Kota Purwokerto
Jessica terkejut ketika dirinya sampai di kota yang namanya bahkan Jessica tidak ingat. Dia berulang kali mengucapkan kata 'astaga' sambil menggelengkan kepala.
"Pak Samsul, kita kembali ke Jakarta saja." ucap Jessi pada sopir pribadinya.
"Tidak bisa, Non. Tuan Boy bisa memecat saya." Pak Samsul tidak menggubris perkataan Jessica dan tetap menjalankan mobilnya dengan santai.
"Kalau di pecat, nanti saya yang akan pekerjakan Bapak." tawar Jessica lagi.
"Hmmm.. bayarnya pakai daun Non?" "Non saja tidak ada pekerjaan." ucap Pak Samsul sambil menahan tawanya.
"Ini sungguh kejam." "Kenapa semua membully aku?" Jessi melipat kedua tangannya sambil mengerucutkan bibir.
"Kami tidak membully, Non. Tapi itu kenyataan."
"Ya.. ya.. sudah lah.. kapan kita sampai ke kost?"
"Sebentar lagi. Nona lihat-lihat saja dulu kota ini." saran Pak Samsul.
'Apanya yang mau dilihat? Boy memang keterlaluan. Dia mengirim ku ke tempat yang begitu kecil dan sepi ini.' protes Jessi dalam hati.
Tak lama, mobil Lexus mereka sampai ke sebuah bangunan berlantai 2 yang terletak di pusat kota. Boy memang kakak yang luar biasa baik. Dia sudah menyiapkan semua hal bagi Jessi supaya Jessi tidak kerepotan.
"Jadi aku tinggal di sini?" tanya Jessi sambil mengernyitkan dahinya.
"Ya,, tenang saja, Nona. Tempat ini strategis dan dekat dengan mall dan juga rumah sakit. Jadi anda tidak kerepotan mencari kendaraan atau jalan kaki."
"Jalan kaki?" "Bukankah mobilnya di tinggal sini, Pak?"
"Saya hanya mengantarkan Non Jessi saja, setelah itu saya kembali ke Jakarta." Pak Samsul membuka bagasi dan mulai menurunkan koper-koper milik Jessica.
"Tidak bisa seperti ini, Pak. Sebentar, aku akan telepon Boy." Ucap Jessi panik.
Boy bukan hanya mengusirnya ke tempat terpencil, tapi juga ingin menyiksanya dengan tidak memberikan mobil.
"Boy, aku tidak terima." kata Jessi begitu teleponnya terhubung pada Boy.
"Kenapa adikku sayang? Apa kamu sudah sampai?" tanya Boy dengan suara super lembut.
"Aku tidak mau tinggal di sini kalau kamu tidak memberikan aku mobil."
"Lho, jadi kamu mau tinggal dimana?"
"Boy,,, lebih baik kamu kirim aku keluar negeri."
"Jessica.. are you sure?" "Kalau begitu, aku akan kirim kamu ke Africa." jawab Boy dengan santainya.
"Boy, aku tidak ingin bercanda." Jessi mulai kesal dengan Boy yang bertindak semena-mena.
Sementara Jessi sedang menelepon, Pak Samsul sudah selesai menurunkan barang Jessi yang seperti orang pindahan. Dia lalu masuk ke dalam mobil dan segera menjalankannya.
"Pak Samsuuuuul.." teriak Jessi yang berlari mengejar Pak Samsul. Tapi, karena perintah dari Boy yang mengharuskan Pak Samsul pergi secepatnya ketika sudah sampai ke tempat tinggal Jessi, akhirnya dia tidak mempedulikan lagi teriakan wanita itu.
"Booooy.." Jessi mulai kembali merengek pada Boy.
"Jadi, kamu ingin tinggal di situ atau di Africa?" "Kalau memang mau di Africa, nanti aku akan suruh Pak Samsul kembali."
"Kenapa cuma untuk menghindari mantan, kamu sampai bertindak sejauh ini Boy?" tanya Jessi dengan nada sedih.
"Ya, salahmu sendiri cari mantan seperti Marco yang spesial pakai telor." "Aku rasa hanya 2 tempat itu yang cocok untuk menampung mu, Jessica Setiawan."
