Bab III Baru Bertandang Sekali Langsung Mengutarakan lamaran dan Menikah

"Ibu enggak periksa keadaan Elah, sebelum masuk kamar tadi, malah sibuk nyari Abah".

"Elah enggak terluka apa-apa, baju nya enggak sobek, mukanya enggak ada terluka, rambutnya biasa rapih terikat, tidak ada yang mencurigakan".

"Mendingan periksa lagi Elah di kamarnya, sana ibu lihat lagi, jangan-jangan Elah......???!!". Abah sedikit mendorong ibu agar segera menuju kamar Elah.

"Awas hati-hati engsel kamarnya mau copot Bu". Abah mengingatkan.

Ibu sudah tahu betul keadaan seluruh isi rumahnya enggak perlu di ingatkan oleh Abah, ia berlalu meninggalkan Abah di dapur dengan kipasnya yang sudah lapuk.

Ibu melihat Elah yang tertidur dengan pulas. Puti dan bantal guling setia menemani Elah dan ikut terbaring nyenyak.

Elah yang mulai terjaga, kaget melihat ibu sudah ada di kamar sambil melihat seluruh anggota tubuhnya dari atas hingga ujung kaki.

"Kenapa Bu, kok tatapannya aneh?". Elah menggerakkan badannya lalu duduk santai sambil mengelus-elus Puti.

"Tadi kamu pake baju, celana atau rok yang mana?" Bukannya menjawab ibu malah bertanya kembali.

"Pake ini, Elah ganti". Elah menunjukk ke arah baju dan celana yang ia kenakan. "Emang kenapa Bu?". "Coba kamu turun dari ranjang terus berdiri". Elah mengikuti apa yang di minta ibu. Meski merasa heran atas apa yang ibunya lakukan.

"Ibu cium yah,". Rambut, kaki, tangan, pipi. Semuanya ibu ciumi". "Ibu ada apa siih?.. serem tahu, ibu kenapa". Elah memegang dahi ibu.

"Tadi, katanya bertemu di jalan setapak sama laki-laki yang memakai celana mengerikan, kamu enggak di apa-apain kaan?.

"Iiiiih., Iiibuuuuu... Bikin nambah sebel aja. Ibu sama, sama kayak laki-laki udik itu".

Abah yang mendengar jeritan Elah langsung terbirit-birit masuk ke kamar Elah. "Tuuuh kaaan bu...., Apa kata Abah juga, malu ini Bu. Siapa laki-laki itu, orang mana, siapa ibu bapaknya. Dia harus berani bertanggung jawab".

Tok.... Toook...toook. pintu depan rumah ada yang mengetuk. Elah berlari dan membukakan pintu rumah meninggalkan Abah dan ibu di dalam kamar.

Pintu terbuka... "Aaabbbbbbaaaaaah, iiiibbbbuuuuui.... Ada syetaaaaaan". Elah tunggang langgang lari menuju kamar kembali.

Ayah dan ibu langsung keluar, kaget mendengar jeritan Elah. "Masa ada setan sore-sore gini, Elah,Elah. Bukannya tadi ada yang mengetuk pintu rumah kita". Kata ibu.

"Iya, ada di depan Bu. Abah ibu jangan di suruh masuk yah, Elah takut". Badan Elah menggigil seperti habis ketemu setan sungguhan. Ibu langsung menyuruh Elah tiduran di ranjangnya dan mengambilkan segelas air putih hangat.

Abah menuju ke depan. Di depan pintu sudah ada sosok laki-laki berambut kribo, dengan celana panjang cutbray.

"Abah, kenalin nama saya Jalu. Mau melamar anak Abah. Elah.". Abah syok hampir pingsan.

Ibu langsung mendekati Abah dan memapahnya duduk di kursi kayu rotan berwarna coklat muda. "Abah duduk, ibu bikinin teh manis dulu". Tanpa memperdulikan tamunya ibu langsung bergegas menuju ke arah dapur. "Aneh, Abah kenapa yah. Kok seperti syok dan mau pingsan melihat tamu tersebut". Guman ibu dalam hati. "Laki-laki dengan rambut kribo, setinggi dan selebar pohon beringin.

Belum selesai keheranan ibu tentang pingsannya Abah, ibu juga heran dengan sikap Elah yang langsing mengunci kamarnya, padahal pintu nya sudah mau jatuh.

