Pemalas

Di pagi hari, Jully sedang bersiap untuk pergi ke kantor bersama dengan ayahnya—Willy. Saat ini, ia sudah mengenakan setelan jas berwarna hitam. Tangannya membawa tas berbahan kulit asli, yang berisikan barang-barang penting miliknya.

Setelah keluar dari dalam kamar, ia melirik sekilas ke arah pintu kamar Leon, yang berada di samping kamarnya. Terlihat pintu kamar itu masih tertutup rapat.

Dari tadi, Jully tidak mendengar suara pergerakan di dalam kamar itu. Jelas bahwa Leon masih tertidur.

Haruskah aku membangunkan dia?

Jully tahu, semalam Leon pulang dari pesta Wika sekita jam 02:00 malam. Dia membangunkan Jully dan bercerita banyak hal kepada Jully tentang pesta ulang tahun Wika. Tapi, karena Jully sangat mengantuk, ia tidak mendengar dengan jelas apa yang dibicarakan oleh Leon tentang pesta Wika. Bahkan Jully tidak tahu, Leon pergi dari kamarnya jam berapa. Pasti Leon tidur menjelang fajar.

Jully ragu sejenak. Ia menarik nafas panjang dan membuangnya. Lalu ia memutuskan untuk mengetuk pintu kamar Leon.

Tuk! Tuk! Tuk!

"Leon, apa kau sudah bangun?"

"...."

Jully menempelkan telinganya di pintu. Menajamkan pendengarannya. Ingin memastikan —Leon sudah bangun atau belum.

Dirasa masih tidak ada pergerakkan di sana, Jully kembali mengetuk pintu.

Kali ini, ia mengetuknya lebih keras.

Tuk! Tuk! Tuk!

"Leon .... Bangunlah! Bukankah, pagi ini kau mau pergi ke Leayumi Food?"

"...."

Jully menarik handle pintu, tapi ternyata masih dikunci.

"Aishh ... Leon! Bagaimana Mami dan Papi mau percaya—memberikan Leayumi Food kepadamu? Bangun pagi pun, kau susah!"

"Sudah lah, terserah dia saja! Aku tidak perduli lagi."

Akhirnya Jully pergi ke lantai bawah, meninggalkan kamar Leon.

Benar saja. Ketika Jully masuk ke dalam ruang makan, Ferdi—kakeknya menanyakan Leon.

"Di mana adikmu?"

Jully segera duduk di meja makan, lalu menjawab pertanyaan Ferdi, "Sepertinya Leon masih tidur, Kek!"

"Apa? Masih tidur?" Ferdi sedikit jengkel mendengarnya. "Sudah jam berapa ini? Dia pikir, ini masih malam, apa? Jam 07:00! Harusnya dia sudah bangun, bersiap untuk pergi bekerja. Mau jadi apa, dia nanti? Pemalas seperti itu."

Ferdi tidak habis pikir dengan cucunya yang satu ini. Bukan hanya pembuat onar, tapi juga pemalas.

Padahal, dari dulu, anak keturunan keluarga Gu, tidak ada yang seperti Leon. Mereka semua, anak laki-laki di keluarga Gu, sangat gigih dalam bekerja, disiplin, dan selalu bisa diandalkan.

Tapi ini, Leon ... pemalas dan sedikit ceroboh. Jangankan diandalkan, mengurus dirinya sendiri saja dia tidak bisa.

"Sudah ... sudah! Jangan terus membicarakan keburukan Leon. Walau bagaimanapun, dia adalah cucu kita. Sedikit diarahkan lagi, pasti dia bisa berubah." Arin adalah nenek yang begitu memanjakan semua cucu-cucunya. Tidak terkecuali dengan Leon. Seburuk apapun tingkah laku Leon, Arin akan tetap membelanya.

Melihat keributan di pagi hari, Lea tidak tahan. Ia segera bangkit dari duduknya.

Dengan sedikit menahan rasa kesalnya, ia berkata sambil melihat ke arah Jully, "Biar Mami yang membangunkan dia."

"Hah ... Ma—mami!" Jully mulai merasa tegang melihat ekspresi Lea yang berapi-api.

Ia tahu, apa yang kan terjadi selanjutnya ketika ibunya sudah turun tangan. Pasti akan ada keributan yang lebih dahsyat lagi, di kamar Leon.

"Kau, makan lah." Lea mengelus pundak Jully, memintanya untuk segera menghabiskan sarapannya.

Setelah itu, terlihat Lea menaiki anak tangga, setengah berlari.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara raungan yang cukup keras dari lantai atas, dan teriakan suara Leon.

Jully pun segera mempercepat gerakan makannya. Setelah selesai, ia segera pergi ke kantor bersama dengan ayahnya.

*

Di siang hari, Leon pergi ke Leayumi Food yang ada di Jalan Utara pusat kota A, untuk bekerja.

Ibunya memberi kesempatan satu kali lagi, untuk Leon bisa bekerja dan menangani semua perkara pekerjaan dengan baik. Jika kali ini Leon sampai mengacau lagi, ibunya mengancam, Leon akan dikirim ke luar negeri dan tidak diijinkan tinggal dan menetap lagi di sini.

Walau di luar negeri ada paman, tante dan satu adik perempuannya, tetap saja Leon tidak mau tinggal di sana.

Apalagi sekarang, di sini sudah ada wanita yang ia sukai, Leon semakin tidak ingin pergi meninggalkan negeri ini.

"Demi kau Manis ... aku akan berusaha, menjadi pria mandiri yang bisa diandalkan." Leon menyemangati dirinya sendiri sambil membayangkan wajah gadis yang berkenalan dengan dirinya, semalam.

Tuk! Tuk! Tuk!

Terdengar seseorang mengetuk pintu ruangannya.

Leon segera membenarkan posisi duduknya. Tidak lagi seperti tadi, yang bersandar di kursi dengan malas, sambil mengangkat kedua kaki ke atas meja.

"Masuk!"

Orang itu segera membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan. Ia berdiri di depan meja kerja Leon.

Sebelum berbicara, orang itu membungkukkan badan, "Maaf Tuan Muda!"

Lalu ia menyerahkan setumpuk dokumen yang ia bawa kepada Leon. Ia menyimpannya di atas meja.

"Tuan, ini adalah data penting tentang Leayumi Food, yang harus Anda baca."

"Apa?" Leon terkejut mendengar ucapan dari manajernya. "Ini semua, harus saya baca? Apa tidak salah?"

Leon masih membulatkan matanya, menatap setumpuk dokumen yang ada di atas meja kerjanya.

"Asih, Paman! Yang benar saja." Leon meringis. Ia segera bangkit berdiri, berjalan ke samping manajernya.

Ia merangkul orang itu, "Ini terlalu banyak! Bagaimana saya bisa membaca dan memahami semuanya, Paman!"

"Maaf, Tuan! Saya hanya menjalankan perintah ibu Anda!"

"Mami?" Leon bertanya.

"Iya!" Orang itu mengangguk.

"Mami sungguh keterlaluan!" Leon melepaskan rangkulannya. Ia berjalan ke arah sofa, dan menjatuhkan dirinya di sofa.

"Di hari pertama bekerja, harusnya tidak memberiku pekerjaan sebanyak ini, kan?" tanya Leon.

"Tuan, menurut saya, ini bukan pekerjaan yang berat. Anda hanya tinggal membaca dan memahaminya saja. Jika tidak selesai hari ini, Anda masih bisa melanjutkannya, besok."

Sebenarnya, Leon bukan pria bodoh yang tidak bisa membaca dengan cepat, dan memahami semua yang ia baca. Hanya saja, saat ini dia terlalu malas untuk melakukannya.

"Baiklah! Terima kasih, Paman!" Leon kembali berdiri. Berjalan dan duduk kembali di meja kerjanya.

Tidak ingin terus mempermasalahkan pekerjaan ini, Leon hanya bisa mengiyakan.

"Akan saya baca sekarang! Paman boleh pergi."

"Baik! Saya Permisi." ucap orang itu sambil membungkuk hormat, lalu pergi.

Sebelum pergi, Leon tiba-tiba menghentikan orang itu, "Paman!"

"Iya!"

"Lain kali, jangan memanggil dengan sebutan Tuan! Saya geli, mendengarnya." Leon tertawa kecil. "Panggil saja, Leon. Terasa lebih akrab, kan? Paman Evan!"

Leon tidak terlalu menyukai panggilan "Tuan" kepada dirinya. Itu agak kaku dan terasa ada jarak antara dirinya dan orang yang memanggil. Lebih baik, panggil "Leon", saja. Lebih akrab dan lebih enak didengar.

"Baik!" Manajer yang bernama Evan—seusia ayahnya itu hanya mengiyakan. Lalu pergi dan menutup pintu.

*

Setelah lelah seharian duduk dan membaca semua dokumen yang diberikan manajer Evan kepada dirinya, akhirnya Leon bisa menyelesaikannya tepat di jam pulang kerja.

Sebelum pulang, ia menghubungi seseorang lewat sambungan telepon di ponselnya.

Setelah seseorang dari seberang telepon itu menyapa, Leon pun segera bertanya, "Hai, Manis! Kau di mana, sekarang?"

"Owh, baiklah! Aku jemput kau sekarang, ya?"

"Oke! Tunggu aku."

Klik! Leon menutup teleponnya.

Ia segera masuk ke dalam mobil. Melajukan mobilnya ke tempat yang sudah disebutkan oleh seseorang yang ada dibalik telepon itu.

Terpopuler

Comments

Ni.Mar

Ni.Mar

kasian Jully ceweknya ke cantol Leon deh

2022-07-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!