Kanaya mencekram kedua tangannya diiringi dengan keringat dingin yang menyerang.
Pikirannya mulai berkecamuk saat terlintas bagaimana dirinya nanti harus bersikap. Apalagi saat bertemu dengan Alex pemilik bar yang bersedia membantunya untuk memberikan uang untuk biaya operasi sang adik.
"Bagaimana ini." Kanaya begitu takut melakukan hal yang menurutnya sangat berdosa, tapi mau bagaimana lagi jika adiknya sedang berjuang untuk menunggu pertolongannya.
Kanaya duduk dipinggiran ranjang dengan wajah pucat dan cemas, tapi keadaan membuatnya harus bisa melakukan hal yang bertolak belakang dengan hati dan logikanya.
Kanaya berdiri dan berjalan mendekati jendela yang tidak cukup besar. Dari sana dirinya bisa melihat kelap kelip lampu di kegelapan malam.
Helaian napas terdengar begitu saja dari bibirnya, seolah melepaskan beban berat yang sejak tadi bergelayut di pikiranya.
Saat tengah melamun Kanaya tidak menyadari jika ada seseorang yang membuka pintu kamar yang dia tempati. Kamar yang ditunjukkan Alex untuk dirinya melakukan hal untuk mendapatkan uang.
Seorang pria berjalan mendekati Kanaya yang tengah bersedakep dada sambil menatap pemandangan malam dari kaca jendela dikamar itu.
Pria itu memasukkan tangannya sebelah kiri ke saku celana, kemeja putih dilapisi jas yang tidak dikancingkan.
"Menungguku."
Suara bariton membuat Kanaya terkejut dan membalikkan tubuhnya, dan Kanaya melihat seorang pria tengah menatap dirinya dari atas sampai bawah membuat Kanaya sedikit risih dan jantungnya berdetak lebih cepat. Apalagi tatapan pria itu seperti ingin menelannya hidup-hidup.
Kanaya menelan ludah saat melihat pria itu berjalan mendekatinya sambil membuka jas yang dia pakai. Bisa Kanaya pastikan dirinya akan berakhir malam ini.
Kanaya memejamkan mata sejenak, untuk menyakinkan dirinya. "Ayo Kay, kamu pasti bisa. demi Fikri." Ucapnya dalam hati dan kembali membuka matanya.
"Akh..." Kanaya terkejut saat melihat wajah pria itu didepannya saat dirinya membuka mata. "A-anda mengagetkan saya." Ucap Kanaya terbata sambil menunduk ketakutan.
Pria itu menaikkan sebelah alisnya. "Memangnya wajahku seperti hantu." Ucapnya dengan suara berat.
Kanaya mendongak, menatap wajah pria didepanya. Kedua mata pria itu terlihat merah dengan senyum seperti meremehkan.
"Aku tidak tahu apa yang spesial pada dirimu, sehingga aku harus mengeluarkan uang banyak untuk memakai jasa mu." Ucap pria itu yang berbalik berjalan menuju ranjang.
Kanaya meremat ujung gaun yang dia pakai, gaun kekurangan bahan yang dia kenakan dengan rasa tidak nyaman.
Air matanya seketika jatuh, jika dirinya tidak memiliki beban yang terlalu berat maka Kanaya tidak akan melakukan hal yang menurutnya sangat tidak pantas seperti ini. Tapi semua dia lakukan untuk sang adik yang sedang terbaring di rumah sakit.
"Mendekat lah."
Kanaya mendongak dan mengusap air matanya, dirinya menatap pria yang sedang duduk di sisi ranjang dengan kedua tangan terlentang kebelakang sebagai tumpuan.
Kanaya berjalan pelan mendekati ranjang, jantungnya benar-benar berdebar kencang seiring kakinya melangkah perlahan untuk mendekat, tidak berani menatap wajah pria itu Kanaya hanya menunduk untuk meyakinkan langkah kakinya.
Melihat jalan wanitanya yang seperti siput, pria itu tidak sabaran dan memilih bangkit lalu menarik tangan Kanaya cepat.
"Akh, tuan..!" Kanaya memekik saat tubuhnya tiba-tiba jatuh di atas pangkuan pria asing yang sayangnya sangat tampan.
"Kau lambat seperti siput." Ucap pria itu diiringi tawa.
"Mau apa tuan." Ucap Kanaya yang terkejut melihat reaksi si pria yang sedang membuka kancing kemeja.
"Mau melepaskan baju, memangnya apa?" Tanyanya yang membuat Kanaya hanyalah bisa menunduk malu. Melihat wajah pria itu saja jantungnya sudah berdebar kencang, apalagi ini akan melihat sesuatu yang tersembunyi di balik kemeja dan jas yang dia kenakan.
"Aku sudah sekarang giliran mu." ucap pria itu yang membuat Kanaya melotot karena tiba-tiba pria itu menurunkan tali gaun yang dia pakai dari pundaknya.
"T-tuan."
.
.
Kanaya berjalan tidak nyaman di lorong rumah sakit, jam yang sudah menjelang pagi membuat lorong rumah sakit begitu sepi sehingga tidak membuat Kanaya merasa risih ataupun malu saat semua orang melihat cara jalanya.
"Em.. kenapa rasanya seperti ini setelahnya." Gumamnya sambil mengigit bibir bawahnya, Tangannya merambat di tembok untuk berpegangan agar dirinya sampai di ruang inap Fikri.
Untung saja tadi Kanaya langsung mendapatkan uang saat keluar kamar. Karena ternyata Alex menunggunya dan mentransfer uang yang Kanaya dapatkan setelah mendapatkan kesepakan.
"Good job Kay, kau bisa membuatnya lepas perjaka."
Ucapan Alex masih terngiang di kepala Kanaya. Jadi pria bernama Arfiano itu sama sekali tidak pernah melakukannya. Ada rasa aneh yang menjalar dalam hati Kanaya, tapi kembali lagi Kanaya tidak ingin memikirkan hal itu setelah dirinya mendapatkan uang. Karena dirinya sadar jika apa yang dia lakukan hanya semata-mata karena uang bukan yang lain.
Ceklek
Kanaya masuk keruangan adiknya, posisinya masih sama, Fikri terbaring di atas ranjang dengan selang infus yang menempel.
Bibir Kanaya tertarik keatas untuk tersenyum, meksipun hatinya merasakan perih yang luar biasa.
"Kamu pasti sembuh Fik, kakak akan berusaha sekeras mungkin untuk membuatmu sembuh." Ucapanya dengan air mata yang mengalir dan hati yang tercabik-cabik.
Sosok seorang ayah yang seharusnya mereka banggakan malah bersenang-senang diluar sana, bahkan sama sekali tidak memperdulikan keadaan mereka sekarang.
"Maafin kakak Fik, kakak akan berusaha membuat hidupmu lebih bahagia, meskipun tanpa bapak. Percayalah semua yang kakak lakukan untuk kamu."
.
.
Like.. Komen jangan lupa sayang 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
X'tine
bapak kayak gitu bagus nya di racun pelan2 haa...
2023-12-13
0
Aidah Djafar
bikin mewek 😥 kegadisan hilang untuk pengobatan adiknya 🤦 punya bapak kek ngk punya bapak hadeeh🤦
2023-11-20
0
Tommy Pissa
🥺😭😭😭
2023-10-15
0