Ibu menuangkan gula, lalu mencelupkan teh ke dalam gelas berukuran besar berwarna putih, ada gagang di samping nya. Dengan cepat ibu mengaduk gula supaya cepat larut dan teh di celup mulai di tarik ke atas ke bawah supaya air yang tadinya berwarna.

"Abah, ini minum dulu teh manisnya". Ibu menyuapi air teh manis ke dalam mulut Abah dengan menggunakan sendok perlahan-lahan.

Abah yang terkulai lemas, langsung beraksi menyambut teh manis yang di tangan ibu, "enggak usah pake sendok Bu". " Tapi ini panas abaaaah". ibu menarik teh manis yang siap di minum Abah, "nanti kepanasan, lidah Abah sakit".

Abah tetap meminum teh manis tanpa sendok, meski muka Abah berubah menjadi merah karena kepanasan Abah tetap merasa kedinginan menggigil. "Abah, kenapa menjadi dingin" ibu panik. "ayoo ke bidan atau dokter, nanti Abah sakit". ibu bertambah kepanikannya karena Abah hanya diam saja. belum berkata apapun.

Sedang di luar laki-laki berambut kribo dan bercelana cutbray masih setia menunggu tuan rumah mempersilahkan masuk ke dalam rumahnya.

Tak lama Abah mulai menggerakkan kakinya, lalu perlahan merubah posisi duduknya yang tadinya rebahan menjadi duduk normal dengan posisi tegak.

Sisa teh manis yang tadi ibu buatkan masih ada sedikit lagi, Abah meneguknya.. "Hhhhhmmmmmm Bu, coba ibu lihat keluar, masih ada enggak orang di luar rumah kita, yang tadi ketuk rumah kita". Abah menunjukkan jari telunjuknya ke arah pintu yang di tutup kembali oleh Abah ketika mendengar ucapan laki-laki kribo tersebut.

Dreeeeeeetttttttttt....... pintu mulai di buka. ibu diam saja ketika matanya bertatapan dengan wajah laki-laki kribo yang berdiri di hadapannya.

"Bu, selamat sore...". sambil tersenyum dan memilin-milin kaos.

Ibu diam dan tidak berkedip. Lalu masuk kembali menemui Abah yang masih duduk lemas.

"Masih ada bah". ibu gemetar tangannya.

"Apa, masih ada. terus gimana". "gimana apa nya bah". ibu kebingungan. "itu tamu yang di depan suruh masuk apa kita usir saja, kalau kita usir apa kata tetangga kita, malu Bu. tapi kalau di suruh masuk Abah takut". "Abah laki-laki bukan?.. coba pegang kumis tebal Abah". ibu menjewer kumis Abah.

"Addduuuuh, sakit Bu". "Abah sih ada-ada saja, laki-laki takut sama laki-laki". "Emang ibu enggak takut". balas Abah. " Yaaa... ibu juga sebenarnya takut".

Sore mulai menggelayuti bumi, matahari hendak beranjak ke peraduannya. berganti bulan yang akan menemani bumi. Nyamuk-nyamuk sore mulai keluar mencari mangsa.

Tak luput dari gigitan nyamuk, laki-laki berambut kribo sibuk memukul-mukul tangan, pipi, kaki yang di gigit nyamuk. Nyamuk sore pesta pora di atas rambut kribo.

"Dia baru saja melamar Elah Bu".

"Apa.....!!!" suara ibu melengking.

"Ibu jangan berisik, malu".

"Abah, gimana ini?".

"Panggil Elah, dimana dia ketemu dengan laki-laki model kayak begitu. Adam, Roni, oni, Hamdi dan yang lainnya enggak seperti itu Bu". Abah memukul jidatnya sendiri dan mengibas-ngibaskan kipas di tangannya dengan tidak tentu arah. Panas yang di rasakan Abah di mana-mana, sekujur tubuh. suhu panas tiba-tiba melonjak di suasana dingin, darah Abah naik tensinya.

"Elah, sini".. ibu mendesis. "Abah nungguin kamu di kursi tamu". dari balik pintu kamar Elah. Elah mengunci kamarnya. sehingga ibu tidak bisa masuk.

Tidak ada jawaban

...****************...

