Pandangan Pertama

...Happy birthday to you...

...Happy birthday to you ...

...Happy birthday dear Wika ...

...Happy birthday to you ... ....

Fuuuh!

Wika meniup semua lilin-lilin yang ada di atas kue ulang tahun dengan tiga kali tarikan napas.

"Yeeee ...."

Prok! Prok! Prok!

Semuanya bersorak dan bertepuk tangan dengan meriah.

"Potong kuenya ... potong kuenya ... potong kuenya sekarang juga ... sekarang ... juugaaaa ... sekarang juga ...."

Semuanya bernyanyi lagi, meminta sang pemilik acara untuk memotong kue ulang tahunnya.

Satu ... dua ... tiga.

Wika mulai memotong kue ulang tahunnya dengan perlahan, menarik pisau panjang itu dari atas hingga ke bawah. Lalu, ia memotong kue dengan ukuran kecil dan menyimpannya di atas piring kecil yang sudah disiapkan di sana.

"Ayo, mau diberikan kepada siapa, ya, potongan kue pertamanya?" ucap pembawa acara dengan nada menggoda.

"Yang pasti, harus diberikan kepada seseorang yang sangat spesial, ya!"

Wika mulai tersipu malu. Sambil membawa piring kecil berisi kue di tangannya, ia mulai berjalan dan melihat satu persatu teman-temannya yang hadir.

Tidak semua teman yang diundang oleh Wika hadir di acara ulang tahunnya malam ini. Terutama teman yang tinggal di luar negeri. Mereka hanya memberi selamat lewat media sosial dan kado ulang tahun yang dikirim melalui penyedia jasa pengiriman.

Mungkin hanya ada lima sampai enam orang saja yang terbang ke negeri ini untuk menghadiri acara ulang tahun Wika. Selebihnya adalah teman yang berasal dari dalam negeri, dan itu tidak sampai tiga puluh orang.

"Untukmu!" Tiba-tiba langkah Wika terhenti di depan Leon. Ia mengulurkan tangan, memberikan piring berisi kue itu kepada Leon.

Waw!!!

Prok! Prok! Prok!

Ternyata, Leon yang beruntung menjadi tamu spesial bagi Wika malam ini. Semuanya merasa terkejut.

Leon mematung di tempat, menatap kiri dan kanan, menyaksikan semua orang menatap dirinya dan Wika penuh dengan rasa penasaran.

Sebelum menerima kue itu dari Wika, Leon ingin memastikan, "For me?"

"Yes!" Wika mengangguk.

"Owh, thank you!"

Tanpa ragu lagi, Leon segera membuka mulutnya dengan lebar, memaksa Wika untuk segera menyuapinya.

Gigi putih dan rapinya, kini nampak terlihat. Wika segera memasukan satu potong kue menggunakan garpu ke dalam mulut Leon.

"Ammh!"

Sambil mengunyah makanan yang ada di dalam mulut, Leon mencondongkan tubuhnya ke arah Wika, berbisik di telinganya.

"Mengapa tidak kau berikan ini kepada Syam?"

Setahu Leon, Wika sangat menyukai Syam, teman sekelas ketika mereka kuliah dulu. Tapi, Wika tidak pernah mengutarakan perasaannya kepada Syam. Sehingga Syam dan teman yang lain tidak tahu akan hal itu. Dan sekarang, Syam ada di sini, di pesta ulang tahun ini.

Wika mendekati telinga Leon, lalu ia meminta Leon agar berakting dengan baik.

"Buat Syam dan yang lainnya berpikir bahwa di antara kita berdua ada sesuatu!"

"Aish .... Berakting?" Leon tertawa pelan, mengerti dengan maksud ucapan Wika

"Apa seperti ini?" Leon menggoda.

Tiba-tiba ia menarik pinggang ramping Wika. Mendekatkan wajahnya ke wajah Wika, seolah mereka akan berciuman.

"Owh ... owh ... apa yang akan mereka lakukan?"

"Apa mereka akan melakukannya di depan kita?"

"Aaa! Ini gila! Mereka sungguh berani!"

Semua orang dibuat canggung oleh tingkah nakal Leon. Tapi sebagian orang malah ada yang menyemangatinya.

"Cium ... cium ... cium!"

Leon semakin mendekat, senyum nakalnya tidak pernah hilang dari wajahnya.

Merasakan ada bahaya di depannya, Wika segera mencubit pinggang kekar Leon. Tapi di pinggangnya tidak ada lemak sama sekali, membuat Wika kesulitan untuk mencubitnya.

"Leon! Awas saja jika kau berani melakukannya!" Wika mengancam.

"Hehehe ...." Leon tertawa kecil, masih menunduk untuk menatap Wika. "Tidak jadi berakting?"

Beberapa detik ia menatap Wika, lalu melepaskan pelukannya. Itu membuat semua orang yang mendukungnya merasa kecewa.

"Wuuuu!"

Setelah tubuh mereka terpisah, Leon segera merapikan setelan jasnya, dan menepuk-nepuk kedua bahu lebarnya. Menghiraukan suara teriakan dan sorakan untuknya.

Dirasa sudah rapi, Leon berniat mencari meja yang terdapat minuman.

Ternyata, setelah memakan kue ulang tahun tanpa minum, tenggorokannya terasa kering dan tidak enak.

Sebelum pergi, Leon berkata kepada Wika, "Aktingnya, segitu juga cukup!"

Wika hanya tersenyum melihat Leon yang mulai pergi ke belakang.

Wika pun kembali ke tempatnya dan acara kembali dimulai.

Leon duduk di meja belakang seorang diri. Ia membawa makanan dan minumannya ke meja itu dan mulai memakannya dengan santai.

Alunan musik yang ceria, dengan tarian dan keseruan para tamu yang hadir, tidak membuat Leon ingin ikut bergabung dengan mereka.

Karena, tadi Leon dan temannya yang berasal dari luar negeri sudah puas berbincang, sekarang giliran mereka untuk bersenang-senang.

Ketika Leon sedang duduk di kursinya, tiba-tiba ia melihat seorang gadis sedang berdiri di antara kerumunan orang. Gadis itu berdiri mematung di sana tanpa bergerak, tapi matanya terus melihat ke arah Leon.

"Siapa dia?"

Bukan Leon namanya, jika tidak bertindak ketika ada gadis cantik yang terus memperhatikan dirinya.

Ia segera meletakkan gelasnya, berjalan menghampiri gadis itu dan menyapa.

"Hai gadis! Apa kau sendirian?"

Gadis itu terlihat gugup ketika melihat kehadiran Leon di hadapannya. Tapi dengan cepat gadis itu segera merespon.

"Eh, tidak! Aku bersama dengan teman."

"Owh ...." Leon mengangguk, "Apa kau teman Wika, juga? Aku baru melihatmu!"

Mendengar kata-kata Leon yang terakhir "Aku baru melihatmu." seketika kening gadis itu mengkerut. Ada kekecewaan yang terlintas dari sorot matanya. Terlihat ia memalingkan muka ke sisi lain.

Melihat tidak ada jawaban dari gadis itu, Leon kembali berkata, "Aku dan Wika, teman satu jurusan di Paris. Kami baru lulus lima bulan yang lalu."

Mendengar kata "Paris" dari mulu Leon, gadis itu kembali menarik pandangannya. Ia memperhatikan wajah Leon dengan teliti, dari mulai matanya yang panjang, hidung mancungnya, hingga bibir Leon yang berwarna merah muda, terlihat bahwa Leon bukan seorang perokok. Setelah memperhatikan wajah Leon, terlihat senyum kecil dari bibir mungilnya.

Lalu gadis itu menjawab, "Aku dan Wika teman satu kelas di SMA. Wika melanjutkan studinya di Paris, dan aku ...." ia diam sejenak, "hanya melanjutkan studiku di Universitas Frada Wista. Jurusan Ekonomi."

"Owh, seperti itu." Leon kembali mengangguk.

"Eh, tunggu! Bukankah Universitas Frada Wista berada Jalan Utara Samola Pusat Kota A?" Leon ingat dengan nama sekolah itu.

"Enh!" Gadis itu mengiyakan.

Agar perbincangan mereka terasa nyaman, Leon mengajak gadis itu untuk duduk. Tidak nyaman rasanya jika berbincang sambil berdiri di tengah kerumunan orang yang sedang menari.

Akhirnya mereka berdua duduk di kursi yang tadi Leon tempati.

Setelah duduk, Leon sedikit menjelaskan, mengapa dirinya tahu tentang universitas itu.

"Apa kau tahu, tempat makan yang bernama Leayumi Food yang ada di dekat Universitas Frada Wista?" Leon bertanya.

"Iya, tentu saja. Itu adalah tempat makan yang sangat terkenal di sana. Bukan hanya karena tempatnya yang begitu nyaman, tapi juga karena makanannya sangatlah lezat."

"Hehe ... ya! Kau memang benar," jawab Leon sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Tidak ingin membahas hal itu lagi, Leon segera mengalihkan pembicaraan.

"Oiya, ngomong-ngomong, siapa namamu?"

Bahkan mereka lupa untuk saling memperkenalkan diri.

Gadis itu mengulurkan tangan ke arah Leon, "Michelle!"

Hah? Michelle?

Sejenak Leon terdiam. Ia merasa tidak asing dengan nama itu.

Michelle ....

Rasanya, Leon pernah mendengarnya, tapi ia tidak ingat itu kapan.

Melihat wajah cantik dan imut Michelle, Leon semakin lupa dengan hal itu, ia segera memperkenalkan diri.

Ia meraih tangan Michelle, "Leon!"

"Le-leon?" Michelle sedikit terkejut mendengar nama itu.

Seingatnya, pria yang wajahnya seperti ini, yang dia kenal di Paris enam bulan yang lalu, bukan bernama Leon Tapi—

Apa nama di luar negeri dan di dalam negeri, itu berbeda? Seperti halnya orang lain, di negaranya bernama Seo Jun, ketika berada di luar negeri diubah menjadi Stevan?

"Hey, ada apa?" Leon membuyarkan lamunan Michelle. lalu ia bertanya dengan heran, "Namaku Leon Gu! Jelek, ya?"

"Namaku mirip dengan nama ibuku, Lea! Nama kami memang seperti kembar, Leon dan Lea. Tapi nama kakakku yang seharusnya mirip denganku, malah berbeda jauh. Dia bernama Jul—"

"Ehh, tidak ... tidak!" Michelle segera memotong ucapannya. "Namamu bagus, kok! Tidak jelek sama sekali."

Michelle mulai merasa bersalah, karena mempertanyakan nama Leon. Padahal bukan itu maksudnya. Ia tadi terkejut karena nama itu bukan nama yang pernah ia dengar sebelumnya.

"Sudahlah, jangan membicarakan nama lagi. Bagaimana jika sekarang kita ke sana?" Michelle menunjuk ke arah kerumunan orang. "Kita menari bersama, bagaimana?"

Daripada terus membahas pertemuan yang sudah dilupakan olehnya, lebih baik Michelle mengajak Leon untuk menari saja. Berharap, setelah pulang nanti, Leon tidak akan melupakan pertemuan dengan Michelle lagi.

"Oke!"

Leon segera berdiri. Ia kembali merapikan pakaiannya. Lalu menarik tangan Michelle dan mulai bergabung dengan teman yang lain dan ikut menari di sana.

Malam ini menjadi malam yang indah bagi Leon. Ia belum pernah bertemu dengan wanita yang begitu agresif seperti Michelle. Seolah mereka sudah pernah bertemu sebelumnya, Michelle terus mendekatinya dan sesekali memberikan kode-kode kepada Leon. Membuat Leon tak berdaya.

Terpopuler

Comments

Ni.Mar

Ni.Mar

mampir lagi habis bagus ceritanya

2022-07-26

0

runi nisa

runi nisa

nah lo lho!!!
omong2...wey dan ley kmn ini??

2021-03-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!