, tamu undangan di berikan senyuman dan sambutan hangat.

Elah diam terpaku, serasa mimpi di siang bolong. Ia cubit tangan, dan pipinya. " Adduuuh ...... Sakit, Ternyata ini benar, ini nyata".

Sidiq memperhatikan apa yang di lakukan Elah yang kini telah menjadi istrinya. "Cantik sekali dia", "Pantas saja kaum Adam ingin memilikinya". Elah tidak merasa kalau Sidiq memperhatikan tingkah lakunya.

"Semoga hanya dalam hitungan tanggal, hari atau bulan aku bisa bercerai dengan si kribo". Elah masih belum menerima kenyataan.

"Ayo masuk". Sidiq mengajak Elah masuk. "Awas, aku juga bisa sendiri, jangan dekat-dekat nanti rambut mu nyangkut di konde ku baru tahu rasa". Elah beringsutan masuk ke dalam dalam balutan kebaya putih.

Wangi bunga melati mengikuti langkah Elah, Sidiq mengikuti jejak Elah masuk ke dalam kamar. "Kamu tidur di sini, aku mau tidur sama ibu, awas itu bantal guling aku". Elah bergegas ke kamar ibu yang masih berantakan.

"Kok, kamu kesini?". Ibu kaget tiba-tiba Elah sudah ada di depan ranjang ibu.

"Elah mau tidur sama ibu". "Terus Abah tidur dimana?" kata ibu. "Biarin Abah tidur sama si sidiq saja, di kamar aku". Elah menyusup masuk ke pojok ranjang.

"Eit.... Enggak boleh begitu, siqid itu suami kamu sekarang, masa tidur sama Abah?". "Sudah Bu, Elah mengantuk, pegal kaki Elah". Setelah itu tidak ada lagi suara Elah. Rupanya Elah sudah tertidur dengan pulas.

Di kamar Elah, Abah dan Sidiq berbagi tempat, sidiq begitu menghormati Abah. "Abah, tidur di ranjang, biar saya tidur di kursi". kursi panjang di pojok kamar Elah di dekat jendela, tempat Elah bermain bersama Puti sambil menatap keluar.

"Memang benar sidiq anak yang baik", gumam Abah. Karena keduanya juga lelah, tidak lama setelah bebenah seadanya, Abah dan sidiq tertidur lelap, setelah lelah seharian bersalaman dengan para tetamu undangan.

Pagi tiba.

Aktifitas seperti biasa, tetangga yang masih sibuk mencuci peralatan sisa pernikahan di selingi canda tawa mereka antusias membereskan semuanya. Minum kopi, teh manis, kue sudah tersaji.

"Jangan lupa yang buka panggung di kasih kopi dan kue ke depan" ibu meminta tolong mang Endang membawakan termos, gelas, sendok dan sepiring kue.

Sampah-sampah yang masih berserakan mulai di sapu bersih, bi Iyoh semangatnya membara ketika tahu nanti pesangon lelahnya lumayan besar.

"Si kribo hebat juga yah". Ucap bi iyoh kepada BI Enung. "Iya yah, enggak nyangka, apa dia anak orang kaya yah?". "Mas kawinnya juga delapan puluh gram emas". BI Imas ikut nimbrung. "Emas delapan puluh kilo gram itu kayak gimana yah?, Aku baru pake emas dua gram aja enggak awet di pakenya". "Kenapa emang". "Biasa di jual karena kebutuhan,heheheh". "Elah nasibnya mujur yah, punya suami kayaknya tajir, kalau enggak tajir mana mungkin bisa memberikan mas kawin sebanyak itu, panggungnya lumayan mewah, kue hantarannya enak-enak semua".

"Hem... Ehemm... Ehemmm" Elah melintas, "bi iyoh, bi Enung jangan ngobrol aja, kapan beresnya kalau ngobrol aja?". Handuk di pundak Elah mulai di kusutkan ke wajah Elah yang masih basah sehabis mandi.

"Elah, sini". Abah memanggil Elah dengan senyuman. "Ya, Bah". "Buatkan Abah kopi kesukaan Abah dan kopi hitam buat suamimu sidiq, jangan lupa kue nya". "Untung kopi hitam, jadi enggak boros sama gula".

Dua kopi panas dan sepiring kue di hantarkan Elah ke hadapan Abah dan sidiq. "Ini kopi Abah, ini kopi kamu". "Husssstttttt... Jangan kamu sama suami". Abah menggoda dengan kumisnya yang mulai basah pinggirnya oleh kopi.

Elah hendak beranjak pergi, namun tangan Abah sudah sigap menghalangi langkah Elah, dan menariknya untuk duduk di dekat sidiq.

"Kapan mau ke rumah sidiq,". Ibu mendekati sambil membawa secangkir teh manis di tangannya, lalu duduk di dekat Abah.