Episodes
1 Bab 1 Tragedi Bakso Tumpah
2 Bab II Laki-laki Udik Bercelana Cutbray
3 Bab III Baru Bertandang Sekali Langsung Mengutarakan lamaran dan Menikah
4 Bab IV Proses Menerima Lamaran
5 Bab V. Menikah
6 Bab VI Bertandang Ke Rumah Sidiq
7 Bab VII. Masih di Rumah Sidiq, Lalu Pamit
8 Bab VIII Cemburu
9 IX Ngidam dan Melahirkan
10 Bab X. Berlian Sidqia
11 Bab XI Jelita dan Ekornya yang Berguguran
12 Bab XII. Melahirkan Anak Kedua
13 Bab XIII Bertandang Ke Rumah Abah dan Ibu
14 Bab XIV. Menghadiri Pernikahan Mayang
15 Bab XV. Tamu Tak di Undang
16 Bab XVI. Peristiwa Berdarah dan Tidak Terduga Sebelumnya
17 Bab XVII Hadiah Pernikahan Yang Spektakuler
18 Bab XVIII Kerudung Merah Muda Pemberian Ibu
19 Bab XVIII Tamu Istimewa Untuk Bi Inah
20 Bab XX. Kabar Duka dari Kampung Halaman, Ibu merindukan Elah
21 Bab XXI Rindu Abah dan Ibu ( satu tahun setelah abah ibu wafat)
22 Bab XXII. Ayah Cinta Pertama Untuk Anak Perempuannya.
23 Bab XXIII. Buah Delima Untuk Ibu
24 Bab XXIV Kasih Sayang yang Tidak Bisa Tergantikan
25 Bab XXV. Pacar Baru Berlian
26 Bab XXIV. Cinta Bersemi di Pondok Mertua Indah
27 Bab XXVII. Permainan yang Menggaduhkan Suasana Keluarga
28 Bab XXVIII. Bayi Yang Terbuang
29 Bab XXIX. Cinta dan Anugerah
30 Bab XXX. Liontin Emas
31 Bab XXXI. Menua Bersama Sampai Akhir Hayat
32 Bab XXXII. Broken Heart
33 BAb XXXIII. Terlambat Menyadari
34 Bab XXXIV. Pecahan Kaca yang Retak
Episodes

Updated 34 Episodes

1
Bab 1 Tragedi Bakso Tumpah
2
Bab II Laki-laki Udik Bercelana Cutbray
3
Bab III Baru Bertandang Sekali Langsung Mengutarakan lamaran dan Menikah
4
Bab IV Proses Menerima Lamaran
5
Bab V. Menikah
6
Bab VI Bertandang Ke Rumah Sidiq
7
Bab VII. Masih di Rumah Sidiq, Lalu Pamit
8
Bab VIII Cemburu
9
IX Ngidam dan Melahirkan
10
Bab X. Berlian Sidqia
11
Bab XI Jelita dan Ekornya yang Berguguran
12
Bab XII. Melahirkan Anak Kedua
13
Bab XIII Bertandang Ke Rumah Abah dan Ibu
14
Bab XIV. Menghadiri Pernikahan Mayang
15
Bab XV. Tamu Tak di Undang
16
Bab XVI. Peristiwa Berdarah dan Tidak Terduga Sebelumnya
17
Bab XVII Hadiah Pernikahan Yang Spektakuler
18
Bab XVIII Kerudung Merah Muda Pemberian Ibu
19
Bab XVIII Tamu Istimewa Untuk Bi Inah
20
Bab XX. Kabar Duka dari Kampung Halaman, Ibu merindukan Elah
21
Bab XXI Rindu Abah dan Ibu ( satu tahun setelah abah ibu wafat)
22
Bab XXII. Ayah Cinta Pertama Untuk Anak Perempuannya.
23
Bab XXIII. Buah Delima Untuk Ibu
24
Bab XXIV Kasih Sayang yang Tidak Bisa Tergantikan
25
Bab XXV. Pacar Baru Berlian
26
Bab XXIV. Cinta Bersemi di Pondok Mertua Indah
27
Bab XXVII. Permainan yang Menggaduhkan Suasana Keluarga
28
Bab XXVIII. Bayi Yang Terbuang
29
Bab XXIX. Cinta dan Anugerah
30
Bab XXX. Liontin Emas
31
Bab XXXI. Menua Bersama Sampai Akhir Hayat
32
Bab XXXII. Broken Heart
33
BAb XXXIII. Terlambat Menyadari
34
Bab XXXIV. Pecahan Kaca yang Retak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!