Kedekatan Gilbert dan Resha

“Sepetinya kau sangat cemburu, apa kau sudah jatuh cinta padaku?”

Gilbert menarik diri, ia menyentil kening Resha cukup kencang hingga Resha mengaduh kesakitan dengan wajah cemberutnya. “Aku tidak cemburu ... dan belum mencintaimu!” sanggah Gilbert.

Resha sengaja menampakkan wajah sedihnya. “Susah sekali membuatmu jatuh cinta padaku,” keluh Resha.

Gilbert menarik dagu Resha, dan menyesap bibir tipis kekasihnya sekejap lalu menarik diri. “Kau harus berjuang lebih keras lagi, sayang.”

Resha melingkarkan tangannya di leher Gilbert, ia membalas ciu’man Gilbert dan menggigit bibir bawah Gilbert.

Gilbert menatap jengkel ke arah Resha.

“Itu hukuman karena kau tidak bisa menjagaku,” ujar Resha.

Gilbert menarik pinggang Resha agar menempel pada tubuhnya, ia menatap manik Resha. Gilbert suka bulu mata lentik milik Resha, dan sorot mata datar Resha.

“Jangan mengulanginya lagi Gilbert, kemarin kita sudah melakukannya,” Resha memperingati Gilbert.

“Tubuhmu seperti candu bagiku, sayang. Ayo,” ajak Gilbert menarik tangan Resha.

Resha ingin mengutuk kelakuan Gilbert yang selalu bergairah di saat yang tidak tepat. Ini masih jam dua siang, dan jam kantor belum usai.

Gilbert merogoh sakunya saat ponselnya terasa bergetar. Ia segera menerima panggilan dari Nilson. “Ada apa?”

[Ada beberapa berkas yang harus Tuan tanda tangani.]

“Baiklah, aku akan segera ke ruangan.”

Meskipun Nilson mengganggu kegiatan yang akan di lakukan Gilbert, namun Gilbert harus tetap bersikap profesional.

“Ada apa?” Tanya Resha penasaran.

“Kita ke ruanganku sebentar.” Gilbert menarik pinggang Resha untuk mengikuti langkahnya. Mereka berjalan beriringan menuju ruangan Gilbert.

Sesampainya di ruangan Nilson memberikan berkas yang harus di tandatangani Gilbert.

“Duduklah dulu,” titah Gilbert pada Resha. Ia tidak bisa asal membubuhkan tandatangan, Gilbert harus mengeceknya satu persatu. Thomas mengajarkan Gilbert untuk teliti di setiap keadaan.

Sudah setengah jam Resha duduk di sofa, tapi berkas yang menumpuk di hadapan Gilbert masih cukup banyak.

“Kau merasa bosan?”

Resha mengangguk. “Iya, masih lama?”

“Lumayan, pergilah dulu bersama Nilson untuk melihat-lihat.” Gilbert menekan tombol telepon yang terhubung langsung pada Nilson. “Ke ruanganku sekarang juga.”

Nilson mengetuk pintu ruangan Gilbert sebelum masuk. “Ada yang bisa saya bantu Tuan?”

“Bawa Resha berkeliling.”

“Baik tuan, mari nona.”

Resha bangkit dari duduknya dan berjalan mengikuti Nilson. Nilson membawa Resha keluar dari gedung utama Red Bold.

“Anda ingin memulainya dari mana nona?” Tanya Nilson.

Resha menatap dua gedung di samping kanannya yang letaknya tidak jauh dari pintu masuk.

Nilson mengikuti arah pandang Resha. “Nona mau ke sana?”

“Ayo,” Resha berjalan lebih dulu. Ada empat orang yang berjaga di pintu masuk. Begitu melihat Nilson dan kekasih Gilbert mereka membungkuk memberi hormat.

Resha di hadapankan pada sebuah ruangan kosong, hanya terdapat pintu lift. Nilson menekan tombol lift. Saat pintu lift terbuka Nilson mempersiapkan Resha masuk lebih dulu. Nilson menekan tombol untuk sampai di lantai utama. Pintu lift terbuka lebar, Resha menatap sekeliling banyak pria yang berbaris sedang mengikuti pelatihan fisik.

“Ini gedung untuk melatih para penjaga dan pengawal. Kita juga memiliki pasukan untuk menyerang lawan,” ucap Nilson menjelaskan.

“Di mana?”

“Mari ikuti saya,” titah Nilson.

Resha berjalan di belakang Nilson, mereka menaiki undakan tangga untuk sampai di lantai selanjutnya.

Ratusan orang membungkuk hormat secara bersamaan saat melihat Nilson.

Resha cukup takjub melihat mereka berbaris rapi dan memberi hormat dengan sangat kompak.

“Tugas mereka pergi berperang, dan menjaga kawasan Red bold jika ada musuh yang menyerang.”