"Kalau saya gima Elah, ibu dan Abah saja, kapan mau nya, ayah dan ibu serta yang lainnya siap menerima kapanpun". Sidiq tertunduk menunggu jawaban Elah.

"Elah kamu dengar apa kata suami kamu?". Ibu meminta persetujuan kapan Elah mau ke rumah sidiq.

"Nanti saja Bu, Elah ".

...****************...

Episodes
1 Bab 1 Tragedi Bakso Tumpah
2 Bab II Laki-laki Udik Bercelana Cutbray
3 Bab III Baru Bertandang Sekali Langsung Mengutarakan lamaran dan Menikah
4 Bab IV Proses Menerima Lamaran
5 Bab V. Menikah
6 Bab VI Bertandang Ke Rumah Sidiq
7 Bab VII. Masih di Rumah Sidiq, Lalu Pamit
8 Bab VIII Cemburu
9 IX Ngidam dan Melahirkan
10 Bab X. Berlian Sidqia
11 Bab XI Jelita dan Ekornya yang Berguguran
12 Bab XII. Melahirkan Anak Kedua
13 Bab XIII Bertandang Ke Rumah Abah dan Ibu
14 Bab XIV. Menghadiri Pernikahan Mayang
15 Bab XV. Tamu Tak di Undang
16 Bab XVI. Peristiwa Berdarah dan Tidak Terduga Sebelumnya
17 Bab XVII Hadiah Pernikahan Yang Spektakuler
18 Bab XVIII Kerudung Merah Muda Pemberian Ibu
19 Bab XVIII Tamu Istimewa Untuk Bi Inah
20 Bab XX. Kabar Duka dari Kampung Halaman, Ibu merindukan Elah
21 Bab XXI Rindu Abah dan Ibu ( satu tahun setelah abah ibu wafat)
22 Bab XXII. Ayah Cinta Pertama Untuk Anak Perempuannya.
23 Bab XXIII. Buah Delima Untuk Ibu
24 Bab XXIV Kasih Sayang yang Tidak Bisa Tergantikan
25 Bab XXV. Pacar Baru Berlian
26 Bab XXIV. Cinta Bersemi di Pondok Mertua Indah
27 Bab XXVII. Permainan yang Menggaduhkan Suasana Keluarga
28 Bab XXVIII. Bayi Yang Terbuang
29 Bab XXIX. Cinta dan Anugerah
30 Bab XXX. Liontin Emas
31 Bab XXXI. Menua Bersama Sampai Akhir Hayat
32 Bab XXXII. Broken Heart
33 BAb XXXIII. Terlambat Menyadari
34 Bab XXXIV. Pecahan Kaca yang Retak
Episodes

Updated 34 Episodes

1
Bab 1 Tragedi Bakso Tumpah
2
Bab II Laki-laki Udik Bercelana Cutbray
3
Bab III Baru Bertandang Sekali Langsung Mengutarakan lamaran dan Menikah
4
Bab IV Proses Menerima Lamaran
5
Bab V. Menikah
6
Bab VI Bertandang Ke Rumah Sidiq
7
Bab VII. Masih di Rumah Sidiq, Lalu Pamit
8
Bab VIII Cemburu
9
IX Ngidam dan Melahirkan
10
Bab X. Berlian Sidqia
11
Bab XI Jelita dan Ekornya yang Berguguran
12
Bab XII. Melahirkan Anak Kedua
13
Bab XIII Bertandang Ke Rumah Abah dan Ibu
14
Bab XIV. Menghadiri Pernikahan Mayang
15
Bab XV. Tamu Tak di Undang
16
Bab XVI. Peristiwa Berdarah dan Tidak Terduga Sebelumnya
17
Bab XVII Hadiah Pernikahan Yang Spektakuler
18
Bab XVIII Kerudung Merah Muda Pemberian Ibu
19
Bab XVIII Tamu Istimewa Untuk Bi Inah
20
Bab XX. Kabar Duka dari Kampung Halaman, Ibu merindukan Elah
21
Bab XXI Rindu Abah dan Ibu ( satu tahun setelah abah ibu wafat)
22
Bab XXII. Ayah Cinta Pertama Untuk Anak Perempuannya.
23
Bab XXIII. Buah Delima Untuk Ibu
24
Bab XXIV Kasih Sayang yang Tidak Bisa Tergantikan
25
Bab XXV. Pacar Baru Berlian
26
Bab XXIV. Cinta Bersemi di Pondok Mertua Indah
27
Bab XXVII. Permainan yang Menggaduhkan Suasana Keluarga
28
Bab XXVIII. Bayi Yang Terbuang
29
Bab XXIX. Cinta dan Anugerah
30
Bab XXX. Liontin Emas
31
Bab XXXI. Menua Bersama Sampai Akhir Hayat
32
Bab XXXII. Broken Heart
33
BAb XXXIII. Terlambat Menyadari
34
Bab XXXIV. Pecahan Kaca yang Retak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!