PELUK HANGAT

Mobil Ale mulai memasuki area parkir sekolah. Senyum indah terus menghiasi wajahnya saat berpapasan dengan warga sekolah yang juga baru berangkat.

“Ale,” sapa seseorang dengan almamater OSIS sama seperti dirinya.

“Eh, Dewa,” balas Ale.

“Piket, De?” tanya Ale terus berlanjut dengan langkahnya.

“Heem. Gua duluan ya,” kata Dewa kemudian berlalu menuju gerbang sekolah.

“Siap,” jawab Ale seraya memasuki ruang kelasnya.

Setelah Ale menaruh tas sekolah, ia segera berlalu menuju ruang OSIS. Banyak laporan yang belum ia chek.

“Eh, Vi, udah berangkat?” tanya Ale saat melihat Viola memasuki ruang OSIS.

“Udah. Sibuk, ya, Al?” tanya Viola balik.

“Enggak juga sih. Ini ada laporan OSIS yang belum aku lihat,” jawab Ale yang sedang membaca laporan.

“Oh ya, Vi, proposal classmeeting udah siap?”

“Tinggal dikit. Ini mau gua selesain,” jawab Viola seraya membuka laptopnya.

Viola merupakan sekretaris OSIS yang pertama. Urusan proposal dan surat-surat memang ia yang menangani.

“Oke.”

***

Bel istirahat telah berbunyi beberapa menit yang lalu. Kini Ale dan Viola tengah menyantap bakso di kantin.

“Ada yang nelfon, Al,” seru Viola saat melihat HP Ale menyala.

“Siapa?” tanya Ale.

“Oh, Mbak Ela,” katanya lagi seraya mengangkat telefon.

“Halo, ada apa, Mbak?” tanya Ale begitu panggilan tersambung.

“Halo, Al. Ibu hari ini pulang, kamu mau ikut jemput ke bandara atau tidak?” tanya Mbak Ela di seberang sana.

“Lho, Mama pulang?” tanya Ale tak percaya.

“Iya. Katanya tiga hari ke depan bakal di Indo,” jawab Mbak Ela.

“Mama pulangnya jam berapa, Mbak?” tanya Ale.

“Jam 13.00 baru sampai di Indo katanya.”

“Oke. Kalau gitu nanti aku pulang dulu aja.”

“Oke. Mbak tunggu ya, Al. Kamu semangat sekolahnya. Bye,” kata Mbak Ela mengakhiri panggilan.

“Siap, Mbak.”

Setelahnya, Ale kembali fokus dengan baksonya. “Jam ke 7-8 kosong kan?”

“Heem, Bu Nirwa izin,” jawab Viola yang sudah selesai dengan makannya.

“Oke. Nanti gua pulang duluan,” ujar Ale melanjutkan makannya.

“Why?” tanya Viola.

“Nyokap pulang, gua mau ikut jemput,” jawab Ale.

“Oh. Udah akur?”

“Apa sih, Vi. Ya kali gua ngambek selama itu. Udah tiga bulan gua ditinggal ke Amerika selepas pertengkaran itu. Masa gua masih ngambek sih,” jawab Ale panjang lebar.

“Oh.”

Benar saja, jam sudah menunjukkan pukul 12.30. Ale segera membersihkan peralatan sekolahnya. Ia pun segera menuju ke ruang BK untuk meminta izin. Tak lupa ia juga mampir ke ruang OSIS guna izin kepada Gabriel.

“Permisi,” ucap Ale begitu memasuki ruang OSIS.

“Eh, Al, ada apa?” tanya Gabriel masih fokus pada laptopnya. Ia sedang memeriksa persiapan classmeeting yang akan diadakan beberapa minggu lagi.

“Gab, gua izin dulu, ya. Ga ikut rapat, mau jemput nyokap,” kata Ale.

“Oalah, oke,” jawab Gabriel.

“Thank, ya, Gab. Kalau ada apa-apa share ke WA, aja,” kata Ale berlalu keluar dari ruang OSIS.

Ale segera mengemudikan mobilnya menuju apartemennya. Ia segera berganti pakaian dan menyantap roti isi pemberian Mbak Ela.

“Mbaka ana yang nyetir ya, Al,” tawar Mbak Ela saat Ale hendak masuk mobil.

“Oke lah kalau begitu,” kata Ale pindah posisi.

Antara apartemen Ale dengan bandara hanya memakan waktu sekitar tiga puluh menit.

Setelah memarkirkan mobilnya, Mbak Ela dan Ale segera memasuki bandara. Tampak di sana ada seorang wanita yang usianya berkisar 40 tahunan. Namun ia tampak masih muda dan tetap cantik meski sudah tak lagi muda.

“Bu, Melina,” sapa Mbak Ela seraya menghampiri wanita tersebut.

Siapa lagi kalau bukan Mrs. Melina, seorang desainer kondang yang karyanya tengah melejit. Di samping, Mrs. Melina berdiri seorang wanita muda seumuran dengan Mbak Ela. Yang tak lain adalah asisten pribadi Mrs. Melina, Mbak Dila.

“Halo, sayangku,” balas Mrs. Melina.

“Eh ada anak nakal,” ujar Mrs. Melina begitu melihat putri semata wayangnya.

“Apa sih, Ma?” tanya Ale tak terima.

“Ga kangen sama Mama?” tanya Mrs. Melina merentangkan kedua tangannya.

“Kangen dong,” kata Ale menghambur ke pelukan Mamanya.

“Maafin, Al, ya, Ma,” ucapnya di sela-sela pelukan mereka.

“Sttt, ngomong apa sih, Al?” tanya Mrs. Melina.

“Mama udah maafin Al. Al kan anak satu-satunya, Mama,” tambahnya.

Ale mengurai pelukannya. Ditatapnya wajah sang Ibu yang terlihat awet muda. Wanita yang beberapa bulan ini tak lagi ditemuinya. Wanita beberapa bulan lalu sempat berselisih paham dengannya.

“Papa mana, Ma?” tanya Ale.

“Papa di sini,” jawab seorang laki-laki bule yang mendekat ke arah Ale.

“Papa,” pekiknya seraya menghambur ke pelukan pria bule tersebut.

Pria bule tersebut ialah Mr. Alex, ayah dari Ale. “How are you my daughter?”

“I am fine, Pa. Papa sendiri gimana?” tanya Ale balik.

“Fine dong, kan ada kalian,” gurau Mr. Alex.

“Hahaha ...,”

“Al udah makan belum?” tanya Mrs. Melina.

“Belum, Bu. Tadi Al pulang langsung ke sini setalah ganti baju,” kini Mbak Ela yang menjawab.

“Ya ampun, Al. Kok ga makan dulu. Ya sudah, kita makan dulu ya,” ajak Mrs. Melina.

Ale, Mr. Alex, Mrs. Melina, Mbak Ela dan Mbak Dila pun menuju ke restoran yang ada di dekat bandara. Selepas acara pelukan hangat penyambutan kedua orang tuanya, Ale tampak lega. Setidaknya beban hatinya sudah berkurang.

Beban? Beban apa?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!