Waktu seminggu telah berlalu dan juga sudah ia lewati dengan kesendirian di rumah, juga tengah teringat dengan sebuah pesan yang ia dapat dari mendiang pamannya.
Neta yang tengah duduk di ruang tengah, pikirannya pun tidaklah tenang. Bahkan, untuk membuat sarapan pagi saja terasa malas.
Bahkan, suara ketukan pintu dan juga suara memanggil namanya saja tak ia dengar sama sekali.
"Neta, buka pintunya, Nak. Ini Ibu, Nak." Panggil Ibu Neta sambil mengetuk pintu.
Tersadar dari lamunannya, Neta langsung bangkit dari posisi duduknya dan bergegas untuk membuka pintunya.
"Ibu. Maaf, tadi Neta gak kedengaran, Bu. Ayo Bu, masuk dulu." Ucap Neta yang baru saja membuka pintunya, dan juga mengajaknya masuk kedalam rumah.
"Ya, Nak, gak apa-apa. Ini, Ibu membawa bubur kacang hijau untuk kamu." Jawab Ibu Winda dan masuk ke rumah setelah semangkuk bubur diterima oleh Neta.
"Silakan duduk, Bu. Maaf, masih berantakan." Ucap Neta mempersilakan duduk kepada Ibu Winda.
"Ya, Nak." Jawab Ibu Winda dan duduk sambil memperhatikan di sekeliling ruangan tersebut.
'Rumah ini akan menjadi kenangan Neta, sedih sekali perjalanan hidupnya. Kedua orang tua yang sudah meninggal, juga pamannya yang kini telah meninggalkannya juga. Semoga di kota nanti si Neta akan temukan bahagianya.' Batin Ibu Winda sambil mendoakan kebaikan untuk Neta yang sudah dianggapnya anak sendiri.
"Bu, Ibu kok melamun? Ibu ada masalah?"
Ibu Winda langsung teesadar dari lamunannya.
"Enggak, Nak. Ibu cuma membayangkan kalau kamu pergi ke kota, rumah ini pasti akan sepi." Jawab Ibu Winda berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya, lantaran yang sebenarnya juga tidak ingin berpisah.
"Makanya itu, Bu. Neta sebenarnya juga gak ingin pergi ke kota, tapi dilain sisi, Neta juga gak mungkin mengabaikan wasiat dari paman. Neta bingung, Bu." Ucap Neta terasa lesu, dan juga dengan ekspresinya yang bersedih.
Ibu Winda yang tidak tega melihat Neta bersedih, langsung berpindah posisi dan duduk di sebelahnya.
Kemudian, Ibu Winda merangkul dan memeluknya, layaknya ibu sendiri yang memberi ketenangan kepada putrinya sendiri.
"Sekarang sudah sepuluh hari kepergian mendiang pamanmu, dan kamu juga sudah diperbolehkan untuk pergi ke kota. Kalau kamu bingung, yang ada kamu akan banyak pikiran nantinya. Selain itu, sayang juga dengan kesehatan kamu kalau banyak pikiran." Jawab Ibu Winda mencoba untuk menenangkan pikiran Neta yang dirasa penat.
"Ya sih, Bu. Tapi, Neta takut jika kedatangan Neta nanti diabaikan." Ucap Neta yang dipenuhi dengan perasaan takut, lebih lagi yang akan dihadapinya bukan orang yang ia kenal, pikir Neta.
"Mendingan kamu mandi dulu, setelah itu makan buburnya. Nanti Ibu akan bantu kamu untuk berkemas kemas. Tapi, Ibu mau beberes rumah dulu, sekalian mandi juga. Nanti kalau sudah, Ibu kesini lagi." Jawab Ibu Winda.
"Makasih banyak ya, Bu. Maaf, jika Neta sudah banyak merepotkan Ibu selama ini. Maafkan Neta juga, yang belum bisa membalas kebaikan Ibu." Ucap Neta.
"Kamu tidak perlu meminta maaf, karena Ibu sudah menganggap kamu putri Ibu sendiri. Ya udah ya, Ibu mau pulang dulu. Kamu jangan lupa makan buburnya, terus mandi."
"Ya, Bu. Sekali lagi makasih banyak ya, Bu."
Ibu Winda mengangguk dan tersenyum, kemudian segera pulang ke rumahnya.
Setelah Ibu Winda pergi, kini Neta sendirian lagi di rumahnya. Karena tidak ingin waktunya terbuang sia-sia, juga harus membereskan rumahnya, Neta bergegas untuk membersihkan diri. Kemudian, ia makan buburnya, dan dilanjutkan untuk membereskan rumah.
Sambil membereskan kamar yang ditempati pamannya, Neta menemukan sebuah foto yang sudah lama di atas meja.
Dilihatnya foto tersebut sambil mengusapnya.
"Ini foto satu-satunya yang masih ada, foto yang menyimpan kenangan bagi paman. Ada ayah, ibu, paman, dan juga bibi, ada aku juga." Ucapnya lirih sambil mengamati foto tersebut, dan tidak disadari jika Neta meneteskan air matanya.
Tidak ingin kehilangan barang berharga meski hanya sebuah foto saja, Neta menyimpannya di dalam tas miliknya. Kemudian, dilanjutkan lagi untuk membereskan kamar pamannya.
Tidak lama kemudian, Ibu Winda datang lagi untuk membantu Neta membereskan rumahnya sebelum ditinggal pergi ke kota.
Selesai beberes, Neta merasa lega karena isi dalam rumah sudah tertata dengan rapi.
"Jadi, keputusan kamu sudah bulat 'kan, Nak?" tanya Ibu Winda selesai membantu Neta membereskan rumahnya.
"Ya, Bu. Keputusan Neta sekarang sudah bulat, bahwa Neta akan pergi ke kota. Soalnya penasaran juga dengan isi pesan dari mendiang paman. Tidak mungkin hanya sebuah perjodohan, mungkin ada sesuatu yang lainnya." Jawab Neta berusaha untuk berpikir positif, meski entah kenyataannya nanti.
"Ya udah kalau gitu, Ibu pulang dulu ya. Ibu juga mau ke ladang, nanti sore kesini lagi. Sekalian, menemani kamu ke rumah pak Maman untuk ikut ke kota. Soal ongkos, nanti Ibu yang akan bayarin. Uang kamu simpan saja untuk jaga-jaga, karena kita gak tahu nantinya. Ya udah ya, Ibu pulang. Jangan banyak pikiran, tetap berpikir yang positif, mendingan buat istirahat saja." Ucap Ibu Winda, Neta pun mengangguk, tanda mengiyakan.
Setelah Ibu Winda pulang ke rumahnya, Neta yang tidak ada lagi kerjaan, pun memilih untuk istirahat agar pikirannya sedikit tenang. Sampai tidak terasa waktu pun sudah sore, Ibu Winda kembali datang dan mengajak Neta untuk pergi ke tempat pak Maman untuk dimintai tumpangannya.
Ketika mendapat izin dan Ibu Winda sudah membayarkan ongkos perjalanan Neta ke kota, Ibu Winda mengajaknya untuk pergi ke warung makan, menikmati kebersamaan yang mungkin saja akan jarang bertemu. Bahkan, bisa jadi berbulan-bulan tidak lagi bertemu.
Selesai menikmati makan malamnya di pinggiran jalan, Neta dan Ibu Winda pulang ke rumahnya Neta. Kebersamaan antara Ibu Winda dan Neta untuk terakhirnya bertemu, dan menginap.
.
.
.
Pagi hari yang tengah disibukkan, Neta dibantu Ibu Winda untuk bersiap-siap.
"Ini, Ibu sudah bawakan bekal untuk kamu nanti diperjalanan. Soalnya kamu bakal menempuh perjalanan yang cukup panjang menuju kota. Jadi, ketika didalam mobil kamu merasa lapar, kamu bisa makan bekal kamu ini. Jangan pernah merasa malu, yang ada kita akan rugi sendiri. Satu hal lagi, jaga diri kamu baik-baik. Ibu maunya kamu tetap menjadi anak yang kuat, jangan lemah. Kamu sudah punya bekal ilmu bela diri, gunakan untuk menjaga diri kamu dengan baik, ya." Ucap Ibu Winda tak lupa memberi nasehat kecil dan juga pesan untuk Neta.
"Ya, Bu. Terima kasih banyak ya, Bu. Neta akan ingat nasehat dan pesannya dari Ibu, jaga diri Ibu baik-baik. Kalau ada waktu luang, Neta akan menemui Ibu." Jawab Neta dan langsung memeluknya dengan erat.
Terasa berat untuk meninggalkan kampung halamannya yang penuh kenangan, dan cerita indah dimasa kecilnya bersama teman-teman, para tetangga, dan juga paman dan bibinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Nurlaela
ayo semangat ...
2023-03-19
0