"Kau yakin akan menikahi Cheryn Nak?" tanya Marry, ibu Edward. Saat ini mereka ada di ruang kerja sang Ayah, Scott. Anak dan Ibu itu bicara ketika Scott sedang gundah akan kehilangan sang ibunda.
Edward bisa melihat keraguan di mata sang Ibu kepada kekasihnya. Padahal dulu Marry telah merestui hubungan mereka.
"Ibu? Kau meragukan Cheryn?" tanya Edward perlahan. Bagaimana pun ia adalah sosok pria dewasa. Ia tidak ingin hubungannya dengan kedua belah pihak pecah hanya karena kebodohannya.
Marry menghela nafas, "Entahlah sikap Cheryn akhir-akhir ini berbeda. Ibu tidak bisa menjelaskannya, karena dia akan tiba-tiba berubah sikap ketika kau datang." ujar Marry.
Edward diam, dia tidak menyanggah sang Ibu, karena tidak mungkin Marry berbohong padanya. Tetapi ia juga sulit percaya sang kekasih bermain-main di belakangnya.
"Ibu, maafkan Cheryn kalau memang dia bersikap buruk. Mungkin saja dia kesal karena sampai saat ini Nenek tidak merestui kami." Edward menjawab dengan hati-hati.
Dia tidak ingin menyalahkan salah satu, karena ia menyayangi keduanya.
Marry mengangguk, ia tahu putranya sangat mencintai wanita itu. Mana mungkin hal seperti itu langsung membuat Edward membencinya.
"Kau benar, Ibu rasa dia stres karena belum juga mendapat restu Nenekmu." Marry mengangguk.
Sebagai orang tua, Marry tidak ingin terlalu mencampuri dengan perempuan mana putranya berhubungan. Karena yang akan menjalani adalah putranya. Dia hanya bisa memberi wejangan mana kala ada sesuatu yang kurang.
Berbeda dengan ibu mertuanya, Nyonya besar Allen, yang sangat memperhatikan bibit bebet dan bobot calon menantunya. Sama seperti ketika pertama kali diperkenalkan oleh Scott, jantungnya berdebar hanya karena sorotan matanya. Tetapi hanya sementara saja, sebenarnya beliau baik.
Sudah satu minggu berlalu, Nyonya Allen belum juga ditemukan. Selebaran dan pamflet raksasa dipinggir jalan sudah dipasang, tidak hanya itu, Edward bahkan memasang iklan di televisi dengan imbalan uang yang sangat besar bagi siapapun yang menemukan Nyonya Allen.
Tentu saja, berita kehilangan itu telah sampai ke telinga keluarga Naya. Malam itu, mereka sedang menonton televisi, serta Nenek Han, panggilan yang mereka berikan untuk wanita tua, itu juga ada di sana.
Ayah dan Ibu saling memandang, kemudian melihat Nenek Han. Wajah orang hilang yang ada di televisi dan wanita yang saat ini ada di rumah mereka sangat mirip.
"Nyonya Allen? Jadi Bibi adalah orang tua dari Tuan Scott?" cecar Ayah. Tentu saja ia mengenal Scott Allen, bisnisman itu selalu wara-wiri di malah bisnis dan televisi.
"Syukurlah kita sudah menemukan keluarga Nenek." Ibu Naya dan anak-anaknya tersenyum. "Catat nomor teleponnya Wil, supaya Nyonya Allen dijemput." ujar Ibu.
Entah keajaiban apa yang terjadi, suara dari wanita itu mengejutkan mereka. "Jangan!" cegat Nyonya Allen.
Satu keluarga itu tercengang dibuatnya. "Nyonya... kau sudah bisa..."
"Jangan biarkan aku kembali di rumah itu. Aku ingin tinggal di sini." tidak peduli akan wajah kaget mereka, Nyonya Allen bicara dengan santai. Dalam sekejap wanita yang terlihat lemah tak berdaya itu kini nampak sehat dan tidak sakit sedikit pun.
"Kenapa Nyonya?" tanya Ayah.
"Jangan panggil aku Nyonya. Panggil aku dengan panggilan sebelumnya." nada bicara wanita itu terdengar angkuh, tapi Ibu bisa melihat sifat baik dalam dirinya.
"Baiklah. Kenapa Bibi tidak mau kembali ke rumah keluargamu?" tanya Ayah sekali lagi.
"Ceritanya panjang. Bibi akan menceritakannya besok, karena sekarang sudah waktunya jam tidurku." ucap sang Nenek, dia tidak peduli rasa penasaran keluarga itu.
"Siapa namamu?" ia bertanya pada Ibu.
