Sudah cukup!

"Tidak perlu repot repot bu, aku akan pulang." sahut Gita sambil berusaha bangun tapi gagal karena dia merasakan nyeri di dadanya.

"Jangan memaksa untuk bangun, kamu masih sakit. Lukamu masih basah." bu Dewi menegur Gita yang nekat untuk bangun.

Gita tersentak karena ibu Dewa tahu tentang luka bekas operasinya, tapi setelah dia lihat ternyata pakaiannya sudah ganti, Gita menduga bu Dewi mengetahuinya ketika mengganti pakaiannya.

"Sudahlah bu, jangan terlalu di urusin. Sudah aku bilang dia itu anaknya susah di atur dan nggak punya sopan santun!" bukannya simpati, Dewa justru menjelek jelekkan Gita. Seketika dada Gita semakin sakit mendengar ucapan Dewa, lebih tepatnya hatinya yang sakit.

"Dewa, kamu nggak boleh berkata seperti itu. Dia sedang sakit, kasihan. Sepertinya dia juga menahan lapar." tukas bu Dewi menasehati putranya.

"Iya bu, untung aja ibu ketemunya pas sakit, coba kalau pas sehat, ibu pasti nggak akan nerima dia sebagai tamu." Dewa masih saja berkata buruk tentang Gita, dan hal itu semakin membuat hati gadis itu semakin perih.

"Kenapa nak?" tanya bu Dewi kepada Gita saat gadis itu memegang dadanya sambil memejamkan mata.

"Hatiku sakit bu," jawab Gita tanpa membuka matanya.

"Alah, pakai sakit hati segala. Biasanya juga kamu yang suka bikin orang lain sakit hati!" di sela sela rasa sakitnya, Dewa masih saja menjelekkan dirinya.

Tapi satu hal berbeda memang sempat di rasakan oleh Dewa. Gita yang biasanya suka bicara dan bersikap kasar, apalagi jika di jelek jelekkan, tapi saat itu Gita tidak melakukannya.

"Mungkin karena tuh anak masih sakit, coba kalau udah sembuh?" ucap Dewa dalam hati.

"Apa perlu kami panggilkan Dokter?" tanya bu Dewi yang mulai panik melihat Gita kesakitan.

"Tidak usah bu, ini bukan masalah medis. Tapi ini masalah hati." jawaban Gita membuat bu Dewi tidak mengerti.

"Masalah hati?" tanya bu Dewi lagi.

"Iya bu, masalah pemilik hati ini. Karena hati ini adalah milik mendiang Dini."

Seketika pandangan Dewa tertuju kepada Gita kala gadis itu menyebut nama kekasihnya.

"Heh, apa maksud kamu membawa bawa nama Dini? Dia udah tenang di alam sana, jadi kamu jangan usik ketenangannya. Sudah cukup kamu ambil hati dari raganya!" Dewa nampak tidak terima jika Gita menyebut nyebut nama Dini.

"Aku tidak mengusik ketenangan. Ini nyata. Bahkan Dokter tidak bisa mengatasi keluhanku karena ini bukan masalah medis!" sangkal Gita dengan tetap memegang dadanya.

"Alah, itu bisa bisanya kamu cari alasan aja. Wajar dong kalau hati kamu sakit, orang baru aja selesai operasi. Semua orang kalau habis operasi pasti ya sakit, nyeri, perih. Bukan kamu doang dan nggak ada sama sekali hubungannya dengan Dini!" Dewa tetap tidak mempercayai ucapan Gita. Karena memang sejak awal perkenalan mereka tidak pernah akur.

"Sudah cukup, semakin kamu tidak percaya, hal itu semakin membuat hatiku bertambah sakit. Dan asal kamu tahu, jika kamu menyakiti hatiku, sama halnya kamu menyakiti hati Dini karena hati Dini ada di tubuhku!" dengan nafas naik turun Gita berusaha meyakinkan Dewa bahwa apa yang dia rasakan itu ada kaitannya dengan perasaan mendiang sahabatnya. Terutama rasa rindu Dini kepada Dewa.

"Dewa, sudahlah nak. Kasihan nak Gita, jangan menambah rasa sakitnya." lagi lagi bu Dewi menasehati putranya yang selalu memusuhi Gita.

Karena merasa tersudut, Dewa kemudian memilih masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!