Jessica tidak berniat untuk keluar dari kamar kostnya. Cuaca yang panas membuat dia enggan bergerak. Apalagi saat ini dia ada di kota kecil, dimana tidak ada hal yang menarik.
Kruuk.. kruuuk
Perut Jessi sudah berbunyi keroncongan. Ya, sejak kemarin sampai siang ini, dia belum menyentuh makanan sama sekali.
Jessi beranjak dari ranjang. Dia menggunakan jaket dan menyisir rambutnya yang berantakan.
Jika ingin tetap hidup, Jessi harus keluar untuk mencari makan. Dia juga sebenarnya harus mengeksplor kota ini karena suka tidak suka, inilah tempat tinggal Jessi yang sekarang.
"Pak Hadi, apa ada mall di dekat sini?" tanya Jessi ketika bertemu pak Hadi di bawah.
"Ada mba.. Mba tinggal keluar, terus ke kiri. Ikuti jalan saja." Pak Hadi menunjukan arah dengan baik.
"Makasi Pak."
"Mba, mau jalan kaki dengan pakaian seperti ini?" tanya Pak Hadi dengan ekspresi kaget.
"Iya. Memangnya ada yang salah Pak?" Jessi menatap penampilannya dari atas ke bawah. Dia menggunakan kaos oversize yang di dobel jaket, dipadu dengan celana hotpants yang hampir tertutup oleh kaos oversizenya. Ini adalah outfit normal bagi Jessi jika ingin keluar jalan-jalan ke mall.
"Enggak, cuma kan panas.. Nanti mba gosong." ucap Pak Hadi sambil tersenyum.
Pak Hadi memang mengagumi Jessi sejak pertama dia datang. Wajah Jessi yang imut dan kulitnya yang putih mulus begitu menyenangkan untuk dilihat. Bagi Pak Hadi, Jessi itu bagaikan artis Korea yang sering anaknya lihat di youtube.
"Ya gak apa-apa Pak. Saya malas ganti baju." Jessi membalas senyum Pak Hadi, lalu dia segera keluar sebelum dia mati kelaparan.
"Cewek.. sendirian aja nih.." sekumpulan pemuda bersiul dan menggoda Jessi yang berjalan cepat melewati mereka.
"Dasar kurang kerjaan." umpat Jessi kesal. Dia tetap berjalan saja dan tidak menunjukan rasa takut. Padahal dalam hatinya, jantung Jessi sudah berdetak tidak karuan. Pantas saja tadi Pak Hadi bertanya tentang pakaian yang Jessi kenakan. Jessi lupa jika kota ini berbeda dengan Jakarta. Jessi harus latihan beradaptasi setelah ini.
Setelah bebas dari kumpulan pemuda gila itu, Jessi sampai juga di mall. Jessi mengelap keringat yang mengalir di dahinya sambil memandang kanan kiri mall.
Mall di sini begitu kecil. Jessi hampir saja mengira ini bukan mall, tapi hanya pusat perbelanjaan. Jessi mulai menjelajahi seluruh mall. Dia mencari makanan yang terdekat saja yang tidak mengharuskan dia menunggu lama.
Akhirnya Jessi sampai di sebuah resto Jepang di lantai 2 yang terlihat tidak terlalu ramai. Jessi memesan sembarangan menu yang ada, karena kepalanya sudah mulai pusing dan cacing di perutnya meronta ingin mendapat makanan.
"Mom, kota ini sangat kecil dan panas. Jessi tidak, betah di sini,Mom." keluh Jessi yang menelepon Sania sembari menunggu makanan siap.
"Jess.. di sini juga panas." balas Sania untuk menghibur Jessi.
"Tapi di sini lebih panas Mom. Dan baru jalan sebentar saja kulitku gosong."
"Kamu harus beli payung dan sun screen, sayang."
Jessi berdecak kesal. Sania memang tidak mengerti perasaannya. Atau ini karena di Korea, Sania selalu pergi menggunakan kendaraan umum dan juga membawa payung. Jadi dia menyuruh Jessi melakukan itu juga.
"Mom, Jessi butuh mobil." "Tolong bilang pada Boy Oppa untuk belikan Jessi mobil di sini." rengek Jessi.
Mendengar anaknya yang mengerek seperti itu, Sania merasa tidak tega. Boy dan Bayu memang kejam. Mereka bukan hanya meninggalkan Jessi sendirian di kota orang, tapi mengambil seluruh fasilitas Jessi.