"Namaku Kenny Bibi." jawab Ibu. Nyonya Allen melihat Ayah, dengan pertanyaan yang sama.
"Joe, Joe Kazani." jawab Ayah.
Nyonya Allen mengangguk, "Baiklah. Kenny, bawa aku ke kamar. Dan anak-anak, kalian cepatlah tidur, besok kalian harus sekolah." ucapnya pada Naya dan Willy.
Keesokan harinya, saat sarapan mereka berkumpul di meja makan. Hanya ada roti dengan selai dan beberapa makanan sederhana lainnya.
Nyonya Allen tiba-tiba berhenti makan, membuat Ibu bertanya. "Bibi, ada apa? Makanannya tidak enak?"
"Aku menyukainya. Tetapi lihat kedua anakmu. Bagaimana mereka bisa tumbuh sehat dengan makanan ini?" ucapnya, gang mana membuat perasaan pasangan itu terluka.
Sebenarnya bukan tidak ingin menyediakan makanan yang lebih bergizi untuk kedua anaknya. Hanya saja itu di luar kemampuan mereka.
"Nenek, kami suka makanan ini. Lagi pula kami tidak mau menyusahkan Ayah dan Ibu untuk makanan kami. Iya kan Willy?" Naya memotong setelah melihat wajah sedih ibunya.
Nenek itu menghela nafas, ia mengambil dan meletakkan sebuah cincin berlian di depan Kenny. "Gunakan ini, sediakan makanan bergizi untuk mereka mulai besok. Setidaknya ini cukup sampai mereka lulus." ucap Nyonya Allen.
Joe maupun Kenny terkejut, keduanya menolak pemberian tersebut.
"Tidak usah Bibi, ini terlalu mahal."
"Aku tidak suka ditolak!" tegasnya dengan sorot mata tak bisa dibantah. "Dan anggap saja ini sebagai hadiah karena telah menolong dan merawatku, dan juga biaya selama aku tinggal di rumah ini." ujarnya lagi.
Ibu Naya tidak berdaya apa-apa di depan orang tua yang menumpang di rumah ya tersebut.
Di sekolah Naya juga sudah ramai dibicarakan berita kehilangan Nyonya Allen. Sungguh Naya terkejut lagi hari ini. Ternyata Nyonya Allen adalah Ketua Yayasan sekolahnya.
Melihat kegaduhan itu, rasanya bibirnya terasa gatal ingin menceritakan kepada Joy. Tetapi mengingat sifat Nyonya Allen tadi malam dan pagi tadi, dia cukup takut.
Sepulang sekolah Naya langsung mencari Nenek dan menyerbunya dengan banyak pertanyaan.
Rupanya Nenek berada di dapur restoran, membantu Ibunya memotong sayuran. Dapur tertutup, sehingga pelanggan tidak bisa melihat ada orang penting di dalam sana.
"Nenek, jadi Nenek adalah pemilik sekolahku?" tanyanya antusias.
Nenek mengangguk, sambil menjawab singkat. "Wah... keren sekali. Kenapa semuanya kebetulan?" ucap Naya seolah tidak percaya.
"Tidak ada yang kebetulan, semua yang terjadi pasti ada maknanya." timpal sang Nenek. "Sudahlah, jangan mengganggu kami bekerja. Pergilah belajar."
Naya mengangguk dan menurut.
"Tunggu dulu." Nenek memanggilnya lagi.
"Ada apa Nek?"
"Bagaimana prestasimu di sekolah?" tanyanya.
"Naya selalu mendapat peringkat pertama Nek dan juga mendapat beasiswa. Kalau tidak, mana mungkin orang seperti kami bisa menyekolahkan Naya di sekolah mahal itu?" jawab Ibu yang sedang membuat sup resep dari Nyonya Allen.
Nyonya Allen sudah menduga hal tersebut. "Berapa banyak les yang kau ikuti di luar?"
Naya menggeleng, "Tidak ada Nek. Biayanya sangat mahal. Sekolah di sekolahmu saja sudah syukur." jawab Naya dengan nada bercanda.
"Kau sudah menjual cincin itu?" kini bertanya pada Ibu.
"Sudah Bibi."
"Masih ada uangnya tersisa?"
"Ya Tuhan. Hasil dari penjualan cincin itu sangat banyak Bibi. Bagaimana mungkin habis hanya dalam satu hari."
"Hem, kalau begitu suruh suamimu mencari guru les terbaik untuk kedua anakmu. Bagaimana pun anak seusia mereka harus mendapat pendidikan terbaik."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
HaleJhope94
Wow daebak,,Sisakan 1 Oma kayak gitu untukKu Thor😅😅🤣😁
2023-02-12
2