Hati yang harusnya utuh dipenuhi oleh hiasan bunga-bunga di sekelilingnya, seketika harus patah akibat kekasihnya bermain api di depannya.
Beberapa kali Hans berusaha menyadarkan Bram, sampai akhirnya Bram mulai tersadar. Meskipun masih keadaan wajah penuh kekecewaan, Bram tetap berusaha menjaga nama baik keluarganya.
Sepenuh tenaga Bram mencoba mengusir semua para wartawan, sampai kedua security pun tiba dan ikut serta untuk membantunya.
Setelah mereka semua keluar, Bram segera menutup pintu sambil menguncinya. Kemudian melangkahkan kakinya perlahan mendekati ranjang, lalu Bram melemparkan sesuatu ke arah wajahnya.
“Pakai itu!” ucap Bram, melempar celana tersebut tepat di wajah Hans. Kedua matanya selalu menatap tajam di selimuti oleh amarah yang begitu besar.
Hans tahu, jika saat ini adiknya benar-benar kecewa dengannya. Tanpa menunggu lama, Hana egera bergegas memakai celananya tanpa mengatakan satu kata apa pun.
Ketika Bram melihat Hans sudah memakai celananya, tanpa basa-basi dia langsung menarik serta mendorongnya sangat keras ke arah lantai.
Bugh!
Hans terjatuh cukup keras, lalu berkata. “Tu-tunggu, Dek! Ka-kamu itu udah salah paham, a-aku tidak---“
Belum selesai Hans berbicara, Bram terus menghantamnya tanpa ampun dengan beberapa pukulan mendarat tepat di wajahnya.
“Bram, stop. Aku mohon, stop! Apa kamu sudah gila? Dia itu Kakakmu sendiri Bram, hiks ....” teriak Meera, di dalam isak tangisannya.
Meera meringkukkan tubuhnya, kedua kaki di tekuk sambil memegangi selimut yang kini masih menutupi tubuhnya.
Di rasa Bram tidak menggubris semua ucapan Meera, membuatnya langsung bangkit menuju kamar mandi. Tak lupa dia pun memunguti pakaiannya.
Setelah Meera selesai berganti pakaian, dia berlari sekuat tenaga untuk memisahkan kedua anak sambungnya
Dimana saat ini wajah Hans sudah benar-benar menyedihkan. Luka lebam, biru memar, bahkan berda*rah sudah berhasil merubah wajah tampannya menjadi wajah mengerikan.
Sebenarnya Hans bisa saja membalas perbuatan Bram. Hanya saja dia enggan melakukan itu, lantaran Hans sadar. Jika semua ini memang pantas dia dapatkan.
Baru kali ini Hans merasa gagal menjadi seorang Kakak, sekaligus sahabat untuk adiknya sendiri. Padahal selama ini Hans merupakan panutan serta kebahagian tersendiri bagi Bram.
Hans yang sudah tidak bisa berkata apa-ala lagi, benar-benar merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Karena bisa-bisanya dia merebut kebahagiaan serta impian Bram, adiknya sendiri.
Sebenarnya Hans bisa saja membalas perbuatan Bram, cuman dia enggan melakukan itu lantaran Hans sadar, jika semua ini memang pantas dia dapatkan.
Baru kali ini Hans merasa gagal menjadi seorang Kakak, sekaligus sahabat untuk adiknya sendiri. Hans benar-benar kecewa dengan dirinya, lantaran dia telah berhasil merebut kebahagiaan Bram.
Setelah puas melampiaskan rasa kecewanya kepada sang Kakak, Bram pun pergi begitu saja meninggalkan rumah yang masih dalam keadaan tidak kondusif.
Meera melihat Hans terkapar tak berdaya, segera membantunya dan membaringkan di ranjang secara perlahan.
“Di-dimana kamu menyimpan kotak P3Knya?” tanya Meera sambil mencari di setiap laci, dalam keadaan wajah penuh kepanikan.
“Ti-tidak u-usah, sa-saya tidak apa-apa, sstt ....” ucap Hans sambil memegangi perut serta wajahnya yang terasa kesakitan.
“Aku bilang dimana kotak P3Knya!” bentak Meera untuk pertama kalinya.
Hans terkejut, lalu menunjuk ke arah ruangan ganti sambil berkata. “Di-di sana, di-di laci panjang.”
Tanpa berlama-lama Meera segera pergi ke ruang ganti, mengecek semua laci yang ada di sana.
Setelah menemukan apa yang dia cari, secepat kilat Meera duduk di samping Hans dan langsung membuka kotak P3K.
“Sa-saya bi-bis, awshh.” ucapan Hans terhenti ketika sesuatu sudah menempel di wajahnya.
Rasa perih dan sedikit panas seketika menghilang, saat menatap wajah yang selama ini tidak pernah dia tatap dari dekat.
Degh!
Jantung Hans berpacu sangat cepat, napasnya pun kian memburu. Bersamaan dengan itu, kedua mata Hans tidak terlepas dari bola mata cantik berwarna coklat.
“Tadi kamu kenapa di saat Bram memukulmu, kamu sama sekali tidak menangkisnya?”
“Aku tahu Hans, bela dirimu jauh di atas Bram. Tetapi kenapa kamu tidak menyelamatkan dirimu sendiri dari pukulan itu!”
Meera berbicara sambil tangannya terus bergerak mengobati wajah anak sambungnya.
Dimana Hans cuman bisa terdiam sejenak, merasakan jantungnya terus berdebar keras, tidak seperti biasanya.
“Hans, aku bertanya padamu. Kenapa kamu malah diam seperti ni ishh!” sambung Meera, kesal.
“Saya memang pantas mendapatkan semua ini. Karena kecerobohan saya, hubungan kalian jadi berantakan. Ma-maaf!” jawab Hans, di penuhi rasa bersalah.
“Tu-tunggu, ke-kenapa aku bisa ada di kamar ini?” tanya Meera sambil menghentikan tangannya yang sedang mengobati wajah Hans.
“Ini salah saya, karena semalam pulang dalam keadaan mabuk. Mungkin itu pemicu awal mula terjadinya kejadian ini.”
“Tapi tenang aja, saya akan bertanggung jawab atas semua! Yang saya lakukan padamu dan saya juga tidak mau jika ada pemberitaan jelek tentangmu. Saya janji akan memperbaiki nama baikmu.”
Ucapan Hans, berhasil membuat Meera membolakan matanya. Dia tidak menyangka jika Hans akan menikahinya, padahal di antara mereka tidak ada kedekatan apa pun.
Seharusnya Bram menikah dengan Meera, anak sambung bontotnya. Karena mereka sudah menjalani hubungan kurang lebih setengah tahun lamanya.
Hans melihat Meera begitu syok, kembali berkata sesuatu yang semakin membuat Meera menjadi dilema.
Kejadian ini benar-benar seperti bencana tsunami untuknya, gelombang besar yang sudah lama surut. Kini kembali pasang, akibat kejadian yang sama sekali mereka tidak sadari.
Namun berbeda halnya di suatu tempat, terdapat pasutri sedang tertawa puas saat menyaksikan kejadian tersebut.
“Haha, mam*pus! Itu karma untuknya, siapa suruh cari masalah sama kita!” ucap seorang pria berusia 38 tahun, bernama Jaka Wardana.
“Bener banget, Pak! Semoga dengan adanya kejadian ini, reportase mereka menjadi hancur. Terutama Hans!” tagas seorang wanita berusia 35 tahun, bernama Atun Asanah.
Jaka dan Atun adalah pasangan suami istri, yang sudah bekerja di rumah keluarga Ivander selama kurang lebih 5 tahun lamanya. Mereka berdua bekerja sebagai asisten rumah tangga dan juga tukang kebun.
Pada saat kejadian, mereka berdua sudah memantaunya dari jarak jauh untuk menyaksikan pertunjukkan yang sangat menarik.
Saat ini wajah mereka terlihat begitu bahagia, setelah menyaksikan pertunjukan tersebut. Mereka tertawa sambil menikmati camilan di taman belakang rumah.
Berbeda dengan Bram, dia melajukan motornya begitu cepat menyalip sana-sini. Sehingga beberapa kali orang yang tidak salah, telah menjadi sasaran empuk pelampiasan emosi kian melanda hatinya.
Dulu Bram merupakan pria yang terkenal bandel dan juga susah untuk diarahi. Cuman di saat dia mulai menaruh hati pada Ibu sambungnya, membuat Bram sedikit demi sedikit berubah.
Bahkan Bram udah memiliki usaha tersendiri yaitu Cafe The Reas, yang dibangun dari hasil sendiri tanpa bantuan siapa pun.
...***Bersambung***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 183 Episodes
Comments
Yus Warkop
kasian Bram
2024-05-29
0
Rere Niae Cie'kecee
semngat trus thor 🤗❤️❤️❤️
2023-05-05
2