Kanaya tidak pernah meninggalkan ruangan Fikri, wanita itu selalu menunggu didepan pintu tanpa lelah, dia takut terjadi sesuatu pada Fikri jika dirinya pergi, dan hari ini sudah 3hari Fikri belum ada perubahan tentang kesehatannya.
Drt...drt..
Ponselnya berdering Kanaya melihat nama bos pemilik toko kue tempatnya bekerja.
"Halo Bu.." Ucap Kanaya setelah menerima panggilan.
"Apa kau sudah tidak butuh perkejaan, kau sudah lama libur dan kau aku pecat!"
"Bu, adik saya masuk rumah sakit, saya masih ingin bekerja."
"Sudahlah, lebih baik kau urusi adik mu yang penyakitan itu. karena masih banyak orang yang bisa menggantikan mu. ingat kau aku pecat.!"
Tut...Tut..
"Halo..Bu! Bu!" Kanaya menatap layar ponselnya yang sudah mati.
Air matanya kembali menetes, "Kenapa begini, ya Tuhan.." Kanaya menangkup wajahnya menggunakan kedua tangannya.
.
.
Kanaya turun dari ojek setelah sampai di depan rumah yang dia tinggali bersama keluarganya.
"Terima kasih mang." Memberikan upah, Kanaya langsung bergegas masuk kerumah. Di jam menjelang siang seperti ini biasanya bapaknya sudah berangkat kerja.
Ceklek
Kanaya menarik tuas pintu, dan ternyata tidak di kunci.
"Tumben ngak di kunci, apa bapak ngak kerja." Ucapanya sambil melangkah masuk.
Kanaya pulang sebentar untuk mengambil perlengkapan dirinya selama menunggu Fikri dirumah sakit. Sebelum pergi Kanaya menitipkan adiknya kepada suster yang berjaga.
"Dari mana kamu!"
Kanaya yang mendengar suara familia memutar tubuhnya, dan di ambang pintu dapur dirinya melihat Herman sambil memegang botol minuman.
"Bapak tidak bekerja?" Tanya Kanaya tanpa menjawab pertanyaan bapaknya.
"Bukan urusan kamu." Herman melewati Kanaya dan duduk di kursi depan televisi.
Kanaya menghela napas. "Fikri masuk rumah sakit, dan butuh uang banyak untuk operasi jantungnya." Tutur Kanaya sambil melihat bapaknya duduk santai sambil menenggak minuman alkohol.
Herman terseyum smirik. "Sejak kecil anak itu selalu menyusahkan, biarkan saja bapak mu ini tidak punya uang." Katanya tanpa rasa kasihan.
"Bapak tega, Fikri itu anak bapak. Seharusnya bapak berusaha mencari uang untuk pengobatannya, bukan malah bersenang-senang di meja judi." Ucap Kanaya dengan suara parau menahan tangis.
Herman pun berdiri dan mendekati anak sulungnya itu. "Tahu apa kamu, sok ngajarin bapak hah..!" Bentak Herman di depan wajah Kanaya, Herman kembali menenggak minumannya. "Jika kamu kasihan, lebih baik kamu yang mencari uang." Katanya lagi.
Kanaya geleng kepala dengan rasa geram. "Bapak keterlaluan, Fikri itu anak bapak. Sejak ibu meninggal bapak tidak pernah memberikan uang untuk kami, bapak hanya memikirkan diri sendiri. Ingat pak, judi tidak akan membuat bapak kaya." Kanaya mengusap air matanya. "Lebih baik aku hidup yatim piatu dari pada punya bapak pemabuk dan suka judi."
Plak
"Kau menyumpahi bapak mu mati hah..!! Dasar anak tahu diuntung."
Plak
Kanaya sampai terduduk dilantai ketika tamparan kedua mendarat di pipinya kembali.
"Hiks...hiks... bapak jahat!" Katanya dengan tangis terisak.
"Persetan, kalian hanya menyusahkan ku."
Prang..!!
Herman melepar botol minumnya yang sudah kosong, hingga pecah berserakan di lantai.
Kanaya menutup kedua telinganya dengan mata terpejam, tumbuhnya bergetar saat ingatannya kembali beberapa waktu lalu.
Saat itu Kanaya yang pulang bekerja disaat malam hari, dan Herman memaksanya untuk memberikan uang. Kebetulan Kanaya yang habis gajian dan Herman mengetahui hal itu, belum lagi Kanaya yang bersikeras untuk mempertahankan uang gajinya lantaran untuk makan dan membeli obat Fikri. Dan karena itu Kanaya dihajar habis-habisan oleh Herman membuat Kanaya tidak masuk kerja selama dua hari karena luka yang dia dapat.
"Hentikan pak, hentikan..!!" Kanaya berteriak histeris.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Aidah Djafar
mnding diem aja Kanaya🤔 bapakmu udah ngk punya pikiran sehat, buang2 waktumu yg ada kamu hanya terluka ngadepin bapak bla*ngsakmu itu
2023-11-20
0
Abie Mas
histeris
2023-07-31
0
Erna Fadhilah
bapak ga berguna mending ga punya bapak 😤😤😤
2023-03-03
1