Resha tidak menyangka jika Red Bold sudah sangat siap dalam hal ini. Ia kira pasukan Red bold tidak sebanyak ini.

“Masih ada dua lantai lagi yang belum kita kunjungi namun isinya sama saja,” Tutur Nilson.

“Gedung ini cukup tinggi, kenapa yang di pakai hanya sedikit?” tanya Resha melepaskan rasa penasarannya.

“Gedung ini penuh oleh kamar-kamar khusus untuk pegawai.”

Resha mengangguk paham. “Kita lanjut ke gedung kedua, aku cukup penasaran.”

Mereka pergi ke gedung kedua, para penjaga memberi hormat. Nilson masuk lebih dulu, dan menekan tombol lift seperti memasukkan kode.

Resha memperhatikan tombol yang di sentuh oleh Nilson. Lift mulai bergerak naik, pintu lift terbuka lebar. Tidak ada apa-apa di sana kecuali pintu.

Resha mengikuti Nilson, ia kembali memperhatikan Nilson yang menempelkan sidik jarinya dan pintu terbuka lebar. Resha cukup terkejut melihat susunan berbagai macam perhiasan dari batu zamrud dalam jumlah yang cukup banyak. Kepala Resha berputar memikirkan mengapa banyak zamrud di ruangan ini, sepertinya mereka sengaja menimbunnya.

“Ini koleksi zamrud milik Red Bold,” ucap Nilson.

Resha tidak begitu tertarik dengan perhiasan. “Ada tempat lain yang lebih menarik dari gedung ini?”

“Ada, ayo kembali ke lift.” Mereka masuk kembali ke lift.

Kali ini Resha tidak tertarik untuk melihat tombol yang di tekan Nilson. Kali ini lift tidak bergerak ke atas namun bergerak turun. Pintu lift terbuka, menampilkan lorong yang begitu panjang dengan pintu yang berderet. “Tempat apa ini?”

“Pembuatan racun, senjata serta menciptakan alat yang bisa di jual di pasar gelap. Kau tertarik?”

Resha mengangguk antusias.

Nilson mengangkat telepon dari Gilbert. “Baik Tuan,” jawab Nilson.

“Tuan sudah menunggu, ayo kita kembali.”

Resha baru saja ingin mengetahui lebih jauh hal yang sangat menarik baginya, namun Gilbert malah menghalanginya. Resha tidak berani membuat Gilbert menunggu lama. Apalagi kekasihnya sangat tidak memiliki rasa sabar.

Resha kembali ke ruangan Gilbert, pria itu tengah duduk menunggu kedatangan Resha. “Kau senang jalan-jalan di gedung Red bold?”

“Lumayan menyenangkan, tapi lebih banyak rasa bosannya,” ungkap Resha jujur. Karena hal itu yang ia rasakan kini.

Resha dan Gilbert turun dari ruangan menuju mobil mereka. Resha yang duduk di samping Gilbert menatap kekasihnya. “Bagaimana dengan keadaan putrinya John, dia meninggal di tempat?” tanya Resha penasaran.

Gilbert menengok ke arah Resha. “Kenapa kau begitu penasaran? harusnya kau tahu jawabannya. Karena kau yang membunuhnya,” jawab Gilbert dengan nada dinginnya. Ia tidak suka Resha membicarakan hal yang tidak penting.

“Seharusnya dia mati, karena aku melihat kilatan dendam di matanya saat aku membunuh ibunya. Anak itu tidak terlihat takut sama sekali padaku,” ucap Resha.

Sebelah alis Gilbert menukik tajam, “Bagaimana dia takut, kalau melihat wanita secantik kamu.”

Resha cukup kesal mendengar rayuan Gilbert, namun entah mengapa hatinya sedikit berbunga-bunga.

Nilson yang mendengar gombalan receh Gilbert merasa mual dan ingin mutah. Mafia satu itu tidak cocok menjadi budak cinta.

“Ehkmmmm,” Nilson berdeham.

“Kenapa Nilson, kau terganggu dengan ucapanku?” tanya Gilbert dengan tatapan sinisnya. Dan Nilson dapat melihat tatapan tidak suka Gilbert lewat spion depan.

“Tidak tuan, tenggorokan saya hanya sedikit gatal,” ucap Nilson memberi alasan. Padahal tujuannya untuk memberi tahu jika Gilbert jangan melakukan hal menggelikan seperti itu, aura mafianya menghilang bagaikan di telan samudra.

Terpopuler

Comments

Alea

Alea

woyy Nilson... mafia juga manusia,dan manusia itu sudah lumrah jatuh cinta😂😂

2023-03-24

0

Triiyyaazz Ajuach

Triiyyaazz Ajuach

Gilbert kau tak cocok gombali Resha

2023-02-04

0

Radya Arynda

Radya Arynda

semangaaaat💪💪💪💪💪

2023-02-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!