"Nanti Mom akan coba diam-diam belikan kamu mobil. Tapi jangan sekarang, karena Boy sebentar lagi akan pulang dengan Marsha."
"Makasi mom.. Mom memang yang terbaik, tidak seperti Boy." ada sedikit nada lega ketika Jessi mendapat dukungan dari Sania.
"Kamu juga jangan bermalas-malasan. Tunjukkan kalau kamu juga bisa kerja." pesan Sania.
"Ya, Mom. Tapi Jessi tidak tau apakah di sini ada kantor, karena sejauh memandang, Jessi tidak melihat perkantoran." Lagi-lagi Jessi berdecak putus asa.
"Ya sudah. Nanti kita telepon lagi. Mom harus bikin makan siang untuk Dad."
Jessi meletakkan ponselnya di meja. Dia menengok ke arah dapur untuk melihat apakah makanannya sudah siap.
"Siang mba.. ini makanannya." Seorang pelayan akhirnya membawa makanan Jessi.
Dalam sekejap meja Jessi penuh dengan makanan.
"Apakah mba datang bersama teman?" tanya pelayan itu kepo.
"Mas, saya pesan minumnya berapa?" Jessi balik bertanya.
"Satu."
"Ya sudah. Kalau satu, artinya saya itu sendirian mas." jawab Jessi ketus.
'Apa dia tidak pernah makan setahun?' batin pelayan itu sambil berlalu.
Jessi kini memandang makanan di depannya. Dia segera makan dengan lahap tanpa banyak berkata lagi.
Pelayan tadi ternyata masih mengamati Jessi dari kejauhan. Dia geleng-geleng kepala karena Jessi makan seperti orang kelaparan. Cantik-cantik kok gelojoh.
Tidak butuh waktu lama bagi Jessi untuk menghabiskan semua makanan yang tersedia. Jessi menepuk perutnya yang sedikit buncit setelah makan dengan kenyang.
"Hebat banget yah mba.. bisa habis 5 porsi makanan sendirian." pelayan tadi kembali untuk membereskan piring Jessi.
"Mas, saya memang gak makan dari kemarin." curhat Jessi.
"Lho, kenapa mba? Apa habis putus cinta?"
"Lebih parah dari itu mas. Saya baru saja di usir dari rumah." "Saya stress dan harus cari pekerjaan."
Pelayan itu yang tadinya berpikiran negatif pada Jessi, kini jadi prihatin mendengar cerita wanita di depannya itu.
"Ada banyak lowongan pekerjaan di mall ini, mba. Siapa tau mba bisa kerja di sini."
"Apa iya, mas?" "Saya sangat butuh pekerjaan." teriak Jessi senang.
"Ya mba. Coba mba tanya satpam. Dia pasti tau tempat mana yang butuh lowongan pekerjaan." jelas pelayan itu dengan semangat.
"Ya mas..terimakasih sarannya." Jessi mengeluarkan 10 lembar uang 100 ribuan, lalu memberikan itu pada pelayan yang sudah memberi saran dan melayaninya.
"Tolong bayarkan dan ambil saja sisanya." ucap Jessi sambil berlalu.
Jessi memang antimainstream. Sejak masuk, Jessi sudah menarik perhatian orang dengan rambut birunya. Sekarang, dia memberikan tips pada seorang pelayan begitu banyak.
Setelah sadar karena dapat rejeki nomplok, pelayan tadi segera mendoakan Jessi supaya wanita itu banyak rejeki dan cepat dapat pekerjaan.
*
*
*
Sementara itu, Jessica masih memikirkan bagaimana cara dia bisa beradaptasi di sini.
Sejak tadi, orang-orang melihatnya dengan pandangan aneh. Pertama Pak Hadi, lalu pemuda-pemuda yang menggodanya, setelah itu pelayan restoran yang kepo itu juga memandang dia dengan cara berbeda.
Sekali lagi Jessi memandang dirinya di cermin.
"Apa yang salah?"
Lama Jessi berpikir sambil mengagumi dirinya. Dan ya.. Jessi baru sadar jika rambutnya terlalu mencolok. Tapi, Jessi sangat suka dengan rambut birunya.
'Boy memang luar biasa kejam.' Umpat Jessi dalam hati. Dia sepertinya harus mengalah untuk mengecat rambutnya dengan warna berbeda, supaya tidak mencolok perhatian lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments