Berdiskusi Untuk Acara Pernikahan

Tak terasa dua bulan lagi Cloe akan menikah. Ia sudah mulai di sibukkan dengan segala macam kebutuhan untuk pernikahan.

Ia juga bertambah cape karena harus bolak-balik dari rantau ke rumah. Untuk mengatur semuanya. Mulai dari foto prewedding, pemilihan gaun pengantin, menyewa tarub. Karena jika di kampung sebuah pernikahan memakai jasa tarub.

Membicarakan semuanya dengan pihak keluarga, apa saja yang di perlukan untuk pernikahan dan kira-kira dana yang di butuhkan berapa.

"Mah, Joan memberikan dana tga puluh juta apakah cukup? karena aku nggak ingin pernikahan biasa, tapi aku akan mengundang semua teman-temanku," tanya Cloe pada saat berkesempatan pulang ke rumah.

"Ya di cukupkan, paling nanti mamah dan papah akan mencari uang tambahan. Yakni akan mencari pinjaman uang," ucap Mamah Elizabeth.

"Astaga, itu sama saja menambah beban mamah dan papah. Memangnya nggak bisa ya cuma mengandalkan uang ywgt di berikan Joan saja?" tanya Cloe memicingkan alisnya.

"Ya nggak bisa, Cloe. Pernikahan mewah uang tiga puluh juta itu kurang. Apa lagi jaman sekarang segala sesuatu mahal. Rincian uang tiga puluh juta itu belum terhitung untuk konsumsi dan urusan dapur. Kamu pikir uang tiga puluh juta cukup. Kamu bisa tanyakan pada, Clara," ucap Mamah Elizabeth.

"Iya, Cloe. Uang tiga puluh juta itu tidak cukup. Sekarang kamu sudah menulis rinciannya tersendiri. Untuk bayar tarub, sewa baju pengantin, make up, untuk urusan di gerejanya. Semua itu sudah habis banyak. Dan mamah hanya di sisakan uang empat juta."

"Hari gini uang empat juta untuk konsumsi tidak cukup sama sekali untuk membuat berbagai hidangan yang enam. Dan juga menjsnu seribu orang."

Mendengar apa yang barusan di katakan oleh Clara, Cloe terperangah," waduh! lantas kira-kira butuh uang berapa lagi, ka?"

"Lah untuk itu dia, tidak bisa di target atau di perjelas berapa juta lagi yang di butuhkan. Karena untuk perihal konsumsi itu tidak bisa di hitung jelas," ucap Clara.

Cloe semakin menjadi bingung dengan apa yang barusan di katakan oleh Clara. Hingga Caroline ikut berbicara," Cloe, maksud Clara begini. Misalkan kita mengundang bapaknya, biasanya kan ajak ibunya. Lah misalkan kita undang Ibunya, biasanya ibunya bawa anaknya. Kadang ada loh, yang datang bke hajatan punya anak empat atau berapa ya di bawa semua. Ini sudah menjadi tradisi hajatan di kampung, numpang makan satu RT."

Semuanya tertawa pada saat mendengar apa yang dikatakan oleh Caroline. Termasuk anaknya Caroline yang berusia tiga tahun.

Kehidupan keluarga Cloe tergolong sederhana. Dia anak bungsu dari tiga bersaudara. Tetapi dia dari kecil sudah biasa di manja. Hingga dewasa, dia sama sekali tak tahu perihal tentang perhitungan seperti itu.

"Mah, lantas jika uang tiga puluh juta kurang? mamah dan papah akan mencari pinjaman di mana?" tanya Cloe.

"Bank!"

serentak Mamah Elizabeth, Clara, Caroline berkata.

"Wah, kompak banget coy. Para ibu menjawab dengan serentaknya," goda Cloe terkekeh.

Untuk gaun Elizabeth, Clara, Caroline, dan si kecil. Cloe sengaja menjahit sendiri. Karena dia dulu pernah sekolah di jurusan busana. Hingga bisa mendisain baju sendiri.

"Mah, tahu nggak? Gaunnya mamah Joan itu lebih keren dari pada gaun pengantinku, dia juga jahit sendiri. Begitu pula dengan gaun, Ola adik dari Joan juga keren," ucap Cloe.

"Dari mana kamu tahu, Cloe?" tanya Clara.

"Lah kan pernah di beri tahu lewat video call. Dan Joan sempat berkata, gaun-gaun kita jangan sampai kebanting. Jadi dia khawatir, aku mengeluarkan uang banyak untuk membuat gaun mamah, Ka Clara, ka Caroline," adu Cloe.

Cloe memang masih sangat polos, hingga hal sekecil apapun pasti ia ceritakan tanpa ada yang di tutupi sama sekali.

Untuk permasalahan dengan Joan, Cloe pasti cerita pada Papah Oscar. Karena memang dari dulu ia begitu dekat dengan Papahnya. Dan Papahnya juga begitu menyayangi Cloe lebih dari rasa sayangnya kepada dua kakak, Cloe.

Selama ada di rumah, Cloe tidak lantas membantu pekerjaan mamahnya.. Karena ia tidak pernah melakukan hal itu. Apa lagi menjelang hari pernikahan yang kurang dua bulan lagi.

"Ka Clara, nanti kita ke toko gerabah ya? mau cari sesuatu untuk bingkisan oleh-oleh bagi yang datang ke acara hajatan. Bagusnya apa ya, ka?" tanya Cloe.

"Mangkok saja, banyak yang murah dan bagus," ucap Clara seraya sibuk membantu Mamah Elizabeth membungkusi nagasari dan arem-arem.

"Sekalian temani buat undangan ke toko yang di rekomendasikan oleh teman, juga tengok-tengok tarub dan lain sebagainya," ucap Cloe.

"Siap, bos. Tapi nggak bisa nanti dech, paling besok ya? karena hari ini ada pesanan nagasari sama arem-arem. Hingga harus buat banyak dan waktunya juga tersita," ucap Clara.

Cloe pun menyanggupinya, dan ia kini asik dengan ponselnya. Memainkan ponselnya di dalam kamarnya. Bahkan walaupun ia sudah bekerja, ia sama sekali tidak memberikan sepeser pun pada Mamah Elizabeth. Karena ia beralasan di gunakan untuk kebutuhan pernikahan juga.

Hal ini sama sekali tidak menjadi permasalahan bagi Mamah Elizabeth. Dia seorang ibu yang baik dan tak pernah protes untuk segala macam hal.

Mamah Elizabeth merasa senang karena Cloe sudah mau mulai belajar mandiri. Bahkan ia juga tak menyangka Cloe secepat ini akan menikah.

"Gadisku yang bungsu, yang selalu manja karena biasa di didik manja oleh suamiku. Kini telah tumbuh menjadi dewasa dan sebentar lagi akan menikah."

"Aku juga tak pernah menyangka jika Cloe akan mendapatkan suami dari luar kota. Dan bahkan ia sudah mulai merambah ke kota itu."

"Ya Tuhan, semoga kelak segala rencana di lancarkan tanpa ada hambatan apa pun. Dan selalu beri kami kesehatan, supaya bisa menjalankan rencana dan acara pernikahan Cloe."

Sembari bekerja membuat arem-arem, Mamah Elizabeth berdoa di dalam hati. Mamah Elizabeth memang seorang mamah yang berbeda dengan para mamah yang lain.

Karena mamah Elizabeth adalah mamah yang pendiam, tidak banyak kata. Tidak seperti mamah yang lain, yang cerewet dan kesannya bawel.

Di sini justru terbalik, yang cerewet dan bawel. Serta banyak aturan dan gampang sekali marah justru, papah Oscar. Jika istrinya melakukan kesalahan sepele saja, pasti ia akan nyerocos terus bisa sampai pagi.

Dan selalu saja terucap kata-kata yang tidak layak di ucapkan. Walaupun istrinya kerap kali selalu saja meminta maaf, tetapi amarah Papah Oscar tak lantas reda.

Dia marah dari pagi bisa sampai malam bahkan bisa sampai esoknya lagi. Satu kesalahan menutupi seribu kebaikan yang di lakukan oleh istrinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!