"Boy, kamu tidak takut jika adik kesayanganmu ini sampai terluka di sini?" tanya Jessi yang masih mencoba merayu Boy sebisa mungkin.
"Sayaaang, kenapa kamu lama sekalii.. cepat, aku sudah kedinginan."
Jessi bisa mendengar suara Marsha alias istri Boy dari ujung sana.
"Sudah ya, aku sedang membuat keponakan yang lucu untukmu. Tolong jangan diganggu dulu." Boy menutup telepon secara sepihak.
"Menjijikan sekali." Jessi menyimpan ponselnya kembali di dalam tas. Dia menatap nanar barang-barang yang berserakan di depan kost nya.
"Mba Jessica?" sapa seorang pria paruh baya berkulit sawo matang yang bertubuh kurus.
"Iya, saya Jessica." "Tapi kok bapak tau sih?"
"Ya, kemarin kakaknya mba yang ganteng itu sudah telepon sama bapak untuk menyiapkan sebuah kamar terbaik di sini." ucapnya sambil memandang Jessi dari atas ke bawah. Sebenarnya sangat mudah mengenali Jessi. Dia memiliki rambut biru.
"Oh.." jawab Jessica malas. Sebenarnya dia kesal, karena Bapak itu menyebut Boy 'ganteng'.
"Ayo, mari bapak bantu tunjukkan kamar Mba Jessi." Bapak itu berjalan sambil membawa 2 koper Jessi.
Sedangkan Jessi membawa koper yang paling kecil. Dia mengikuti orang itu dengan takut-takut.
Kost ini berbentuk paviliun. Jessi lumayan tenang karena artinya privasinya sedikit tidak terganggu.
Bapak itu naik ke lantai 2. Dia baru berhenti di kamar paling pojok.
Kesan pertama Jessi saat masuk ke kamarnya adalah biasa saja. Ruangan itu hanya cukup luas dengan perabot selayaknya yang ada di kamar kost. Ranjang, lemari, televisi. Bedanya adalah kalau di kamar Jessi ini, ada kulkas, dan mini pantry, juga ada sofa yang cukup nyaman. Memang lengkap, tapi jauh dari kata mewah.
"Mba, saya ambil sisa barang mba Jessi di bawah. Kalau butuh bantuan, mba panggil saja ya.." "Nama saya Pak Hadi."
"Ya, makasi Pak Hadi." Jessi menaruh kopernya sembarangan.
'Kehidupan macam apa ini?' Jessi merebahkan diri di ranjang dan menatap langit-langit kamarnya. Bagaimana nasibnya ke depan nanti? Hidup baru nya sungguh menyedihkan.
Ponsel Jessi berdering. Jessi dengan malas mengambil ponselnya.
Nomor asing..
"Halo.. ini siapa?" tanya Jessi lesu.
"Kamu tidak bisa pergi dariku, Jessica Setiawan." suara serak yang khas di sana terdengar begitu menakutkan.
Jessi membulatkan matanya mendengar suara Marco. Dia bangun dari ranjang dengan perasaan cemas.
"Marco.. plis.. aku sudah tidak ingin memiliki hubungan apapun denganmu. Tolong kamu jalani saja hidupmu sendiri dan jangan ganggu aku."
"Tidak bisa, Jess. Kamu harus jadi milikku. Sembunyi di manapun, aku akan tetap menemukanmu." ancam Marco.
Jessi segera mematikan ponselnya, lalu langsung memblokir nomer Marco. Dia begitu takut Marco menemukannya dan akan melakukan hal yang nekat.
Untuk kabur dari Marco, sebenarnya Boy sudah mempersiapkan semua dengan baik. Dia menjamin bahwa ponsel Jessi tidak bisa dibobol alias di hack. Boy juga memerintahkan Jessi untuk tidak menggunakan media sosial sementara waktu. Tapi, Marco tetap saja bisa menelepon Jessi dengan nomer lain. Ini sungguh berbahaya.
'Sudahlah, Jess.. mungkin Boy benar.. kamu harus berbesar hati untuk hidup di kota kecil ini.' Jessi berkata pada dirinya sendiri.
Akhirnya mau tidak mau, Jessi harus menjalani hidup baru nya sesuai dengan rencana Boy.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments