“Bu ... Bu Via?” beberapa kali Ronald mengetuk pintu ruangan Via yang terbuka.
Terlihat Via tengah melamun, hingga siara dari Ronald yang cukup keras menyadarkannya.
“Ohh ... Ronald. Silahkan masuk,” ucap Via.
“Bu Via kenapa?” tanya Ronald.
“Gak. Memangnya ada apa?”
“Saya dari tadi ketuk pintu tapi kayaknya Bu Via melamun.”
“Ronald. Kamu kalau lihat hal yang aneh di lantai 3 abaikan aja ya,” ucap Via.
“Maksudnya gimana Bu?”
“Yah pokoknya kalau kamu lihat hal aneh kamu abaikan aja.”
“Baik Bu.”
“Oh iya ini room report yang Ibu minta.”
“Terima kasih ya Ronald, kamu bisa kembali ke atas,” ucap Via.
Ronald pun kembali ke lantai 3 usai istirahat makan siang.
Sementara itu Via sangat penasaran dengan sosok wanita itu, ia pun memutuskan untuk pergi ke koridor lantai 2.
Saat keluar lift, dari ujung koridor itu Via melihat Wisnu tengah berdiri sambil terus menatap ke arah lukisan itu.
Via pun menghampiri Wisnu.
“Pak Wisnu,” sapa Via.
“Pak? Pak Wisnu.”
Via melambaikan tangannya di depan wajah Wisnu, namun Wisnu hanya diam dengan posisi mata menatap lukisan itu.
Via pun lantas menepuk pundak Wisnu hingga Wisnu tersentak.
“Pak Wisnu!” ucap Via sedikit keras sambil menepuk pundak Wisnu.
“Hah? Loh kok kamu ada di sini?” ucap Wisnu.
Sebenarnya Wisnu dan Via telah berteman sejak kecil, namun entah karena alasan apa Via di larang oleh Ayu untuk tidak sering-sering berkunjung ke rumah Wisnu.
“Harusnya saya yang tanya, Pak Wisnu ngapain di sini?” tanya Via.
Terlihat Wisnu seperti kebingungan, dia menoleh ke kanan dan kiri.
“Gak tahu, aku bingung kenapa aku bisa di sini,” sahutnya.
“Aneh banget, oh iya ini lukisan baru?” tanya Via.
“Iya dari papa. Gimana menurutmu bagus kan?” tanya Wisnu.
“Bagus sih, tapi seperti ada sesuatu dari lukisan ini.”
Via pun mendekati lukisan itu dan melihat tulisan yang ada di pojok kanan bawah lukisan itu.
“Mawar, 16 Juni 1966,” Via membaca tulisan itu.
“Apa pelukisnya bernama Mawar?” tanya Via.
“Entah lah, bisa juga Mawar itu adalah wanita di lukisan ini.”
“Tapi ... Ada yang aneh. Aku sempat melihat ada wanita di kamar 305, dia sangat mirip dengan wanita yang ada di dalam lukisan ini.”
“Apa dia tamu hotel kita? Jangan-jangan dia yang jadi model lukisan ini,” ucap Wisnu.
Via menggelengkan kepalanya sambil menatap ke lukisan itu. “ Gak mungkin, dari tahun lukisan ini saja tahun 1966. Kalau pun masih ada, wanita itu pasti sudah seumuran nenekku,” sahut Via.
“Dan yang lebih bikin aku heran wanita itu ada di kamar yang kosong. Di sistem aja kamar itu masih berstatus vacant,” sambungnya.
“Ah ... Paling juga kamu salah lihat,” ucap Wisnu.
Tidak lama terdengar suara riuh dari HT yang Via bawa.
“Housekeeping monitor! Lantai 3 ada tamu tergeletak di koridor. ganti.”
Via dengan cepat berlari menuju lift, disusul oleh Wisnu.
“Ronald. Ronald,” panggil Via menggunakan HT.
“Iya Bu,” terdengar suara sahutan dari Ronald.
“Tamu kamar mana?”
“304 bu Via.”
“Ya sudah saya ke sana.”
Terdengar sahutan dari rekan room boy yang lain dan juga akan menghampiri posisi Ronald.
Via pun sampai ke lantai 3, terlihat laki-laki muda berkulit hitam khas orang timur itu tengah berusaha membopong seorang tamu wanita paruh baya dengan di bantu oleh seorang tamu lainnya.
Via dengan cepat membantu mengangkat tubuh wanita tambun tersebut dan membawanya ke dalam kamar.
“Ronald ini sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Via.
“Saya kurang tahu, saat saya keluar dari pantry tiba-tiba ibu ini teriak histeris dan berlari, tapi anehnya ibu ini larinya malah nabrak ke tembok,” tutur Ronald.
“Bapak suaminya?” tanya Via kepada laki-laki berkulit putih itu.
“Benar Bu, saya suaminya. Tadi saat saya masih beres-beres koper, tiba-tiba istri saya keluar terus gak lama langsung teriak dan pingsan,” ucap pria itu.
Via pun memeriksa keadaan wanita itu, terlihat wajahnya memar dan hidungnya mimisan.
“Sepertinya harus kita bawa ke rumah sakit pak,” ucap Via.
Pria itu menyetujuinya, dengan segera Via menelepon ambulan. Kebetulan posisi rumah sakit tidak jauh dari hotel tempat Via bekerja.
Tidak lama ambulan datang, mereka membawa ranjang daruratnya masuk ke dalam lift dan naik ke lantai 3.
Hal itu sempat membuat seluruh tamu yang ada di area lobi heboh dan ada juga yang penasaran hingga ikut masuk ke dalam lift.
Tubuh ibu itu di pindahkan ke atas ranjang darurat dan di bawa turun langsung ke area basemen.
Di depan lift basemen mobil ambulan sudah siap untuk memasukkan wanita itu ke dalam mobil.
Via dam Ronald mengamankan koper milik pasangan suami istri tersebut, sebelumnya Via memberikan nomor teleponnya kepada pria tersebut jika dia butuh bantuan.
Wisnu dan Via pun berinisiatif untuk pergi ke bagian monitoring, untuk melihat rekaman CCTV di lantai 3.
Saat berada di bagian monitoring, mereka semua melihat dengan jelas wanita itu berjalan dan menuju arah ujung koridor.
Dia berjalan mengendap-endap seperti tengah mengikuti seseorang, padahal di rekaman itu tidak ada siapa pun selain wanita itu.
Di menit ke-2 tiba-tiba wanita itu berhenti dan mundur perlahan sambil menatap ke arah atas dan langsung berteriak lalu berlari.
Tapi ada hal aneh yang Via lihat, wanita itu bukan berlari dan menabrak dinding melainkan berlari lalu tubuhnya terhempas dengan sendirinya ke dinding seperti ada yang mendorongnya.
Semua orang terdiam melihat kejadian ini, bahkan salah satu penjaga menganggap ini di lakukan oleh makhluk halus.
“Mana mungkin hantu bisa dorong manusia,” sahut Wisnu terkekeh.
“Bisa saja sebenarnya dia tersandung kakinya sendiri lalu menabrak dinding,” sambungnya.
“Semoga saja wanita itu tidak parah,” ucap Via.
Via pun kembali ke ruangannya, hingga manajer dari front office pun datang menghampiri Via ke ruanganya.
“Permisi,” ucapnya.
“Oh islahkan masuk pak Ardi,” ucap Via.
“Saya dengar ada tamu yang di bawa ambulan?” tanya Ardi.
“Iya betul pak, saya juga sudah cek CCTV saat kejadian hanya ada wanita itu saja di koridor,” sahut Via.
“Loh ... Lalu room boy kemana?” sahutnya.
“Kebetulan yang tugas di tantai itu Ronald, dan Ronald sebelum naik ke atas harus memberikan berkas ke saya.”
“Pantas saja make up room (membersihkan kamar) selalu lama,” celetuknya.
“Maksud Pak Ardi gimana?”
“Yah ... Harusnya para room boy itu di tekan agar kerjanya gak lelet, biar tamu yang baru check-in bisa langsung masuk. Gak harus nunggu di lobi.”
“Kalau lagi low season kaya gini mereka kerjanya cepat, bahkan sebelum waktunya sudah selesai,” Via berusaha membela staff nya.
Ardi tersenyum sinis, seakan meremehkan. Ardi berdiri dan berjalan menuju pintu.
“Oh iya, tadi petugas ambulan lewat depan kan? Sekalian suruh OB bersihkan kotor soalnya,” ucapnya sambil ke luar ruangan.
Via hanya bisa menggelengkan kepalanya lalu mendengus kesal.
Saat itu Via melihat Fahrul, seorang OB yang baru saja selesai membersihkan area lantai 2.
“Fahrul, tadi kamu sempat bersihkan area lobi?” tanya Via.
“Iya Bu Via sudah, tadi Pak Ardi nyuruh saya bersihin,” sahutnya.
“Ini saya baru saja dari lobi,” sambungnya.
“Ya sudah kamu belum istirahat kan? Kamu istirahat aja dulu.”
“Baik Bu.”
‘Sebenarnya si Ardi ada masalah apa sih sama kami, perasaan para staff ku gak pernah bikin ribut sama anak-anak FO (front office).’ Via bermonolog sembari duduk di kursinya.
Pukul 16.45, beberapa menit lagi waktu pergantian shift.
Terlihat Reza sudah datang dan mengganti pakaiannya dengan seragam yang telah di sediakan.
Di hotel ini, untuk masalah seragam para karyawan tidak perlu repot untuk mencuci atau setrika karena setiap hari seragam yang telah kotor akan di kumpulkan di bagian linen untuk di cuci sehingga besok paginya para karyawan tinggal mengambil dan memakainya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments