Berita Duka

Hari di mana petualangan itu di mulai. Perjalanan kelam yang sulit terbayangkan. Saat raga berpisah dengan ruh. Jatuh ke lembah kegelapan. Masuk ke lorong yang sunyi. Pendar itu terus memudar, pelan-pelan menikam atma. Terasa seperti mimpi. Melepas setiap angan, melewati cita-cita, yang sudah tak lagi berarti. Hilang. Seluruh asaku telah enyah. Hingga bersemayam di dalam tulang hitam, dendam "Selaput Daraku" yang telah terenggut paksa.

Aku Hanaya, dan ini kisahku.

Cukuplah aku yang tersesat, kalian jangan!

_____________________________________________

"Berita terbaru. Seorang pelajar ditemukan tewas bunuh diri melompat dari Jembatan Hitam, Jumat (13/03/2019). Belum diketahui motif dari aksi nekat korban bernama Hanaya Purnamasari—remaja berusia 16 tahun." Seorang reporter tengah menyiarkan sebuah berita di televisi.

"Korban ditemukan dalam kondisi tak bernyawa pada pukul 12.45 WIB, oleh salah seorang warga," lanjutnya.

“Kami telah selidiki motifnya. Kejadian ini murni bunuh diri,” ujar Kasubbag Humas Kepolisian Resor Metropolitan, Jaja Junaedi.

"Korban merupakan pelajar dan tercatat sebagai siswa SMA Merpati Putih. Korban kali pertama ditemukan oleh Paijo—seorang warga yang hendak buang air besar di sungai. Ia sangat terkejut ketika tiba-tiba mencium bau busuk dan mendapati korban sudah mengapung terbawa arus sungai. Korban ditemukan dalam keadaan berseragam SMA. Kondisi korban sendiri tampak mengenaskan dengan kepala retak dan tubuh yang mulai membusuk," lanjut Jaja Junaedi.

Kasubbag Humas Kepolisian tersebut mengatakan, usai Paijo mengabarkan penemuan mayat tersebut, warga pun berdatangan ke lokasi dan melaporkan kejadian ini ke Polsek, lalu dievakuasi ke RSUD. Hasil identifikasi Polres Metro, tidak menemukan adanya tanda-tanda kekerasan. Jadi, korban murni bunuh diri.

Adrian yang tengah duduk di depan televisi menatap nanar siaran berita tersebut. Bulir-bulir air yang tergenang seakan ingin ia tumpahkan seluruhnya. Ia membenci dirinya sendiri. Penyesalan akan sesuatu hal yang seharusnya tidak ia lakukan. Tangannya mengepal erat, seakan ingin menghantam keras-keras dadanya sendiri.

Berita itu sudah seminggu. Dan masih hangat-hangatnya diperbincangkan. Segera ia raih remote untuk mematikan televisi. Adrian beranjak menuju kamar, lalu berbaring untuk mendinginkan otak.

***

Sementara di rumah duka, jasad Hanaya akan dikebumikan. Tangis histeris Purwati—ibu kandung Hanaya tak terbendung. Ia belum bisa mengikhlaskan kepergian putrinya tersebut. Terlebih, Hanaya adalah gadis yang berbudi baik, berprestasi, penurut, dan sangat berbakti terhadap keluarganya. Kehilangan sosok putrinya membuat hati wanita berusia 40 tahun itu seakan remuk redam. Ia belum mengerti bagaimana cara merelakan kepergian Hanaya untuk selama-lamanya.

Hasan Hapsari—ayah kandung Hanaya—hanya dapat menatap pilu keranda yang sudah siap dibawa ke pemakaman. Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Terlebih, Hanaya adalah gadis kesayangannya. Gadis yang selalu memberikan semangat lebih di benak Hasan. Ketika putrinya itu berkata, "Ayah, sekarang Ayah harus berlelah-lelah. Esok nanti, kalau Hana sudah menjadi dokter, Ayah sama Ibu cukup di rumah saja. Jangan berpanas-panasan lagi, ya?"

Isak tangis Hasan tak teredam lagi. Meski tubuhnya tampak kurus dan renta, tetapi ingatannya masih terlalu kuat untuk memutar ulang setiap jengkal kalimat yang terlontar dari bibir manis Hana. Jiwanya bak tertusuk tombak yang kedalamannya tak terukur. Asanya serasa patah satu per satu seiring berjalannya kereta beroda manusia tersebut.

Sedangkan Randi—kakak kandung Hanaya— hanya berdiri terpaku. Matanya yang merah dan bengkak sudah cukup menggambarkan betapa terpukul hatinya mendapati kenyataan ini. Lengannya yang dipenuhi tato tengah menopang sesosok bocah berusia lima tahun dengan mata berair. Ya, Adelia Purnamasari—adik bungsunya. Yang turut merasai duka nestapa kehilangan sosok kakak perempuan tercintanya.

Siapa menyangka, gadis cemerlang itu bernasib semalang ini. Perangainya yang baik dan santun, selalu dikenang oleh para sahabat, tetangga, bahkan guru-guru di sekolahnya. Mereka semua turut mengiringi jenazah Hanaya menuju pemakaman.

Lantunan tahlil mengiringi langkah kereta beroda manusia tersebut.

***

Sedangkan di kamar, Adrian gelisah. Ia tahu bahwa hari ini adalah prosesi pemakaman kekasihnya tersebut. Namun, ia justru berdiam diri di rumah. Adrian merasa tidak akan mampu menahan diri bila harus menyaksikan prosesi pemakaman pujaan hatinya itu.

Adrian kembali termenung pada kejadian itu. Tiga Minggu yang lalu, sepulang sekolah mereka bertemu di perpustakaan.

(Flash Back)

"Ada apa, Nay," tanya Adrian ketika mereka telah duduk berhadapan.

"Adrian, aku ...." Hanaya meremas rok abu-abunya.

"Tunggu sebentar." Adrian mengamati wajah Hanaya seksama. "Wajahmu pucat. Apa kau sakit?"

Gadis manis berambut lurus itu menunduk, lalu menggeleng.

"Ada apa? Apa kau sedang ada masalah?"

Kali ini Hanaya mengangguk pelan. Tiba-tiba bulir bening mulai berjatuhan ke pipi gadis berperawakan tinggi nan ramping tersebut. Adrian segera menyadari ada sesuatu yang salah pada diri kekasihnya itu. Adrian pun segera berpindah tempat duduk ke sebelah Hanaya. Ia raih jemari tangan kekasihnya itu, lalu menggenggamnya erat. Seakan tengah mengatakan, 'katakanlah segalanya padaku'.

"Nay, ada apa?" Adrian menegakkan kepala gadis itu, lalu mengusap wajah Hanaya yang basah. "Apa kau masih marah gara-gara kejadian malam itu? Aku tahu aku salah. Aku akan menikahimu, tapi nanti, setelah kita selesai kuliah."

Hanaya membalas tatapan lembut Adrian. Namun bibirnya tak lekas mengatakan apapun.

"Aku janji. Kita akan menikah. Tapi nanti, usai—"

Belum selesai Adrian bicara, Hanaya langsung memotong perkataan cowok rupawan tersebut. "Aku hamil," ucapnya lirih.

Kedua mata Adrian terbelalak mendengar penuturan Hanaya. Kepalanya segera menoleh ke sekeliling ruangan. Tidak ada seorang pun kecuali mereka berdua.

Adrian kembali menatap Hanaya. "Ba-bagaimana mungkin?"

"Bagaimana apanya? Ini semua gara-gara kamu."

"Tapi, Nay. Kita tidak mungkin menikah secepat ini, kan?"

"Bagaimana denganku? Aku juga tidak mungkin seperti ini. Aku harus meraih beasiswa kedokteran."

Adrian menatap lekat kedua netra gadisnya. "Gugurkan saja," lirihnya.

"Kau gila!"

"Hanya itu pilihan terbaik untuk kita."

"Kau egois."

"Oh, ayolah. Papa dan mamaku tidak akan memaafkanku bila sampai mereka tahu hal ini."

"Lalu, bagaimana dengan nasibku? Aku ingin menjadi dokter. Aku stress memikirkan ini."

"Maka dari itu, gugurkan kandunganmu," lirih Adrian lagi.

"Nikahi aku. Setelah itu kita kuliah bersama."

"Tidak bisa. Kedua orang tuaku tidak akan setuju. Malu juga, kan, kita belum cukup umur untuk menikah."

"Adrian ...."

"Enyahkan."

"Tidak."

Adrian menarik napas kasar. "Jika kamu tetap kekeuh seperti itu, lebih baik hubungan kita berakhir."

Hanaya menatap dalam mata cowok paling digemari cewek-cewek putih abu di sekolahnya tersebut. "Mudah sekali kamu melontarkan kata-kata itu, Adrian."

"Maumu apa, sih, Nay. Sebentar lagi kita juga akan ujian. Masak iya kita menikah!" Nada suara Adrian mulai meninggi.

"Tapi ...."

Adrian bangkit dari duduknya, kembali ia embuskan napas kesal. "Terserah. Aku mau pulang. Capek."

Adrian pun pergi meninggalkan Hanaya sendiri di perpustakaan. Hanaya kembali menangis. Ia bukanlah gadis yang tidak tahu dosa. Ia mengerti bahwa aborsi adalah sebuah tindakan yang dibenci Tuhan. Namun, dia harus tetap melanjutkan sekolah.

Adrian meremas rambutnya sendiri. Mengingat itu, membuatnya gila. Ia sama sekali tidak menyangka semua akan berakhir seperti ini. Gadis tercintanya telah pergi untuk selama-lamanya.

"Maafkan, aku, Nay ...."

***

Di pemakaman, jenazah Hanaya telah dimakamkan. Purwati masih menangis meratapi kematian putrinya. Begitupun Hasan yang terus meremas dadanya sendiri.

"Ibu, nanti kalau Hana sudah menjadi dokter, Hana janji, akan menyembuhkan kedua mata Ibu."

-- BERSAMBUNG --

_____________________________________________

Hola, Readers Kece ...?

Author sengaja memakai alur maju-mundur, ya? He-he, jadi masih banyak misteri yang belum terkuak di balik kematian Hanaya. Silakan ikuti saja. Karena di episode-episode selanjutnya, pertanyaan kalian akan terjawab.

Kalau pakai alur maju terlalu mudah ditebak soalnya. Ini juga pertama kali nulis horor. Genre yang sama sekali tidak pernah Author kuasai. Author akan terus belajar. Semoga bisa sampai END, ya?

Terima kasih untuk Readers Setia Kece yang masih terus mendukung Kakak, ya?

Thank you ...!

Terpopuler

Comments

goblok

goblok

loh Thor ini horor ya,tak kira romantis y udahlah gpp emng lagi nyari yg horor ²

2020-10-22

5

Yhu Nitha

Yhu Nitha

like2

2020-08-25

1

Mira Anggraini

Mira Anggraini

semangat utk sampai End yaa kak.. 😍

2020-07-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!