Kerucut Merah Muda

Saat mobil tiba di kediaman Gilbert, seperti biasa Nilson membukakan pintu untuk Gilbert. Ia berbisik pada Gilbert, “Jangan ucapkan hal seperti tadi Tuan.”

Gilbert cukup kesal mendengar peringatan Nilson, sehingga tangannya mendorong tubuh Nilson yang menghalangi jalannya hingga terjatuh dengan posisi pantat yang mendarat lebih dulu.

Resha cukup terkejut melihat Nilson tiba-tiba jatuh, dengan suka rela Resha mengulurkan tangannya untuk membantu Nilson bangun.

Nilson hendak menerima bantuan Resha, tangganya tinggal berjarak lima centimeter dengan tangan Resha. Namun Gilbert memukul lengan Nilson. “Kau tidak boleh menyentuh kekasihku,” ketus Gilbert.

Nilson melongo mendengar ucapan Gilbert. Yang Resha lakukan hanya membantu tapi lihat betapa cemburunya Gilbert pada orang kepercayaannya, sangat tidak masuk di akal.

Akhirnya Nilson berdiri dengan usahanya sendiri lalu membungkuk hormat. “Saya pamit untuk kembali ke markas tuan.”

Gilbert menarik pinggang Resha untuk ikut berjalan bersamanya meninggalkan Nilson yang masih berdiri di tempatnya. Baru kali ini Nilson melihat Gilbert begitu cemburu terhadap teman tidurnya. “Mungkin aku harus mengakui jika mereka memang sepasang kekasih yang menjadi budak cinta.”

Gilbert dan Resha memasuki lift. Jemari Resha mencoba mengisi bagian kosong pada jari besar Gilbert. “Ternyata kau sangat pencemburu,” ledek Resha.

Manik Gilbert bergerak sinis ke arah Resha. “Kau tahu kekasihmu ini sangat mudah merasa cemburu, tapi masih saja bersentuhan dengan pria selain diriku.”

Resha menyandarkan kepalanya di bahu Gilbert. “Baiklah, aku tidak akan melakukannya lagi.”

Pintu lift terbuka lebar, Resha dan Gilbert keluar menuju kamar mereka.

Gilbert berjalan ke arah kamar, mengambil handuk kecil serta air panas untuk mengompres tanda yang di berikan Thomas.

Resha menyimpan tas serta membuka sepatunya. Ia duduk di sofa panjang, mengambil cermin kecil untuk melihat tanda yang di berikan Thomas. “Awas saja kau, aku akan memberikan hukuman yang sepadan untuk perbuatanmu,” batin Resha kesal. Sepertinya Mulai saat ini Resha harus membawa senjata ke mana pun ia pergi, agar bisa melawan jika Thomas bertidak semena-mena.

Gilbert duduk di samping Resha, ia sangat kesal jika melihat wajah nafsu Ayahnya. Gilbert mulai mengompres bagian keunguan di leher Resha.

Resha diam saja memperhatikan wajah Gilbert yang tampak serius.

Sudah tiga kali Gilbert mengompresnya dalam waktu sepuluh menit. “Kenapa tidak hilang juga?” keluh Gilbert dengan nada kesalnya.

Resha menghembuskan nafas lelahnya. “Tanda ini tidak akan hilang dengan mudah,” jawab Resha.

“Tapi setiap kali aku memberimu tanda, besoknya aku tidak melihat tanda itu.”

Resha melepaskan handuk yang mengompres lehernya. Ia berjalan menuju meja rias.

Gilbert ikut bangkit dan berdiri di belakang Resha. Ia memperhatikan kekasihnya yang mengambil lotion cocoa butter dan mengoleskannya pada bagian keunguan. “Bekasnya masih ada,” protes Gilbert.

Resha menengok ke arah belakang tepat Gilbert berdiri. “Ini belum selesai.” Tangan Resha mengambil concealer dan mengoleskannya.

Gilbert cukup takjub melihat tanda milik Thomas tersamarkan dalam waktu sekejap.

Jari Gilbert meraba leher Resha. “Apa ini sudah benar-benar hilang?”

“Tidak, aku harus melakukannya sampai tandanya benar-benar hilang.”

Gilbert sedikit membungkukkan tubuhnya, tangannya melingkar di dada Resha. “Rasanya aku ingin membunuh ayahku sendiri, jika teringat kelakuannya tadi.”

“Jangan terlalu berlebihan Gilbert, mulai hari ini aku akan membawa senjata ke mana pun aku pergi. Agar tidak terpojok seperti tadi,” ujar Resha. Ia tidak akan membiarkan siapa pun membunuh Thomas, hanya dirinyalah yang boleh membunuh Thomas.

Jemari Gilbert bergerak menuju bibir Resha. “Aku ingin melihat senyuman tulusmu,” pinta Gilbert.

“Aku seorang pembunuh bayaran, tidak pantas tersenyum. Karena senyumku mengerikan.”

Gilbert menuntun Resha untuk berdiri, ia membawa Resha ke samping tempat tidur. Gilbert duduk di pinggiran tempat tidur sementara memosisikan tubuh Resha yang berdiri menghadap ke arahnya.

Kepala Resha menunduk sedikit agar dapat menatap Gilbert dengan leluasa. Kedua tangan Resha menangkup kedua pipi Gilbert. Tanpa rasa ragu Resha melahap bibir Gilbert.

Gilbert suka dengan langkah cepat Resha dalam bertindak, namun permainan bibirnya bergerak dengan sangat perlahan. Gilbert melingkarkan tangannya di pinggang Resha, bibirnya tidak tinggal diam. Menyesap bibir Resha dengan sangat lembut, mengiringi permainan bibir Resha.

Rambut panjang Resha menutupi kegiatan ciuman mereka. Gilbert suka aroma rambut Resha, terasa menyegarkan.

Resha mulai kehabisan nafasnya, ia menarik diri dan menatap Gilbert. “Aku meminta ijin darimu, malam nanti aku ingin pergi ke markas Alfanzo.”

Jemari Gilbert menghapus bibir Sahira yang basah, karena ulahnya. Bibir Resha sedikit membengkak, dan memerah. “Ada urusan apa?”

“Ada hal yang harus aku bicarakan dengan Alfanzo,” jawab Resha dengan wajah tenangnya. Kini nafasnya sudah mulai normal.

“Puaskan diriku, setelah itu aku akan mengantarmu.”

Bibir Resha tersenyum menyeringai, ia mendorong tubuh Gilbert. Badan Gilbert terlentang sempurna, Resha naik ke atas tubuh Gilbert. Ia membuka setiap kancing kemeja Gilbert dengan perlahan dan teliti.

Tidak sabar dengan sentuhan Resha, Gilbert menarik sisa kancing kemeja dengan kasar.

“Kau sangat tak sabar Gilbert,” ungkap Resha.

Hanya Resha yang membuat Gilbert tidak suka permainan lambat. Ia tidak sabar menikmati tubuh Resha.

***

Setelah menyelesaikan urusannya kini Resha mandi dan segera berpakaian rapi untuk menemui Alfanzo.

“Tunggu sebentar aku bersiap dulu,” titah Gilbert. Pria tanpa busana tersebut melenggang masuk ke kamar mandi.

Resha memoleskan makeup sedikit, wajahnya kini sudah sangat segar dan tidak terlihat pucat.

Gilbert keluar dari kamar dengan pakaian rapinya. “Ayo.”

Resha berjalan menghampiri Gilbert, tanpa ragu tangannya menggandeng tangan Gilbert.

Malam ini Gilbert memilih menyetir sendiri, lagi pula dari Bagota ke kota Tunja tidak begitu jauh. Bahkan dapat di tempuh dengan waktu empat puluh lima menit saja.

Markas milik Alfanzo tidak sebagus dan seluas milik Red Bold. Namun tempat ini menjadi saksi tumbuh kembang Resha. Ia sedikit merindukan markas Alfanzo.

Dua orang penjaga membukakan pintu masuk untuk mobil Gilbert. Gilbert memarkirkan mobilnya, mereka turun dari mobil di sambut senyuman hangat dari Alfanzo. Melihat Resha yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. “Apa kabar Resha?”

Resha tersenyum tipis, “Baik.”

Alfanzo menatap Gilbert dan tersenyum tipis. Sementara wajah Gilbert tampak datar, dan tidak bersahabat.

Alfanzo tidak mempermasalahkan sikap ketus Gilbert, ia cukup tahu bagaimana pria itu bersikap.

“Kau bilang ingin mengambil barang-barangmu?” tanya Alfanzo memastikan kembali.

Resha mengangguk ke arah Alfanzo. Kepala bergerak ke samping menatap Gilbert. “Tunggu di sini, aku tidak akan lama.”

Gilbert mengedipkan matanya mengizinkan Resha untuk pergi.

“Ayo duduklah Tuan, kau ingin minum? Aku memiliki anggur yang umurnya cukup tua, dan kau pasti menyukainya,” ucap Alfanzo ramah.

“Tidak perlu, aku harus menyetir.”

Resha meninggalkan Gilbert dan Alfanzo. Sementara ia berjalan menuju ruangannya. Danilo tampak duduk di sofa bersama seorang pria yang Resha kenal dengan sebutan hitam. Kegeniusan hitam di gunakan untuk menghasilkan barang yang bagus untuk membunuh target, Resha sudah pernah memakai beberapa temuan hitam dan hasilnya cukup memuaskan. Ia datang menemui hitam untuk melihat barang yang bisa ia gunakan untuk membunuh Thomas. “Kau bawa barang apa untukku?” Tanya Resha pada hitam. Ia ikut bergabung dan duduk di samping Danilo.

“Aku punya barang bagus untukmu,” jawab hitam. Ia mengeluarkan sebuah benda berbentuk kerucut berwarna merah muda.

“Untuk apa membawa barang jelek,” ledek Danilo.

“Sembarangan kau!” kesal hitam. “Lihatlah dulu,” lanjut hitam. Ia mengeluarkan kaca tebal, tangannya mengambil alat bor. Bor yang di pakai hitam melubangi kaca tebal tersebut.

Resha memperhatikan hitam yang memasukkan benda kerucut tersebut hingga lubang pada kaca tertutup. Hitam menyuntikkan sebuah cairan ke dalam benda kerucut tersebut. “Lihat ini bagian kejutannya,” pinta hitam. Ia mengeluarkan sebuah benda kecil sebesar ruas jari, jari hitam menekan tombol yang ada di tengahnya. Benda kerucut tersebut meledak dalam hitungan detik membuat kaca tersebut pecah berkeping-keping.

Terpopuler

Comments

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

wow keren

2023-02-04

0

Radya Arynda

Radya Arynda

semangaaat up nya caaantik

2023-02-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!