Mulai Merantau

Beberapa hari sebelum masa kelulusan kuliah, Cloe di minta calon suaminya untuk bekerja di toko dimana dirinya menjadi seorang manager. Karena kebetulan, di toko elektronik yang cukup besar tersebut sedang membutuhkan seorang SPG.

Demi rasa cintanya, Cloe menuruti kemauan dari Joan. Ia pun bekerja di toko elektronik tersebut sebagai seorang SPG. Sebenarnya ia sangat sungkan karena ia sama sekali tidak pernah hidup merantau. Dan ini juga pertama kalinya baginya kerja di luar kota.

Tinggal di sebuah kontrakan, hidup sendiri dan segalanya di lakukan seorang diri. Perlahan ia baru menyadari jika semua dilakukan sendiri itu tidaklah mudah.

Cloe yang sudah terbiasa makan dengan makanan pesan secara on line, kini ia harus terbiasa masak sendiri dan mencuci baju sendiri.

"Ternyata nggak enak juga ya, hidup di rantau? semua di kerjakan seorang diri. Jadi seperti ini ya, jadi seorang wanita? selama ini aku selalu saja tak pernah peduli dengan, mamah."

Cloe perlahan ingat Mamah Elizabeth. Ia pun menangis seorang diri di dalam kontrakannya. Ia lekas menelpon Caroline karena ingin tahu kabar mamah lewat panggilan video.

"Ka, mamah sedang apa?"

"Seperti biasa, sedang sibuk buat nagasari dan arem-arem di bantu oleh, Clara."

Sejenak Caroline memberikan telpon pada Mamah Elizabeth. Belum juga, Mamahnya menyapa, Cloe sudah menangis terlebih dahulu. Membuat Mamah Elizabeth merasa heran.

"Kenapa kamu menangis? ada masalah apa?"

"Mah, nggak betah ingin pulang. Ingin tidur bangunnya siang. Di sini cape, mah. Harus masak sendiri, kalau nggak masak boros. Lah cape banget. Ternyata jadi seorang wanita cape ya mah. Cloe, minta maaf karena selama ini tidak pernah bantu mamah."

Begitulah curahan hati Cloe lewat ponselnya. Ia kini menyesal karena tidak menurut semua kata-kata mamah dan kakak perempuannya. Sekarang dia benar-benar kaget tinggal di rantau yang apa-apa harus benar-benar mandiri.

Sebagai seorang ibu, Mamah Elizabeth tidak mengejek apa yang sedang di rasakan anaknya saat ini. Ia tidak menghakimi, tetapi ia justru terus memberikan suport dan masukkan positif. Supaya Cloe tidak lagi bersedih dan dia bisa mulai mandiri.

"Cloe, itu kan awal mula seperti itu. Anggap saja itu sebagai pelatihan kamu sebelum benar-benar menikah supaya jika nanti kamu sudah menikah tidak kaget. Nanti kalau kamu sudah menikah, bukan hanya mengurus dirimu sendiri. Tetapi juga suamimu dan jika sudah punya anak, juga lebih repot lagi. Sudah jadi jalan seorang wanita melakukan itu semua."

Setelah cukup lama ngobrol di dalam panggilan via video. Cloe menyudahinya, karena ia akan membuat laporan untuk toko. Menjadi seorang SPG memang kerjanya tidak begitu repot, tetapi menurut Cloe pada saat membuat laporan yang repot.

Cloe lega setelah ngobrol dengan mamah dan juga Clara serta Caroline walaupun hanya sejenak saja.

******

Waktu tak terasa cepat sekali berlalu, Cloe pulang di temani oleh Joan. Untuk acara wisuda kelulusan kuliahnya. Setelah itu ia harus kembali lagi ke kota dimana saat ini dia bekerja.

Sebenarnya dia merasa lelah dan cape, karena dia tidak bisa pergi untuk jangka waktu yang cukup lama. Ia hanya diberi waktu satu hari saja, setelah itu kembali bekerja.

Dari kota dimana ia bekerja, hari Minggu pagi dan Senin pagi ia wisuda. Setelah itu langsung kembali bekerja.

********

Beberapa bulan kemudian, sudah tidak ada lagi keluhan tentang ini dan itu. Cloe sudah mulai terbiasa. Hanya saja satu yang ia keluhkan yakni sifat calon suaminya yang ternyata egois.

Pada saat waktu libur, Cloe pulang ke rumah dengan naik kereta api. Seperti biasa, dia pasti menyempatkan diri cerita dengan Papah Oscar. Tentang sifat Joan yang kerap kali menyebalkan.

"Pah, aku baru tahu sifat asli Joan. Omongannya nggak bisa di percaya!"

Papah Oscar mengerutkan keningnya," maksudnya bagaimana?"

Cloe menceritakan bagaimana ia mengeluarkan uang untuk membeli kulkas di letakkan di kontrakannya. Karena kelak jika mereka menikah, akan tinggal di kontrakan tesebut.

"Loh, katanya Joan sudah punya rumah di sebuah perumahan elite? kok kelak mau tinggal di kontrakan?"

Papah Oscar menjadi bingung dengan cerita yang tidak sinkron tersebut. Dimana dulu Joan mengatakan sendiri bahwa dia punya sebuah perumahan dan mobil.

Tetapi saat ini perumahan di tempati salah satu saudaranya. Dan nanti jika Joan telah menikah dengan Cloe, barulah rumah itu mereka yang tempati.

Cloe pun bercerita tentang hal itu.

"Ini satu lagi hal yang buat aku emosi, pah. Ternyata itu saudaranya Joan menyewa perumahan itu. Tetapi uangnya sudah di berikan pada Mamahnya. Dan mengenai mobil juga sudah di jual untuk bayar hutang orang tuanya."

Mendengar akan hal itu sebenarnya Papah Oscar sangat kecewa. Karena ia pikir anak bungsunya akan mendapatkan pria yang telah mapan. Sudah punya segalanya, ternyata malah seperti ini.

Papah Oscar hanya diam saja, tetapi di dalam hatinya mengerutu sendiri.

"Hemmm...masa manager kok kere? ternyata hanya isapan jempol semata. Tapi Cloe sudah terlanjur cinta padanya, dan sebentar lagi juga akan menikah. Nggak mungkinnya aku mengatakan rasa kecewaku kepada dirinya. Nanti yang ada malah menjadi pikiran bagi, Cloe."

Cloe heran pada saat melihat Papahnya diam saja, tak menanggapi cerita darinya. Hingga ia pun menegurnya.

"Pah, kenapa diam saja?"

"Nggak apa-apa, Cloe. Sekarang kamu harus benar-benar menjadi wanita yang seutuhnya. Tuh kulkas nantinya juga di pakai bersama bukan? kamu harus lebih bersikap dewasa, dan hilangkan sifat gampang marah-marah itu. Wanita memang harus selalu mengalah."

"Seorang pria itu sesalah apa pun anggapan dia itu benar. Seperti mamah, walaupun papah salah dan seperti ini. Ia tetap menghormati papah sebagai kepala keluarga."

"Kamu bisa melihat atau mencontoh sifat mamah dan juga sifat Clara atau Caroline. Semuanya selalu mengalah pada suaminya. Bukan berarti kalah, tetapi demi kelanggengan rumah tangga."

Cloe hanya berhooh ria pada saat mendengar apa yang barusan di katakan oleh, Papah Oscar. Walaupun di dalam hatinya seperti tidak rela jika seorang wanita harus mengalah sementara pria semaunya sendiri.

Setelah cukup lama Cloe bercengkrama dengan Papah Oscar, dia pun berpamitan untuk sejenak keluar membeli ayam bakar bersama dengan, Caroline dan keponakannya yang baru berusia tiga tahun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!