Terdengar suara mengaji, sepertinya sudah menjadi rutinitas di asrama para santri. Lantunan ayat suci Alquran tidak berhenti menggema, selalu saja dibacakan dari waktu ke waktu. Mereka sudah terbiasa membaca, mentadaburi, menafsirkan terjemahan, dari ayat bahasa Arab.
"Ini harus diulangi terus menerus." ujar Qiyna.
"Iya, biar masuk ke dalam pikiran, lalu diresapi dengan hati." jawab Alesha.
"Sekarang sudah waktunya kalian tidur." ucap ustadzah Oki.
"Baiklah ustadzah, kita lanjutkan materinya besok saja." jawab Alesha.
Keesokan harinya ustadzah Naila menemukan, siapa orang yang mencuri mikrofon. Welang angkat tangan, saat sebagian orang menertawakannya.
"Kamu cepat berdiri di tengah lapangan, lalu akui kesalahan kamu di depan semua orang." titah ustadzah Naila.
"Baiklah ustadzah, aku akan tanggungjawab dengan perbuatan ku." jawab Welang.
Welang berjalan ke tengah lapangan, berdiri paling unggul di antara kumpulan santri yang lain. Rasa malu membuatnya jera, untuk tidak melakukan perbuatan menyimpang kembali. Baru hari kemarin Wahji juga merasakan hukuman dari Ustadz Farid jadi tidak ingin mengejek. Wahji memilih untuk diam saja, sekadar mengamati apa yang telah terjadi.
Ustadz Fadli berdiri di samping Welang. "Dia sudah mengakui kesalahannya, maka maafkanlah dia yang sudah membuat kekacauan, saat memasuki waktu salat ashar kemarin."
"Iya Pak ustadz." jawab semuanya serentak.
Usai mengakui perbuatannya, Welang disuruh memanjat sebuah pohon nangka. Sayuran tersebut akan dipakai untuk jamuan makan malam bersama. dia juga disuruh membantu bibit pelayan memasak di dapur. hal tersebut bukanlah masalah, Karena dia sudah terbiasa hidup di kampung.
"Ayo Welang semangat, jangan putus asa ya!" ujar Bandi.
"Iya Bandi kamu tidak usah khawatir." jawab Welang, dengan ceria.
Alesha hendak mencuci pakaian, namun sabun cucinya hilang. sibuk mencari ke sana dan kemari, namun tetap tidak menemukan. Alesha akhirnya memanggil teman-teman, supaya ikut mencari sabun.
"Memangnya kamu letakkan di mana?" tanya Qiyna.
"Aku letakkan di sini, aku sungguh mengingatnya. Tapi kenapa tiba-tiba tidak ada, aku juga bingung. Siapa yang udah lancang, mengambil milik orang lain." jawab Alesha.
"Sungguh itu maling, tidak ada akhlak." umpat Asma.
"Sudahlah doakan saja semoga dia ketiban hidayah." jawab Alesha.
"Sadar itu letaknya dari hati, kalau tidak ditegur mana dia berubah." sahut Asma.
"Tapi tetap saja, jangan mendoakan keburukan untuknya. Aku takut malaikat mendoakan keburukan juga untukku, dan aku tidak ingin hal tersebut terjadi." jawab Alesha.
Alesha mengalah saja, meminjam sabun cuci Qiyna terlebih dulu. Qiyna juga ikhlas, tidak menyuruh Alesha menggantinya.
"Nanti temani aku ke supermarket asrama yuk." pinta Alesha.
"Boleh, aku juga mau membeli pembalut di Diego Mart." jelas Qiyna.
Tidak butuh waktu lama, Alesha sudah selesai menjemur pakaian. Cuciannya sudah menggunung, karena beberapa hari tidak dibersihkan. Dia sibuk dengan hafalan, yang bertumpuk di rongga kepala.
Asma melihat Alesha dan Qiyna keluar dari asrama. "Kalian mau pergi berdua saja?" tanyanya.
"Iya, kami mau pergi ke Diego Mart" jawab Alesha.
Wahji tiba-tiba melambai dari kejauhan, entah mengapa pikirannya tidak berhenti ke arah Asma. Hatinya yang kurang terpaut erat dengan Allah, menjadikan dia mudah-mudahan dengan lawan jenis.
Asma yang hendak pergi, malah tidak tahan meladeninya. Wahji mengajak Asma ke belakang asrama, dengan cara mengendap-endap. Tidak diketahui oleh siapa pun, karena banyak yang berada dalam asrama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments